Mohon tunggu...
Evansus Renandi Manalu
Evansus Renandi Manalu Mohon Tunggu... ASN

Hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kenali Tapir Dan Lindungi Habitatnya

11 Oktober 2025   20:43 Diperbarui: 11 Oktober 2025   20:43 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tapir  (sumber foto : Agrozine)

          Kamis (2/10/2025) pagi sekitar pukul 09.00 Wib, warga Dusun II Desa Anggoli, Kecamatan Sibabangun, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara dikejutkan dengan adanya penemuan jejak yang diduga Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di kawasan perkebunan masyarakat.

          Camat Sibabangun, Romulus Simanullang, langsung turun tangan menghimbau warga untuk tidak melakukan aktivitas di area kebun sendirian melainkan secara berkelompok atau beberapa orang. Warga pun diminta untuk meningkatkan kewaspadaan.

          Selain menghimbau warga, Camat juga berkoordinasi dengan petugas Balai Besar KSDA Sumatera Utara, melalui Resort Pelabuhan Laut Sibolga dan Bandara Pinang Sori. Laporan pun segera direspon, petugas Balai Besar KSDA Sumatera Utara bersama lembaga mitra Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Kepolisian Sektor Sibabangun, perangkat desa, serta warga yang menyaksikan dan menemukan jejak tersebut turun langsung ke lokasi untuk melakukan investigasi, pada hari itu juga Kamis (2/10/2025).

          Setelah dilakukan identifikasi serta analisis terhadap jejak, petugas berkesimpulan dan memastikan bahwa jejak dimaksud bukanlah jejak Harimau Sumatera, sebagaimana informasi yang berkembang, namun merupakan jejak satwa liar jenis Tapir (Tapirus indicus). Kesimpulan ini membuat warga sedikit lega, namun diingatkan untuk tetap waspada.

          Kemunculan tapir di Dusun II Desa Anggoli, Kecamatan Sibabangun, menjadi hal baru bagi warga. Bahkan sebagian warga belum mengenal tapir. Padahal satwa ini merupakan binatang yang sudah ada lebih lama dibandingkan dengan jenis mamalia lain yang ada di bumi saat ini.  Tapir dianggap sebagai  hewan purba yang paling aneh sedunia, karena itu kerap juga disebut sebagai fosil hidup.

          Kehadiran tapir di areal pemukiman maupun perkebunan bukanlah yang perdana. Sebelumnya juga, seekor tapir masuk ke kawasan perkampungan warga di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Semula warga melihat tapir berkeliaran sekitar pukul 11.00 Wib, pada Sabtu (17/8/2019). Binatang itu masuk ke arah perkebunan sawit di Dusun 2, Desa Perkebunan Bandar Selamat, Kecamatan Aek Songsongan. Kawasan yang berbatasan dengan hutan ini, berjarak sekitar 200 kilometer dari Medan (https://news.detik.com, 17/8/2019)

          Untuk mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan, dan mengingat keterbatasan petugas serta peralatan di lapangan, tapir betina berusia sekitar tujuh tahun itu, kemudian oleh Balai Besar KSDA Sumatera Utara dievakuasi ke Taman Hewan Pematang Siantar atau Siantar Zoo untuk pemulihan kondisi serta perawatan. Dalam masa perawatan terlihat tanda-tanda kehamilan tapir. Kemudian hasil USG dokter hewan, tapir dinyatakan hamil sekitar tiga atau empat bulan.

          Sebelumnya pun, pada 18/12/2017, seekor tapir masuk ke wilayah pemukiman warga di Kampung Kristen Kotapinang, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Provinsi Sumatera Utara, sebagaimana dilansir dari https://ksdae.or.id, 05/01/2018. Tim Balai Besar KSDA Sumatera Utara mengevakuasi tapir yang sudah diamankan warga ke Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS). Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter hewan, satwa tersebut mengalami trauma berat, luka lecet pada beberapa bagian tubuh dan kuku, serta luka agak berat pada kaki kanan belakang dengan kondisi lemas.

          Tapir yang memiliki nama lain tenuk atau badak babi merupakan mamalia besar endemik pulau Sumatera. Dalam keluarga tapir tercatat ada lima spesies. Mereka adalah Tapir Brazil (Tapirus terrestris), Tapir Gunung atau Tapir Berbulu (Tapirus pinchaque), Tapir Hitam Kecil (Tapirus kabomani), Tapir Baird (Tapirus bairdii), dan Tapir Asia (Tapirus indicus).

          Di Sumatera Utara, di beberapa kawasan konservasi, satwa ini terpantau masih dijumpai, seperti di kawasan Suaka Margasatwa (SM.) Barumun, SM. Dolok Surungan, Suaka Alam (SA.) Lubuk Raya dan kawasan Taman Nasional (TN.) Batang Gadis di Mandailing Natal.

          Salah satu yang membuat satwa liar ini disebut-sebut sebagai hewan yang paling aneh yang hidup sampai kekinian adalah karena ia memiliki  tubuh yang menyerupai babi, memiliki belalai seperti gajah dengan moncong mirip trenggiling. Selain itu secara DNA tapir justru lebih dekat dengan kuda, badak dan zebra (https://kumparan.com).

          Sejatinya tapir merupakan satwa yang cenderung menghindar dari manusia. Namun, degradasi habitat membuatnya semakin mendekat dengan kawasan yang dihuni manusia. Penelitian yang dilakukan Wanda Kuswanda dan kawan-kawan di Taman Nasional Batang Gadis, menyebutkan tapir memasuki area manusia untuk mencari rayap, semut dan tanah asin. Masyarakat setempat mengatakan makanan favorit tapir adalah labu kuning, kacang pahit, asam sungai, dan nangka. Suku Mandailing yang tinggal di sekitar kawasan taman nasional memanggil tapir sebagai sipan, (https://sumut.idntimes.com, 01/06/2024).

          Pada umumnya, tapir memiliki karakteristik yang lembut dan cenderung menghindari konflik, sehingga  bukan termasuk dalam kategori satwa buas maupun predator. Namun jika dalam kondisi terpojok, tapir menjadi satwa yang kuat dan gigih untuk mempertahankan diri. Tapir akan menyerang jika mereka merasa takut atau terancam, terutama untuk melindungi anak-anak mereka.

         Satwa ini juga akan bertindak secara tidak terduga dan tidak dapat diprediksi. Mereka memiliki gigi besar dan tajam yang dalam kondisi tertentu bisa menyebabkan luka yang serius  atau bahkan membunuh manusia. Menggigit adalah salah satu cara tapir untuk mengusir predator, termasuk manusia.

Ancaman populasi

          Kehidupan tapir mengalami ancaman yang serius. Penurunan populasinya di alam disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : hilangnya habitat akibat alih fungsi kawasan hutan menjadi area pertanian, perkebunan, pertambangan dan berbagai kepentingan lainnya yang mengatasnamakan pembangunan.

          Kemudian kegiatan perburuan liar untuk tujuan konsumsi maupun komersil  melalui perdagangan illegal. Kondisi ini diperparah lagi, ketika tapir memiliki tingkat reproduksi yang lambat, dengan hanya melahirkan satu anak dalam satu waktu, sehingga menjadi sangat sulit untuk memulihkan populasinya ketika ancaman terhadap spesies ini tinggi.

          Populasi  tapir saat ini tidak diketahui pasti, namun menurut dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Tapirus Indicus 2013-2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melaporkan bahwa kisaran kepadatan tapir antara 0,3 hingga 0,8 individu perkilometer persegi (https://betahita.id). Lalu strategi dan rencana aksi untuk penyelamatannya, diantaranya dengan melakukan pemantauan secara sistematis pada kantong-kantong populasi tapir serta mempertahankan jumlah populasi tapir yang lestari (viable) dan mengupayakan ketersambungan (connectivity) suatu populasi dengan populasi lainnya.

Perlindungan Tapir

          Dari sisi perlindungan, satwa liar yang berperan sebagai penebar biji dan berperan penting dalam menjaga ekosistem hutan ini, telah ditetapkan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) dalam kategori Endangered atau memiliki resiko kepunahan yang sangat tinggi. Kemudian di Indonesia satwa ini dikategorikan dalam jenis yang dilindungi undang-undang, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor  7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Jo. Peraturan  Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.106/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/ 12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi.

         Berbagai upaya untuk penyelamatan dan perlindungan tapir terus dilakukan baik secara nasional maupun internasional, termasuk penetapan tanggal 27 April setiap tahun diperingati sebagai Hari Tapir Sedunia, yang secara resmi diluncurkan dan ditetapkan sejak tahun 2008 yang lalu.

          Ditetapkannya Hari Tapir Sedunia tidak lepas dari fakta bahwa semua jenis tapir di dunia, termasuk tapir asia yang ada di Sumatera sedang menghadapi ancaman kepunahan yang serius. Peringatan Hari Tapir Sedunia menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melindungi dan melestarikan tapir beserta dengan habitatnya, agar dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik secara alami, sehingga populasinya di alam dapat terus terjaga.

           Kita semua sejatinya dapat berperan dalam upaya pelestarian satwa ini, dengan melakukan tindakan-tindakan yang sederhana namun bermanfaat, seperti : menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat mengancam kehidupan tapir, menumbuhkan serta meningkatkan minat guna memperdalam pengetahuan tentang tapir melalui riset, berbagi informasi kepada beragam komponen masyarakat  melalui berbagai media maupun komunitas, hingga mendukung upaya-upaya konservasi dengan gerakan kampanye dan edukasi. Ada banyak pilihan, anda pilih yang mana ?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun