Hukuman mati sudah tak asing lagi di telinga masyarakat, hampir semua orang tahu apa itu hukuman mati. Perlu kita pahami dulu bahwa selama ini Indonesia mengambil Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang lama atau KUHP peninggalan Belanda (Wetboek van Strafrecht) sebagai Aturan hukum yang berlaku.Â
Dimana dalam KUHP yang lama ini, hukuman mati memang tidak memiliki ketentuan khusus untuk diberi keringanan, atau lebih tepatnya, tidak memiliki mekanisme yang secara terang-terangan membuka ruang untuk penggantian jenis hukuman tersebut dalam proses peradilan biasa.
Lalu bagaimana Hukuman mati dalam KUHP terbaru yang diatur dalam Undang-undang nomor 1 Tahun 2023? Mari kita bahas sedikit, mumpung masih pagi dan sarapan saya masih hangat di atas meja.
Gambaran Umum Undang-Undang No 1 Tahun 2023
Undang-undang No 1 Tahun 2023 atau lebih dikenal dengan KUHP Baru akan berlaku mulai tahun depan. Jujur saja, saya pribadi dalam kapasitas sebagai penyuluh hukum merasakan bagaimana sosialisasinya masih terkesan belum optimal. Masih banyak masyarakat yang belum tahu apa saja yang berubah.
Karena jika membahas bagaimana penerapan hukum berdasarkan KUHP yang lama, tentu saja KUHP baru ini adalah hal baru yang bisa disalah artikan oleh masyarakat Indonesia. Faktanya, tingkat kesadaran hukum masyarakat Indonesia masih tidak sebaik di Eropa sana atau di Negara maju lainnya.
Latar Belakang Hadirnya KUHP Baru
Ada sejumlah hal yang melatarbelakangi lahirnya KUHP Baru di Indonesia antara lain :Â
- Dekolonialisasi yaitu upaya menghilangkan nuansa kolonial dalam substansi KUHP
- Demokratisasi yaitu Pendemokrasian rumusan pasal tindak pidana dalam KUHP sesuai Konstitusi (Pasal 28 J UUD 1945) & Pertimbangan Hukum dari Putusan MK;
- Konsolidasi dimana Penyusunan kembali ketentuan pidana dari KUHP lama dan sebagian UU Pidana di luar KUHP secara menyeluruh dengan Rekodifikasi (terbuka-terbatas);
- Harmonisasi Sebagai bentuk adaptasi & keselarasan dalam merespon perkembangan hukum terkini, tanpa mengesampingkan hukum yang hidup (living law);
- Modernisasi yaitu Filosofi memperhatikan aspek perbuatan, pelaku dan korban kejahatan (pemberatan dan peringanan pidana).
Secara garis besar, yang ingin saya sampaikan juga adalah arah penerapan hukum dengan KUHP terbaru ini tidak lagi semata-mata pola pembalasan (retributif), melainkan  digantikan dgn korektif (pembinaan dan pembimbingan agar pelaku menyesali kesalahannya), restoratif (pemilihan keadaan korban) dan rehabilitatif (yg ditujukan untuk pelaku dan korban).
Selain itu, pedoman penjatuhan pidana penjara diatur sedemikian rupa sehingga tidak berlaku lagi bagi sejumlah tindak pidana seperti :
a. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun atau kurang dari 5 tahun;
b. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus;