Mohon tunggu...
Erik nugroho
Erik nugroho Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Belum bekerja

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pembaruan Hukum Perdata Islam

18 Maret 2024   23:25 Diperbarui: 19 Maret 2024   00:01 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

   Kewenangan memberikan hukuman ganti rugi didasari atas asas kaidah fikih ) bahwa segala bentuk kerugian itu harus dihilangkan dengan cara dilakukan penggantian atas kerugian itu sesuai dengan kadar kerugian yang diderita tanpa adanya tambahan (bunga), hal ini didasari atas asas( ) bahwa sesuatu yang dibolehkan untuk diperoleh karena suatu tindakan yang merugikan, hanya diukur kebolehannya itu sebatas kadar kerugian semata.

5. Pembatalan (Fasakh) Akad dan Pemulihan Hak

  Aspek kewenangan membatalkan (fasakh) suatu akad yang terbukti tidak sempurna syarat rukunnya atas dasar adanya sengketa antara para pihak terkait keabsahan akad yang telah dibuat, berikut kewenangan untuk memulihkan keadaan para pihak kaitannya dengan hak dan kewajiban yang telah telanjur terjadi. 

   Selain atas dasar permasalahan keabsahan akad meliputi rukun dan syaratnya, kewenangan membatalkan akad (fasakh) juga berlaku dalam konteks salah satu pihak tidak melakukan akad (seperti alasan wanprestasi). Memang, dalam konteks hukum Islam era klasik, fasakh akad tidak bisa dilakukan dalam kasus salah satu pihak tidak melaksanakan akad, sehingga yang bisa dilakukan adalah tetap menuntutnya untuk melasanakan isi akad, jika menolak, maka akad dilaksanakan secara paksa terhadap kekayaannya melalui otoritas hakim. Namun di era hukum Islam kontemporer, seperti pandangan yang dikemukakan al Jammal, bahwa memberikan kewenanangan kepada pengadilan untuk memfasakh akad atas dasar permintaan salah satu pihak karena pihak mitranya tidak melaksanakan akad, tidaklah melanggar asas-asas hukum Islam. Hal ini karena dalam hukum Islam mengakui bolehnya menahan hak (hagg al habs) dalam situasi pihak lain tidak melaksanakan kewajibannya. Pandangan hukum Islam kontemporer ini sudah diakui keberlakuannya dalam KUH Perdata di beberapa negara Islam, seperti KUH Perdata Irak (Pasal 177), dan KUH Perdata Yordania (Pasal 246). Ketentuan tersebut pokoknya,... terhadap pibak yang tidak melaksanakan akad, maka pihak lain setelah memberikan peringatan, dapat meminta fasakh beserta ganti rugi jika ada alasan untuk isu, meski demikian pengadilan dapat memberikan penangguhan hingga waktu tertentu kepada debitur, dapat pula menolak permintaan fasakh, jika yang belum dilaksanakan oleh debitur, lebih kecil dari keseluruhan isi akad. Menurut hemat penulis, bahwa keadaan yang pihak tidak melaksanakan isi akadnya, sesungguhnya telah melanggar hampir seluruh asas akad. Sikap tidak melaksanakan isi akad, melanggar asas keseimbangan bahwa satu sama lain seharusnya saling melaksanakan kewajiban dan memperoleh hak secara timbal balik. Melanggar pula asas saling ridha (konsensualisme), asas amanah, asas kemaslahatan dan kemanfaatan, bahkan asas ketuhanan, yang seharusnya ada dalam akad, pelanggaran itu telah menimbulkan kerugian di pihak lain yang pada akhirnya mengabaikan nilai-nilai luhur ketuhanan sebagai pondasi utama sebuah akad. Karenanya cukup alasan untuk memberikan legalitas pembatalan akad melalui otoritas pengadilan, sebab secara substansial akad yang dibuat sudah tidak lagi mencerminkan suatu bentuk nash syariah yang dikehendaki dalam hukum Islam. Pandangan hukum Islam era kontemporer itu pun telah sejalan dengan yang diatur dalam Pasal 38 huruf b Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, bahwa salah satu sanksi yang dapat dijatuhkan dalam kasus ingkar janji, adalah pembatalan akad.

   Peradilan agama berwenang untuk membatalkan sebuah akad yang kurang syarat rukunnya, didasari atas kemutlakan kewenangan peradilan menyelesaikan segala bentuk sengketa di bidang perbankan syariah, termasuk sengketa keabsahan akad diikuti dengan kewenangan membatalkan akad dan memulihkan keadaan para pihak sebagaimana diatur dalam KHES dan KUHPer.

6. Penyelesaian Sengketa Perbuatan Melawan Hukum


   Bisa dikatakan aspek kewenangan peradilan agama dalam penyelesaian gugatan perbuatan melawan hukum atau al fi'lu al dhaarr's bukanlah bentuk sengketa yang utama jika dikaitkan denganakad perbankan syariah sebagai alas haknya. Sebab perbuatan melawan hukum merupakan jenis sengketa keperdataan yang muncul atas dasar perikatan yang bersumber dari undang-undang, bukan bersumber dari perikatan perjanjian atau akad. Perbuatan melawan hukum yang alas haknya akad, akan menimbulkan gugatan wanprestasi seperti sudah dijelaskan sebelumnya. Adapun gugatan perbuatan melawan hukum (al fi'lu al dhaarr) dapat terjadi antara lain berupa perkara gugatan perbuatan melawan hukum yang terjadi antara pihak di luar akad dan pihak-pihak pembuat akad, yang muncul bukan atas dasar akad, melainkan atas dasar adanya tindakan yang merugikan yang dilakukan bank dan/atau nasabah terhadap pihak di luar akad terkait pelaksanaan isi akad mereka, yang melanggar undang-undang, atau kesusilaan, atau norma tata tertib dalam masyarakat. Jadi hubungan hukum antara pihak ketiga dan bank-nasabah bukan hubungan yang lahir atas adanya akad, melainkan adanya undang-undang. Misalnya gugatan pihak ketiga terhadap bank dan nasabah, sebab adanya tindakan bank dan nasabah yang melakukan muzara'ah atau musaqah atau mudharabah yang terkait dengan penggunaan haknya secara melawan hukum.

   Menurut Dewi Nurul Musjtari, ada beberapa bentuk pelanggaran yang berkaitan dengan akad pembiayaan (mudharabah, murabahah, musyarakah), yang dapat dimasukkan ke dalam kategori perbuatan melawan hukum, baik dari sisi nasabah maupun dari sisi bank syariah, yaitu: 

a. Dari sisi nasabah:

nasabah melarikan diri setelah penarikan pembiayaan;

nasabah memalsukan tanda tangan, surat resmi, memalsukan catatan pembukuan;

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun