Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bujukan Mengundi Nasib ke Jakarta

13 April 2024   07:22 Diperbarui: 13 April 2024   07:31 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tiga hari setelah lebaran, Jun hanya duduk termangu di dangau area persawahan yang terhampar luas. Puntung tembakau yang dilinting olehnya ada 10 biji di dekatnya, bekas Ia hisap.

Ia sejak pagi hanya duduk-duduk saja tanpa melakukan aktivitas taninya. 

Padahal kedua orang tuanya dan warga lain sedang memanen padi. Sementara hari sudah mendekati jam 10 pagi.

Seorang sahabatnya sudah memintanya untuk turun ke sawah tapi ia tidak pedulikan. 

Begitu juga orang tuanya sejak semalam selalu mengingatkan agar ia tidak terlalu memikirkan ajakan tetangga untuk pergi ke Jakarta.

Dari semalam orang tuanya sudah tau ketertarikan Jun atas keberhasilan anak tetangga itu yang merantau selama tiga tahun sejak tiga kali lebaran lalu.

Anak tetangga ini, yang sebaya dengan Jun, adalah Samsu namanya, sudah jadi kebanggaan orang tuanya.

Samsu ketika malam takbiran datang ke kampung sama sekali tidak membawa kardus atau karung sebagai oleh-oleh. 

Tapi satu minggu sebelum lebaran ia sudah kirimkan semua hadiah lebaran itu lewat ekspedisi. Juga transfer uang pada orang tuanya.

Samsu mengisahkan pada semua keluarga dan kerabat, saat tiba di kampung kemarin itu menyewa kendaraan plus sopirnya.

Katanya lagi, agar orang tua, dan adiknya bisa jalan-jalan ke tempat wisata. 

Namun begitu, semua keluarga dan kerabat tidak ada yang tau persis apa pekerjaan Samsu di Jakarta.

Saat berbincang di rumah orang tuanya Jun, Samsu berkisah suksesnya, yang mendengarnya pun ikut terpukau. Termasuk Jun.

Katanya di Jakarta serba mudah untuk mendapatkan uang. Mulai dari kencing, dan berak itu ada uangnya. Di trotoar jalan, juga ada tarifnya. Di atas got bisa didirikan lapak juga ada uangnya.

Di mana-mana bisa jadi uang asal kerja keras dan tahan banting dan tahan malu.

Kemudian Samsu juga bilang, di Jakarta untuk pergi kemanapun mudah. Transportasinya bagus, ada bus Trans Jakarta yang berhenti rutin di tiap halte, ada kereta cepat dalam kota, ada motor dan mobil online, pendek kata pergerakan apapun bisa sampai tujuan yang diinginkan.

Apalagi kata Samsu menambahkan, gedung-gedung tinggi berjajar seperti tanaman palawija, kantor-kantor yang selalu sibuk oleh lalu lalang pegawai seperti petani sedang menanam padi. Juga warung-warung makan atau restoran atau cafe yang tidak sepi pengunjung.

"Jakarta beda sekali dengan desa atau kabupaten kita, Jun. Majunya sudah tidak bisa didekati. Untuk sekedar mimpi pun barangkali tidak sampai. "

"Di sana masih ada sawah kan? " tanya Jun penasaran.

Samsu menahan tawa atas pertanyaan itu. Ia malah menjawab di Jakarta bukan cuma sawah yang ada, hutan pun banyak.

"Tuh kan berarti saya masih bisa mengolah sawah di sana. Jadi buruh saja asal upahnya bagus. Seperti kamu ini. "

Samsu tidak lagi tertahan tawanya mendengar penuturan polos Jun.
Ia katakan di Jakarta, dulu sekali, banyak sawah, sekarang jadi perumahan, pabrik, perkantoran. Dulu juga hutan lebat sekali tapi sekarang jadi hutan beton.

 "Gedung-gedung tinggi Jun. Gedung tinggi! "

Kedua mata Jun terperangah mendengar penuturan Samsu. Kata Jun menimpali, Orang-orang itu makan dari mana, padahal tidak ada sawah.

"Hasil sawah kita ini dikirim ke Jakarta, Jun, supaya mereka tetap selamat dan tidak kelaparan. Tapi beli, semua serba beli. Tidak ada yang gratis. Yang gratis cuma bernafas dan kentut. "

Dari cerita Samsu itu, pagi hingga Jelang siang Jun hanya melamun saja. Dan, dua hari kemudian ia direstui oleh orang tuanya untuk turuti ajakan Samsu.
________

Tiba di Jakarta saat dini hari. Kendaraan yang ditumpangi Jun,  Samsu, dan pengemudinya masuk ke sebuah rumah yang berpagar tinggi.

Jun terpana melihat kenyataan ini. Samsu anak tetangga di kampungnya  telah sukses dan menundukkan Jakarta. Hatinya mengagumi.

Ketika melangkah ke dalam rumah semua yang dilihat serba bagus. Namun ia sedikit terganggu tatkala tiga orang perempuan dan tiga lelaki ada di ruang tamu sedang bersenda gurau bebas seraya minuman keras beberapa botol ada di meja.

Sembari melangkah ragu, tepukan mendarat di bahu Jun oleh Samsu agar tidak memperdulikan mereka. 

Dan Samsu hanya melambaikan tangan, sekaligus mengedipkan mata kirinya pada kawan-kawannya  itu dan membawa Jun menempati kamarnya.

Di kamar Jun bertanya-tanya, apa yang dikerjakan oleh Samsu itu. Namun belum juga banyak yang terjawab, dan belum cukup juga istirahatnya, terdengar suara lantang dari balik luar pagar agar semua orang yang di dalam menyerah dan tidak melakukan perlawanan.

Ternyata Polisi datang secara cepat dan masuk, lalu menangkap dan menggeladah semua yang ada di dalam rumah.
 

Jun, menangis seketika. Takut, panik, dan tidak tau apa salahnya. Ia diborgol pula oleh polisi yang mendorong-dorong punggungnya keras untuk masuk ke dalam mobil. Tidak kurang lima mobil polisi terlihat olehnya.

Dini hari itu, di mobil polisi, Jun merasakan burung-burung emprit yang selalu menggodanya di sawah telah terbang menjauh dan seolah jijik melihat dirinya. Ia pun pingsan. Sebab perutnya masih keroncongan sejak tiba tadi.
______

Dari hasil penyidikan dan keterangan kawanan ini, termasuk Samsu. Jun rupanya akan diambil organ ginjalnya jam 8 esok pagi untuk diberikan pada pemesannya. Entah dengan cara operasi atau diambil paksa. 

Pihak kepolisian masih terus menyelidiki sindikat penjualan organ tubuh manusia.

Jun yang dijadikan target atau korban ini kemudian di antar kembali ke desanya hari itu juga oleh pihak kepolisian.

Ia selamat dan akhirnya tidak tertarik lagi dengan ajakan dan bujukan orang-orang untuk mengundi nasib di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun