Namun begitu, semua keluarga dan kerabat tidak ada yang tau persis apa pekerjaan Samsu di Jakarta.
Saat berbincang di rumah orang tuanya Jun, Samsu berkisah suksesnya, yang mendengarnya pun ikut terpukau. Termasuk Jun.
Katanya di Jakarta serba mudah untuk mendapatkan uang. Mulai dari kencing, dan berak itu ada uangnya. Di trotoar jalan, juga ada tarifnya. Di atas got bisa didirikan lapak juga ada uangnya.
Di mana-mana bisa jadi uang asal kerja keras dan tahan banting dan tahan malu.
Kemudian Samsu juga bilang, di Jakarta untuk pergi kemanapun mudah. Transportasinya bagus, ada bus Trans Jakarta yang berhenti rutin di tiap halte, ada kereta cepat dalam kota, ada motor dan mobil online, pendek kata pergerakan apapun bisa sampai tujuan yang diinginkan.
Apalagi kata Samsu menambahkan, gedung-gedung tinggi berjajar seperti tanaman palawija, kantor-kantor yang selalu sibuk oleh lalu lalang pegawai seperti petani sedang menanam padi. Juga warung-warung makan atau restoran atau cafe yang tidak sepi pengunjung.
"Jakarta beda sekali dengan desa atau kabupaten kita, Jun. Majunya sudah tidak bisa didekati. Untuk sekedar mimpi pun barangkali tidak sampai. "
"Di sana masih ada sawah kan? " tanya Jun penasaran.
Samsu menahan tawa atas pertanyaan itu. Ia malah menjawab di Jakarta bukan cuma sawah yang ada, hutan pun banyak.
"Tuh kan berarti saya masih bisa mengolah sawah di sana. Jadi buruh saja asal upahnya bagus. Seperti kamu ini. "
Samsu tidak lagi tertahan tawanya mendengar penuturan polos Jun.
Ia katakan di Jakarta, dulu sekali, banyak sawah, sekarang jadi perumahan, pabrik, perkantoran. Dulu juga hutan lebat sekali tapi sekarang jadi hutan beton.