Jakarta (24/8) -- Di tengah derasnya arus digital yang memengaruhi cara berpikir, berinteraksi, dan bertindak masyarakat, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) kembali menegaskan pentingnya penguatan nilai kebangsaan. Hal ini disampaikan Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, saat membuka Sekolah Virtual Kebangsaan (SVK) II yang digelar di Grand Ballroom Minhajurrosyidin, Jakarta, Sabtu (23/8).
Acara akbar yang berlangsung secara hybrid ini diikuti oleh belasan ribu warga LDII dari berbagai penjuru tanah air, mulai dari Aceh hingga Papua. Kehadiran ribuan peserta tersebut menunjukkan betapa besar antusiasme masyarakat, khususnya generasi muda, untuk kembali meneguhkan semangat nasionalisme di era serba digital.
Ancaman Digital, Perang Tanpa Senjata
Dalam sambutannya, KH Chriswanto menyoroti pengaruh algoritma media sosial yang mampu membentuk opini publik bahkan memicu polarisasi di masyarakat.
"Di dunia digital, algoritma sangat berpengaruh. Apa yang kita pikirkan, itulah yang akan muncul kembali di layar kita. Input dari digital begitu banyak, tapi tidak ada filter. Inilah yang disebut proxy war, sebuah perang tanpa senjata," ungkapnya.
Menurutnya, saat ini Indonesia bukan hanya menghadapi ancaman perang fisik, melainkan juga perang digital yang lebih kompleks dan mengkhawatirkan. Arus informasi yang tidak tersaring, ujaran kebencian, serta provokasi di ruang maya bisa menjadi bara yang memicu perpecahan bangsa.
Kebinekaan, Anugerah sekaligus Tantangan
Lebih jauh, Chriswanto menegaskan bahwa keberagaman bangsa Indonesia adalah kekuatan yang harus dijaga, sekaligus kerentanan bila tidak diikat oleh fondasi kebangsaan yang kokoh.
"Keberagaman seperti suku, pulau, bahasa, dan agama adalah kekuatan, tetapi sekaligus kerentanan. Kita bisa belajar dari Timur Tengah, satu bahasa saja bisa terpecah menjadi 24 negara. Indonesia jauh lebih beragam, sehingga kita lebih rentan bila tidak ada fondasi kebangsaan yang kuat," ujarnya.
Dalam konteks ini, Pancasila hadir sebagai anugerah terbesar bagi bangsa Indonesia. "Pancasila adalah titik temu dari berbagai kepentingan, identitas, dan latar belakang. Tegaknya kebangsaan merupakan tanggung jawab kita bersama," tegasnya.
Kebangkitan Nasional 2.0
KH Chriswanto juga menekankan bahwa kebangkitan nasional di era modern tidak lagi sekadar ditentukan oleh kekuatan militer atau ekonomi, melainkan juga oleh kemampuan bangsa bertahan menghadapi gempuran informasi global.
"Kebangkitan nasional 2.0 hanya bisa terwujud bila kita benar-benar memahami dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa itu, Indonesia bisa terseret arus perpecahan," imbuhnya.
SVK II: Ruang Belajar Kebangsaan di Era Digital
Program Sekolah Virtual Kebangsaan II menjadi jawaban atas tantangan tersebut. Dengan menghadirkan materi yang relevan, SVK II dirancang khusus untuk memperkuat pemahaman Pancasila di kalangan generasi muda, sekaligus membekali mereka agar lebih kritis dan bijak dalam menyikapi banjir informasi digital.
"Melalui SVK II, kami berharap generasi muda LDII dan masyarakat luas bisa lebih memahami arti penting Pancasila, serta menjadikannya benteng persatuan di tengah derasnya arus globalisasi," pungkas KH Chriswanto.
Dengan semangat ini, LDII berkomitmen untuk terus melahirkan generasi bangsa yang cinta tanah air, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan era digital tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia. (ramdanisyaif)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI