Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fantasi atas Politik Kuasa

17 Januari 2023   09:05 Diperbarui: 5 Juni 2023   12:29 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal serupa juga terjadi untuk menandakan masuknya diskursus politik tentang fantasi dalam koalisi. Sebaliknya, tidak melibatkan sama sekali fantasi dalam menggolkan siapa yang menjadi capres. Parpol yang memberi tiket pada kandidat untuk bertarung dalam pilpres, misalnya itu sudah ada dalam fantasi mereka.

Kita mungkin masih perlu ditekankan, jika fantasi berbeda dengan visi dan mimpi dengan kepentingan politik yang melekat didalamnya. 

Suatu hal yang masih perlu dijelaskan, bahwa fantasi tidak bisa dilepaskan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam sekejap. Mekanisme politik bekerja sesuai aliran produksi hasrat melebihi fantasi tentang lingkaran putih yang mengelilingi titik gelap.

Di sela-sela waktu, seseorang tidak hanya cukup berpikir rumit mengenai kenyataan yang mengelilinginya. 

Sekali-kali, Anda menikmati kehidupan normal dengan fantasi. Seseorang ingin memiliki rumah megah berhadapan dengan pantai yang eksotis. Begitu pula dalam politik, maka fantasi merupakan salah satu penyalurannya.

Bagi kandidat yang dijagokan oleh parpol tertentu untuk bertarung dalam pilpres ternyata "banjir dukungan" dari berbagai kalangan. Parpol yang baru lolos menjadi peserta pemilu 2024 pun tidak ingin ketinggalan untuk mencalonkan capres dan cawapres. Saya kira, gejala seperti itu masih melibatkan fantasi bersama hasrat, paling tidak tersalurkan kepentingannya dalam  pemilu. Mereka mungkin tidak berfantasi mengenai gedung-gedung yang menjulang tinggi dengan gaya arsitektur modern melumat bangunan lain di bagian bawahnya. Karena itu, parpol yang sudah mapan dan 'pendatang baru' sama saja tidak ingin terjebak dalam fantasi kosong.

Wajarlah, tidak ada kenikmatan dinantikan parpol tatkala mencapai kesepakatan politik, yaitu paket capres dan cawapres melalui fantasi. 

Ia melebihi fantasi terhadap busana seragam, sistem layanan, dan sistem pelaporan kegiatan serba siap saji.

Fantasi sang politis ingin melanjutkan debut politiknya ke jenjang yang lebih tinggi dengan berprestasi moncer. Dari satu periode hingga periode berikutnya, mereka berfantasi agar lebih memperjuangkan nasib orang-orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya. Mereka tidak ingin menikmati keringat dan dahi berkerut tanpa hasil apa-apa. Dalam fantasi, sang politisi tidak ingin mematungi koalisi. Mereka bergerak dengan fantasi. Setelah diskursus membantu politisi melihat realitas politik, maka fantasi yang memberi mereka petualangan politik.

Di pihak lain, kita tidak tahu apakah fantasi terlibat dalam pembentukan koalisi. Cuma ada sedikit serempet fantasi koalisi semakin kuat atau malah bubar jalan. Yang lucu, jika parpol atau koalisi kandas di tengah jalan, sudah tidak ada juga kata bulat siapa capres dan cawapres yang diusungnya. Lebih patut dikatakan, baik Prabowo, Ganjar, Anies, Puan hingga nama-nama yang digadang-gadang menjadi cawapres tidak rela terjatuh dalam fantasi kosong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun