Mohon tunggu...
Erwin KA
Erwin KA Mohon Tunggu... Penulis buku : Karma - Tak Usah Dendam, Biarkan Alam Melakukan Tugasnya

Portal yang mengumpulkan mozaik-mozaik nusantara yang disampaikan dalam bentuk spiritualitas, filosofi, dan refleksi untuk memunculkan dejavu dengan kehidupan yang dialami para leluhur di masa lampau. Untuk mengembalikan kembali kejayaan para leluhur kita yang luhur dan diluhurkan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ruh, Dan Memori Lampau

21 Juli 2025   06:29 Diperbarui: 21 Juli 2025   06:29 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruh, Dan Memori Lampau (google.com)

Ruh: Mesin Penyimpan Memori Lampau

Pernahkah anda merasa akrab dengan tempat yang belum pernah kau kunjungi? Atau bertemu seseorang yang baru saja kenal, namun rasanya seperti bertemu kembali?

Apakah itu hanya kebetulan? Ataukah sebuah fragmen dari masa lalu yang ingin kembali menyapa?

Kita hidup di dunia yang sibuk menyembah logika. Namun jauh di dalam diri, ada bagian dari kita yang lebih tua dari umur tubuh ini. Lebih dalam dari kata-kata. Lebih tajam dari ingatan otak.

Itulah Ruh: Mesin penyimpan seluruh ingatan kehidupan kita--- bahkan sebelum kita disebut "aku".

Ruh bukan hanya cahaya suci dari Tuhan. Ia juga pustaka rahasia yang merekam seluruh peristiwa perjalanan jiwa kita--- dari kelahiran ke kelahiran, dari tangisan bayi hingga jeritan ajal,  dari wujud manusia hingga makhluk tak Bernama.

Setiap luka yang belum disadari, setiap cinta yang belum tuntas, setiap janji yang belum ditepati. Semua tersimpan rapi dalam arsip ruhani.

Banyak yang bertanya, "Kalau kita benar-benar pernah hidup di kehidupan lampau, mengapa kita tidak bisa mengingatnya?" Jawabannya sederhana: Karena kita tidak hidup dalam Ruh, kita hidup dalam Jiwa. Dan jiwa, sebagaimana embun pagi, mudah menguap, mudah lupa.

Saat lahir, kita seperti mengganti hardware. Tubuh baru. Otak baru. Identitas baru. Namun file-file lama tetap tersimpan di dalam "server utama" yang bernama Ruh.

Dan sesekali, jika sunyi cukup dalam, jika batin cukup hening, muncullah kilatan memori itu: Dalam mimpi, dalam meditasi, dalam dejavu yang tak bisa dijelaskan...

Sobatku, di dalam dirimu... ada perpustakaan yang sangat luas. Lebih luas dari seluruh kenangan yang bisa kau tulis. Di sana ada dirimu sebagai petani, sebagai raja, sebagai pengemis, sebagai penyair, bahkan mungkin sebagai pembunuh.

Namun semua itu bukan untuk dihakimi. Semua itu ada untuk dipelajari. Karena kehidupan bukan hanya tentang sekarang. Hidup adalah sebuah aliran kesadaran Panjang yang tak pernah benar-benar berakhir.

Dalam ajaran Buddha, Pangeran Sidharta Gautama, ketika menjelang tercerahkan di bawah pohon Bodhi, melihat berjilid-jilid kehidupannya sendiri: menjadi binatang, manusia, pertapa, raja, bahkan perampok.

Ingatan itu tidak muncul dari otak. Bukan dari "memori" biasa. Tapi dari akses ke Ruh-nya sendiri.

Kitab-kitab seperti Jataka bukan dongeng. Mereka adalah rekaman nyata dari memori ruh yang telah tercerahkan. Di Tantrayana dan tradisi Jawa, Ruh disebut juga sebagai Cahya Sejati, yang menyimpan blueprint dari segala karma dan pengalaman.

Hanya ketika seseorang sudah melampaui jiwa, ia bisa membuka pintu besar itu dan melihat siapa dirinya sesungguhnya.

Sobatku, banyak dari kita tersesat dalam hidup ini bukan karena bodoh. Tapi karena lupa siapa diri kita sebenarnya. Seperti orang yang kehilangan peta, kita mengulangi luka yang sama, jatuh di lubang yang sama, bertemu dengan konflik yang sama. Karena kita lupa kehidupan sebelumnya. Lupa pelajaran yang belum selesai. Lupa janji yang belum ditepati.

Tapi Ruh tidak lupa. Ia menyimpan semuanya. Dan jika kita cukup tulus, cukup sabar, dan cukup bersih dari keinginan duniawi, maka Ruh akan membuka diri.

Dalam hening, dalam meditasi, dalam tapa, dalam brata, dalam sepi malam. Kita akan mulai mendengar suara-suara yang bukan dari dunia ini. Itu bukan halusinasi. Itulah diri sejati yang memanggil pulang.

Maka, mari kita belajar hidup dalam Ruh. Bukan sekadar dalam tubuh. Bukan hanya dalam otak. Bukan hanya dalam ego yang takut kehilangan. Mari perlambat hidup. Sunyikan batin. Temui kembali sang penjaga ingatan yang telah lama menunggu.

 "Sangkan paraning dumadi...",  dari mana kita berasal, dan ke mana kita akan kembali--- hanya bisa dijawab oleh Ruh yang diam-diam menyaksikan semuanya.

Karena hidup bukan tentang mengumpulkan pengalaman baru, tapi tentang mengingat siapa kita yang sebenarnya. Ruh tidak pernah mati. Dan ingatanmu tidak pernah hilang. Ia hanya menunggu
kau untuk mendengarnya kembali.

Rahayu
Rahayu
Rahayu

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun