Mohon tunggu...
Suhadi Rembang
Suhadi Rembang Mohon Tunggu... Guru Sosiologi SMA N 1 Pamotan -

aku suka kamu suka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bakul SJ, KJ, dan MKJ, Manakah yang Mendapatkan Hati?

17 Desember 2018   22:28 Diperbarui: 18 Desember 2018   04:22 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Gallery kewirausahaan SMA N 3 Subang

"Ayo disimak baik-baiknya," kataku.

Pagi itu saatnya mencuri waktu, mencuri apa yang tidak ada menjadi ada. Alasanku hanya satu, karena materi ini cukup menarik dikemudian nanti untuk para siswaku.

"Kita akan latihan menjadi bakul," tambahku.

Deretan mata di ruang belajar memandang dengan penuh harap. Saat itulah aku seakan bersalah. Tapi apa boleh buat. Minimal saya pernah dapat materi sosiologi ekonomi dan antropologi ekonomi di bangku S1 dulu. Dengan penuh doa, materi sisipan kali ini mendapatkan respon baik para siswaku.

Seperti biasanya. Saya berdiri tepat di depan tengah deret bangku kelas. Dengan memegang spidol berwarna hitam, sebagai jaga-jaga kalau penjelas bibir perlu ditambah lipstik papan. Namun terkadang, spidol itu kerap ku letakkan di sudut meja para siswa. Bahkan kerap kelupakan dibangku mana terakhir kuletakkan.

Pagi itu ku eksplore materi tentang bakulan. Ku jelaskan secara sistematik hal-hal apa saja yang penting tersampaikan agar materi ini tersosialisasikan dengan baik. Materi pagi itu adalah buah hasil dari pengamatanku terhadap para bakul di pasar. Dan sedikit dari teman-temanku yang bermain jualan online.

Lima point penting yang tersampaikan pagi itu. Pertama, hal ihwal tentang permodalan. Kedua, kulakan barang. Ketiga, displai barang dagangan. Keempat, teknik penjulan. Kelima, memanage stok dagangan. Cakupan materi tersebut tentunya tidak tereksplore dengan apik. Karena bagiku, core dari materi itu adalah menjadi pintu masuk untuk memberanikan para siswa dalam mengimplementasikan mental kewirausahaan yang sudah bersemayam di setiap sanubari mereka. Pun juga, materi pagi itu juga sebatas menjadi penguat bahwa ide kreatif adalah hal utama untuk diujicobakan. Bukan tentang kesombongan genetis apalagi mental konsumtif yang merajalela saat ini.

Hampir tidak ku duga pagi itu. Sebagian besar mereka sangat tertarik sisipan materi kali ini. Sesekali mereka menanyakan hal dasar dari lima point tersebut, disela-sela membuat catatan singkat dari ulasan bibirku.

Sesi diskusi pun cukup menantang. Mereka yang dari latar belakang keluarga bakul, berbagi informasi. Lima point materi semakin lengkap. Mereka pun banyak bertukar jawab perihal eksplore materi bakulan. Pagi itu, keaktifan tidak berlaku atas pembeda jenis kelamin. Biasanya didominasi oleh siswa perempuan, tetapi pagi itu siswa laki-laki tidak kalah asyik dalam berbagi pengalaman.

Seperti biasanya, hampir satu jam spidol hitam belum menampakkan bau khasnya. Lagi-lagi hanya untuk jaga-jaga.  Tetapi aroma khas spidol kali ini menjadi wajib tercium sempit, karena kami akan bersama-sama menyusun proyek kecil tentang bakulan. Suasana kelaspun semakin hangat. Mereka seakan saling menunggu tentang bagaimana garis besar projek bakulan yang akan ku sampaikan. Bahkan sebelum informasi proyek implementasi bakulan terkomunikasikan, mereka telah saling membentuk kelompok pilihan.

Kata mereka, "kami sudah cocok kok pak".  Jawabnya ketika ku tanya mengapa tidak dengan anggota yang lain?

Saya pun segera menyampaikan hal ihwal yang berhubungan dengan cara kerja menyusun proyek sederhana dalam rangka menumbuhkan mental dan kreatifitas kewirausahaan siswa melalui proyek bakulan.

Pagi itu saya lakukan survey singkat, padat, dan akurat tentang apa saya yang layak dijual saat menajalankan proyek bakulan.

"Siapa yang pingin praktik bakulan alat tani?" Tidak ada yang respon.

"Siapa yang pingin bakulan bumbon atau rempah-rempah"? Pun tidak ada yang memilih.

"Siapa yang pingin bakulan jamu?" Dijawab dengan senyuman dan tawa.

"Bakul beras, mau?  Sayuran? Buah-buahan? Atau camilan?" Responpun langsung pecah seketika. Iya pak, camilan. Camilan aja, sahut mereka dengan bersamaan.

"Saya buah pak, buah pak," sedikit respon dari mereka.

Kenyataan yang tidak sesuai harapan. Perasaan masam dan kecut pun terasa pagi itu. Dari tujuh jenis bakulan yang tertawarkan, hanya satu yang dapat respon. Dan memang benar adanya. Beberapa pasar yang saya kunjungi, jenis bakul camilan memang lebih mudah ditemui. Dan mereka yang menjajakan camilan cenderung berusia muda seperti seusia mereka saat ini. Adapun mereka yang bakulan bumbon, beras, dan sayuran, cenderung usianya sebaya ibu-ibu. Apalagi mereka yang bakulan alat tani. Boro-boro anak muda, bakulnya sendiri hanya ada waktu waktu pasaran saja.

Saya pun, sedikit modar-mandir di depan mereka. Semua mata tertuju pada langkah kaki. Sembari membuang rasa kecewa, karena berharap muncul anak-anak muda yang tertarik menjaga keberadaan produk-produk dasar suatu kelompok sosial.

"Iya, gpp," ucapku.

"Apapun pilihannya, yang penting mental dan kreatifitas berwirausaha kalian harus muncul," tandasku.

Projek latihan menjadi bakul pun saya paparkan. Sebenarnya proyek ini tidak terkunci pada apa yang dijual. Sehingga jenis barang apa saja yang dijual, boleh. Dengan semangat memiliki mental bakul dan daya kreatif dalam menjajakan barang, projek bakulan ini saya bagi menjadi tingkatan.

"Saya bagi menjadi tingkatan bakul ya. Jadi siapa yang berani memilih projek bakulan paling atas, dijamin mendapatkan pengalaman yang luar biasa," promo ku di depan kelas mereka.

Projek latihan kali ini saya bagi menjadi tiga tingaktan. Tingkat pertama adalah bakul SJ. Tingkat kedua adalah bakul KJ. Tingkat ketiga adalah bakul MKJ.

"Lho, katanya bakul camilan pak?", seloroh protes siswa paling ujung belakang.

"Iya, tetap camilan, tetapi hanya beda tingkat saja," jawabku.

"Bakul SJ, taukah kamu? Apakah  bakul SJ?"

"Bakul Sakit Jiwa pak."

"Bakul Susu Jahe pak,"

Seketika semua tertawa sambil memendam rindu tahu apakah itu bakul SJ.

Bakul SJ bukan bakul sakit jiwa. Dan bukan pula bakul susu jahe. Walaupun memang benar adanya bahwa para bakul sekarang pada saat spekulasi bahkan melebihi pasien sakit jiwa. Tetapi yang dimaksud Bakul SJ kali ini adalah Bakul Siap Jual. Inilah projek kecil tentang pelatihan menjadi bakul tingkat dasar. 

Konsep SJ adalah bahan dan tempat bakulan telah disiapkan. Siswa langsung berperan menjual barang dagangan. Beberapa barang dagangannya yang dijual dapat berupa alat tani, rempah-rempah, jamu, beras, sayuran, buah-buahan, hingga camilan. jenis praktik bakulan kali ini, siswa dianggap berhasil dengan indikator berani menjual barang dagangan, dan barang dagangan terjual minimal 50% dari jumlah stok barang yang disediakan.  

"Berarti kita tinggal jual ya pak?"

"Iya, nanti barang yang dijual dan tempat untuk jualan sudah tersiapkan."

"Wah enak pak, saya pilih ini."

"Silahkan, selanjutnya adalah Bakul KJ."

"Apalagi ini pak?"

"Bakul Kurang Jajan pak?"

"Bakul Kurang Piknik pak!"

"Bakul Kurang piJet."

"Ladalah!"

KJ adalah status bakul lebih tinggian dibanding SJ. Jika SJ adalah level 3, maka KJ adalah level dua.

"Kalau level satu pak?"

"Yang jelas lebih pedes level tujuh."

"Hahaha..."

"Bakul KJ tidak lain adalah Bakul Kulakan Jualan. Kategori bakul yang satu ini, setiap siswa akan dibebani belanja barang yang akan jajakan. Setelah mendapatkan barang, siswa ditekankan mandiri dalam memilih dimana lokasi jualannya, dan bagaimana konsepnya. Hanya saja pada Bakul KJ, telah dimodali uang belanjaan", paparku.

"Oh...."

Untuk aturan mainnya, kalian dianggap jika berhasil dengan indikator sebagai berikut; berani kulakan, berani mengurus tempat, berhasil menata tempat untuk berdaganng, berani menjual barang dagangan, dan barang dagangan terjual minimal 50%."

"Wah seru yang ini pak!"

"Tentu."

"Aku milih yang ini pak, ada tantangannya."

"Silahkan."

Semua mata saling memandang. Mereka terlihat saling berbisik satu sama yang lain. Tampak antar calon anggota kelompok saling berdebat lirih dan singkat, sembari mendengarkan bakul level wahid.

"Inilah calon bakul paling terhormat. Jika kalian memilih level ini, kalian akan terhormat," goda ku.

"Yaitu bakul MKJ."

Segera ku paparkan model Bakul MKJ. Bahwa Bakul MKJ adalah bakul dengan Modal sendiri, Kulakan, dan Jualan alias Bakul Modal Kulakan Jualan. Semua mata memandang dengan seksama. Tampak telinga mereka terfokuskan pada ulasan jenis level satu kali ini.

Saya jelaskan bahwa untuk memilih Bakul MKJ, siswa harus berani keluar modal siswa langsung dan berperan kulakan barang, mengurus lokasi jualan, dan menyiapkan perlengkapan untuk berjualan. Beberapa barang yang dikulak saya kasih kelonggaran. Sembari memaksakan pilihan barang kulakan tetap beragam mulai dari alat tani, rempah-rempah, jamu, beras, sayuran, buah-buahan,  dan camilan.

"Gimana, berani?" tantangku pada mereka

Tak satupun mereka merespon. Tatapan mereka tampak kosong, dan tampak pilihannya jatuh pada level tiga, yaitu Bakul Siap Jualan.

Mental mereka tampak semakin menciut tatkala saya uraikan aturan main implementasi projek uji nyali tentang mental dan kreatifitas kewirausahaan.

Begitulah gambaran tentang mental dan kreatifitas kewirausahaan para siswa saat ini. Walaupun demikian, pada saat yang sama, mereka cukup berani berperan dagang online. Walaupun sebatas menjadi batu lompatan untuk menawarkan barang milik temannya yang ingin diberjual-belikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun