Sapardi Djoko Damono, sosok maestro puisi Indonesia, tidak hanya dikenal lewat karya fenomenal seperti Hujan Bulan Juni, tapi juga lewat sajak-sajak lain yang kurang mendapat sorotan namun sarat makna. Salah satunya adalah "Catatan Masa Kecil, 4," sebuah prosa liris yang mengungkap trauma masa kecil tokoh 'ia' melalui simbolisme angka nol.Â
Sajak ini mengajak pembaca menelusuri psikologis seorang anak yang mengalami kebingungan dan kegelisahan terhadap logika matematika sederhana. Misalnya, "kenapa dua kali dua hasilnya sama dengan dua tambah dua, sedangkan satu kali satu lebih kecil dari satu tambah satu dan tiga lebih besar dari tiga tambah tiga?" Di balik kebingungan ini tersimpan pengalaman traumatis yang sangat mendalam.
Judul "Catatan Masa Kecil, 4" adalah bagian dari seri sajak yang memotret perjalanan memori masa kecil dan pembentukan identitas. Pengalaman traumatik tokoh 'ia' terungkap dalam memori saat  ibunya sakit keras, ayahnya tidak ada di rumah, serta suara langkah bakiak nenek yang telah meninggal, hingga ketakutan yang menyebabkan tokoh kecil itu kencing di kasur.Â
Melalui pendekatakan osikologi sastra terutama teori PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder), disorot bagaimana kejadian ini meninggalkan luka batin berupa memori menganggu, kewaspadaan berlebihan, dan penghindaran. Kondisi ini memicu tokoh 'ia' memilih "angka nol" sebagai satu-satunya hal yang ia percayai - sebuah krkedo eksistensial yang menandai cara ia menghadapi dunia yang terasa tidak stabil dan penuh ketakutan.
Mengapa nol? Angka nol, menurut filsafat simbolik Paaul Recoeur, bukan hanya sekadar angka kosong, tetapi sebuah simbol yang mampu membuka berbagai lapisan makna:
1. Ketidakpastian (Vaacuum dari Kosongnya Dukungan)
Nol melambangkan kekosongan dan ketiadaan, seperti ketiadaan figur ayah pada saat traumanya.
2. Kepastian Absolut
Berbeda dengan angka lain yang berubah-ubah dalam perhitungan. nol adalah satu-satunya nilai tetap dan absolut. ini menjadi jangkar psikologis bagi jiwa yang kacau.
3. Ruang Aman dari Kepedihan
Nol menjadi zona aman di mana sang tokoh mundur dari kenyataan yang menyakitkan dan tidak bisa dimengerti.