Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Dari Wujud Spiritual ke Wujud Seksual

4 November 2022   17:55 Diperbarui: 5 Juni 2023   12:21 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wujud Spiritual yang Terseksualkan (Sumber gambar: amazon.com)

Persfektif manusia Barat dan Timur dalam kehidupan spiritual dan seksual bukan pertama kali menolak, bahwa diri mereka tercermin bagai dalam ‘biologi’ secara politis. 

Bukanlah pada kenyataan yang dibuat-buat, seakan-akan mereka mengarungi hidup dan kehidupan dipancarkan olej energi spiritual dan menyerap seksual agar saling memisahkan dan menjalin kembali antara satu sama lain. Keduanya akan terpenuhi dari masa ke masa dengan takdir kematian, sekalipun ditantangnya sebagai prasyarat untuk menerobos dan mewaspadai setiap wilayah pengendalian pengetahuan atau kuasa. 

Lantas, kuasa negara tidak mengurusi kehidupan karena ia dibumbuhi dan melekat padanya suatu hasrat seksual secara ‘non institusional’ yang membuatnya saling menopang antara satu dengan lainnya. 

Ia bukanlah perintah untuk menggambarkan, bahwa hanya kehidupan perlu didandani dan diluapi oleh nafsu melalui tatanan hidup yang menyentuh tubuh ‘yang terinstitusionalkan’.

Lebih lanjut, kehidupan seksual bukanlah simbol dan tanda, sasaran dan tujuan, melainkan kuasa melalui produktifitas dan afirmasi, sehingga hidup, pengetahuan, dan disiplin seksual itu sendiri tidak di pihak norma dan peraturan yang bersifat represif. 

Pergerakan teknologi baru akan menciptakan jaringan baru. Disiplin seksual dibentuk oleh diskursus melalui tubuh tidak berada pada pihak hukum, pelanggaran, simbol, dan pengakuan.

 Karena itu, tubuh menjadi pengantar keintiman dan kenikmatan seksual dalam kehidupan. Pertukaran dan perpindahan kenikmatan bukan disaat pudar atau sekaratnya spiritualitas, lantas begitu saja diarahkan dan diambil-alih oleh kehidupan seksual. 

Dalam kehidupan nyata, wujud spiritual yang terseksualkan menerobos ritus mata rantai produser-kuasa-modal juga semakin nyata di depan mata membuat energi seksual tidak mengenal usia anak-anak dan dewasa.

Begitulah yang terjadi, paradoks kehidupan pribadi, keluarga dan jaringan sosial, dimana pelatihan spiritual menanggulangi tindakan pelecehan atau kekerasan seksual yang intensitasnya di hari-hari terakhir semakin nampak biasa-biasa saja. Melubernya kekerasan seksual dan wujud seksual dalam citra virtual begitu sulit diinterupsi yang tergiring dalam citra virtual. 

Sebaliknya, penyaluran hasrat 

seksual secara sehat, tepat dan terinstitusionalkan akan mencairkan kekeringan spiritual sebelum dan setelah sekarat mendekatinya. Sasaran dan tujuan kehidupan spiritual tidak dapat dipisahkan hasrat dalam kehidupan seksual selanjutnya. Lain halnya, “Aku” ada dalam “Aku berhasrat seksual”, bukan “Aku ada dalam “Aku berpikir”. Dalam Cogito Cartesian, ada kehidupan yang tidak jauh dari wujud abstrak melalui energi spiritual, tetapi pencapaian disiplin, orientasi dan dorongan kehidupan memihak pada jenis kehidupan seksual yang lebih cair dan kreatif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun