Saking terkenalnya sampai juga akhirnya Sinyo didatangi seorang pejabat kota. Ia datang padanya oleh karena frustasi. Banjir selalu menggenangi pemukiman di beberapa lokasi di wilayah tanggungjawabnya.
Bila musim penghujan selalu saja wilayahnya ditimpa musibah ini. Padahal pawang hujan yang sohor di kota ini sudah diterjunkan. Namun selalu gagal, dan total. Ia acapkali dicacimaki warganya.
Ia akhirnya borong toples-toples itu  taktersisa dari kamar sewa Sinyo. Sinyo untung, pejabat kota ini kelak buntung. Karena ia sudah dipandang warganya tidak waras lagi.Â
Bukannya di musim penghujan melakukan antisipasi banjir dengan kerja keras, justru toples-toples itu ia letakkan di pucuk semacam tugu yang ia buat di beberapa titik lokasi yang menjadi langganan banjir.
Katanya,"semoga air hujan tidak lagi menyebabkan banjir karena di dalam toples ini ada air hujan juga sebagai saudara sekandungnya yang dimuliakan."
Apa yang terjadi kemudian setelah hujan deras turun terus menerus belakangan ini?Justru tugu-tugu itu, sekaligus toplesnya menjadi korban banjir, dan tenggelam begitu saja.
Sementara Sinyo sudah pindah entah kemana dari kediaman sebelumnya dengan meraup omzet fantastis hasil penjualannya itu.
***
Di suatu kamar apartemen yang ia sewa, Sinyo seorang pelarian rumah sakit jiwa ini tertawa keras pada keajaiban toples-toplesnya itu. Apalagi toples berisi air hujan sampai laris manis diborong pejabat kota dengan harga yang menggiurkan.
Sinyo pun bingung dan linglung pada dirinya dengan kejadian itu. Ia membathin, dan bertanya dalam hati," saya yang sudah sembuh atau mereka yang sakit jiwa?"