Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Para Korban Kecanduan Pornografi

29 Februari 2024   22:37 Diperbarui: 9 Mei 2024   07:39 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa konten obrolan tidak terduga sebelumnya? Kita tidak tahu persis apa yang terjadi. Cek per cek, ternyata ada sesuatu di luar jalur dan salah jalan oknum siswa sekolah menengah karena pengaruh lingkungan. 

Maaf pak! Ini bukan pengaruh pak kepala lingkungan. Yang sahih adalah pengaruh lingkungan jagat medsos atau situs internet.

Di hari yang sama, saya coba mengintip-intip apa konten berita onlen. Aha, sebuah japrikan hasil obrolan antara penjual video porno anak-anak dan oknum siswa lewat chat WA. Dari hasil intipan konten WA, jual beli video porno juga lewat telegram sudah dimiliki oleh siswa, anak sekolah menengah.

Setelah hilangnya kepuasan di luar kelas sekolah, penjualan video porno bak "pasar gelap" untuk membangkitkan kembali godaan siswa remaja di tingkat sekolah menengah atas. Sebuah kebangkitan seksual yang memalukan, yang perlu ditangani secara terpadu. Apa yang bisa sekolah nilai dari kecolongan pendidikan seks?

Bagi siswa yang terlibat dalam jual beli video porno tidak ada sangkut pautnya dengan pasar video porno, yang berseliweran di jagat maya atau medsos. Mereka anak remaja tidak mau tahu apa dampaknya. Yang siswa sekolah menengah sudah tersihir dan kecanduan di tingkat serius.

Sudah bukan batas yang harus dilarang bagi siswa sekolah menengah untuk mengenal siapa diri mereka sebenarnya. Mereka harus keluar dari kungkungan birahi ke arah hubungan seksual yang sah. 


Anak sekolah menengah yang sudah akil baligh perlu mengelola pembebanan hukuman untuk tidak terjerumus kedalam pelanggaran atau penyimpangan seksual.

Para guru sekolah dan orang tua siswa tidak perlu tergesa-gesa soal siapa yang memenangkan permainan video porno yang disenangi oleh siswa dalan kasus sekolah menengah. Makin dibebani bayangan permainan video porno, makin sulit menemukan jalan keluar bagi siswa yang berada pada taraf kecanduan. Apa alasannya?

Siswa atau mereka sebagai anak remaja membeli video porno dari penjual tidak pernah diketahui dari mana asal dan rujukannya. Ia muncul begitu saja, sekalipun video porno memerlukan segmen pasar yang betul-betul laris diterima oleh kalangan anak-anak remaja seusia siswa sekolah menengah atas, misalnya. Video porno mengundang rangsangan dan tantangan hingga taruhan tersendiri.

Apa rangsangannya bagi siswa sekolah menengah? Sekali melihat bagian-bagian organ seksual dari lawan jenisnya akan muncrat sampai di ubun-ubun. Proses rangsangan seksual siswa sekolah menengah saat menyimak film atau video porno serupa dengan orang dewasa. 

Tidak ada lagi batas antara remaja dan orang tua atau usia dewasa dalam menjelajahi tubuh yang dulunya larangan menjadi sesuatu wujud alamiah yang terseksualkan. Apalagi siswa sekolah sudah nonton video porno sebagai sesuatu yang alamiah di balik hasrat seksualnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun