Puisi : Edy PriyatnaÂ
Tinggal waktu naik setelah turun tersedia. Begitu saatnya sang kelana kembali pulang. Kembali balik sesampainya dijalan tersekat. Engkau menengadah keatas kebebalan putusan. Mitraku lihatlah tanda jasa langit. Udara nan terus membiru kegubuknya. Mendongak dan lihatlah tokoh nasib hidup. Berdiam diangkasa alam dirgantara. Peruntungan bintang hidup dibumi. Saudaralah itu sawang langit cuaca.
Tanah menua dan hembusan anginmu. Sepotong setengah fana kembali kuketuk. Alam angkasa tanganmu padaku meraba jiwa. Belantara mega pucat begitu reda hujan. Rembulan bergerak perlahan pada untaian. Awan kabut sinar hilang dan menyatu. Lalang tumbuh kerontang menitis. Merupakan perdu menjadi pohon pangkal. Hilang hayat menitis pada satwa menjelma. Menjelma berprofesi orang lalu di tempa api aktif.
Tulang kerangkapun pasti remuk. Serta nan ruh malang pasti lumat pulas. Berlanjut ingat akan gubuknya jauh. Tamat mengenang dirinya sendiri rindu rasa. Jika telunjukmu sudah memerah. Rampung menjadi penuntun kesempurnaan. Terbenam saatnya merasa puas. Merah jingga mambang kuning lembayung. Datang tibalah saatnya menghadap. Sebagai orang menjadi siap bintang.
(Pondok Petir, 30 Agustus 2019)