Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Pertama

22 Januari 2023   20:04 Diperbarui: 22 Januari 2023   20:06 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Satu lukisan mirip cat air di dinding rumah kedua teman yang aku datangi tampak ganjil.

Warnanya hanya kelabu saja dan cendrung pudar. Keseluruhannya begitu. Ukurannya 50cmx30 cm, mirip papan tulis.

Di sudut kanan paling bawah di antara garis-garis tipis hanya ada angka tertera kecil yang tersembul seperti menandakan tanggal dibuatnya lukisan ini. Aku dekati angka itu 311286.

Aku pandangi sekali lagi dengan teliti sembari menggaruk-garuk kepala mencoba memahami. Barangkali saja ada goresan menyerupai langit, pohon, rumah, hujan, angin, topan, hewan. Tapi tidak ada.

Tidak ada yang serupa bentuk seperti lukisan umumnya selain warna kelabu yang tampak diarsir secara vertikal, diagonal dan horizontal. Itu pun tipis-tipis dan berjarak.

Mulai dari ujung kiri hingga kanan, dari atas ke bawah, nyerong bahkan di sudut kiri bagian atas tampak noktah serupa tanda titik.

"Oh aku temukan akhirnya. Titik ini yang bisa menjelaskan," pikirku.

Aku cari kemudian ke mana arah goresan tipis-tipis ini berlanjut yang berpijak pada titik itu. Tapi sayang tidak ada yang menjadikannya sebagai mula-mula untuk diteruskan membentuk sesuatu.

Aku pun hanya bertanya-tanya dalam hati. "Siapa yang melukisnya? Ada makna apa sehingga lukisan itu di pajang di dinding ruang tamu yang tampak ruang ini tertata apik dan tenang? Dari siapa temanku dapatkan lukisan ini yang ditempatkan secara terhormat di ruang tamunya?"

Sedang bertanya-tanya itu, temanku mendekat. Seperti ingin menjelaskan. Namun ia ragu hingga bicara soal yang lain dan ringan untuk mengalihkan tentang kunjunganku ini.

Akhirnya aku membiarkan saja semua yang menjadi keinginanku untuk sekadar tahu makna lukisan itu.

Hanya istrinya yang juga teman sekolahku dulu itu berbisik pelan sembari menghidangkan sajian ringan. Ia tak ragu membuka rahasia tentang lukisan itu yang tidak lagi mau ia simpan sepanjang hayat.

Katanya tersenyum, "itu lukisannya suamiku yang ia buat dulu sebagai kenangan abadi ketika patah hati olehmu di masa SMA. "

Mendengar itu aku pun terkejut. Tidak menyangka cinta pertamanya sedalam itu. Sementara temanku ini juga tersipu malu, di samping istrinya yang tertawa renyah. Kami terbahak akhirnya mengenang itu semua.

Suamiku tak lama kemudian menyusul ke ruang tamu usai melihat keasrian di halaman rumah pasangan temanku ini, sembari turut tertawa. Walau ia sendiri tidak mengetahui apa yang sedang menjadi isu di ruang tamu ini.

Kendati begitu kedua temanku itu masih tetap saja memajang lukisan warna kelabu itu walau kami sudah beranak cucu.
Entah apa yang ada di benak mereka. Namun bathinku berbisik , "aku tahu dan mereka masih mengenangkan. Aku memang cinta pertamanya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun