Mohon tunggu...
Enik Rusmiati
Enik Rusmiati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Yang membedakan kita hari ini dengan satu tahun yang akan datang adalah buku-buku yang kita baca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berhentilah Mencaci, Mulailah Berbesar Hati

21 Agustus 2019   15:14 Diperbarui: 21 Agustus 2019   15:27 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
manado.tribunnews.com

Miris, rasanya seperti patah hati mendengar dan melihat tayangan kerusuhan di beberapa media sosial. Belum selesai kasus 22 Mei 2019, belum terganti kerugian materi, fisik maupun mental korban dari orang-orang yang menganggap dirinya selalu benar. Disusul kerusuhan di Papua Barat, yang selain menghangus berenguskan fasilitas umum juga korban jiwa yang tidak sedikit.

Ironis memang, kalau kita kaji bahwa bangsa Indonesia ini dikenal dengan Negeri Timur yang mengagungkan kebudayaan yang indah, ajaran kelembutan dan kasih sayang. Lambang Negara Indonesia dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka yang berarti beragam atau beraneka, tunggal yang artinya satu, dan ika yang berarti itu. Secara harfiah diartikan menjadi beraneka satu itu yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap satu kesatuan.

Selanjutnya dalam butir-butir Pancasila, juga bermakna kerukunan, saling menghormati,  menjalin persatuan dan kesatuan. Bahkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila Pancasila ini selalu diberikan pada saat kita di pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.

Masyarakat Indonesia juga menganut enam keragaman beragama, Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Ajaran dari enam agama tersebut tidak satupun yang mengajarkan pertengkaran, saling mencaci, menghina, merusak, apalagi saling membunuh. Semua kitab agama yang dianut mengajarkan tentang kerukunan, saling menghormati dan saling menyanyangi.

Selain itu masyarakat Indonesia juga dikenal sebagai masyarakat yang ramah di mata dunia, sebagai bangsa yang santun. Hal itu tercermin dari cara bermasyarakat, suka tersenyum, senang bergotong royong, senang berinteraksi dengan orang lain, meskipun itu orang yang baru dikenalnya dan senantiasa bersikap sopan.

Lalu, dengan kearifan dan budaya yang begitu indah, mengapa masih muncul perbedaan pendapat yang berujung sampai perusakan dan pembunuhan? Jawabnya hanya satu yaitu karena masyarakat kita masih gampang marah. Berikut 4 hal yang membuat seseorang mudah marah:

1. Pengaruh Alkohol

Mengonsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan seseorang hilang  kesadaran dan tidak terkendali. Saat kondisi seperti ini, maka akan sulit mengotrol emosi. Bila seseorang sudah tidak mampu mengontrol perasaannya, maka yang terjadi bila mengambil keputusan, akal dan hati bukan lagi menjadi pertimbangan. Melainkan nafsu kesenangan sesaat saja yang muncul. Maka jauhilah alkohol selain untuk kepentingan tertentu yang memang sangat diperlukan1. 

2. Harapan tidak Sesuai dengan Kenyataan

Sulit memang menerima takdir bahwa apa yang kita harapkan itu tidak sesuai dengan kenyataan. Kalau tidak bisa menyadari dengan kesadaran sepenuhnya, yang muncul adalah selalu menyalahkan orang lain. Selalu berprasangka buruk bahwa garis hidup yang menimpa itu karena perbuatan orang lain.

3. Depresi

Depresi adalah kondisi yang digambarkan sebagai suatu kelainan mood yang menyebabkan perasaan sedih dan hilang minat yang menetap. Depresi bisa memengaruhi perasaan, cara berpikir dan berperilaku, serta dapat membuat seseorang memiliki berbagai masalah emosi dan fisik. Sehingga keadaan ini memicu seseorang untuk mudah marah. Bila keadaan ini menimpa kita, segeralah mencari aktivitas lain yang positif.

4. Diabaikan

Merasa diabaikan memang sangat tidak nyaman, apalagi keadaan sebelumnya sangat dibutuhkan. Bila seseorang yang mengalami kondisi ini tidak bisa mencari dengan pemikiran yang logis, penyebab tidak diabaikannya, maka bisa memicu kemarahan. Menyalahkan lingkungan sekitarnya.  

Lalu bagaimana cara kita mengendalikan amarah yang menguasai jiwa kita? Yaitu dengan cara menghadirkan Tuhan di hati kita, kapan saja, di mana saja. Lakukan apa yang Tuhan sukai dan tinggalkan yang Tuhan tidak suka. Sebenarnya semua manusia itu bila mau merenung pasti menyakini bahwa Tuhan lah segala-galanya dalam dalam perjalanan hidup kita.

Misalnya, ketika kita terdampar di tengah pulau yang terpencil. Tidak ada satu orang pun di pulau tersebut. Pastilah Tuhan yang di sebut-sebut setiap saat, pastilah Tuhannya yang dimintai pertolongan. Namun terkadang seringkali kita itu menduakan Tuhan kita, dan menomor satukan kepentingan dunia dari segala-galanya.

Jika kita sudah mampu menghadirkan Tuhan dalam setiap langkah kita, maka tidak akan lagi kemarahan dan kebencian, karena itu semua sifat yang dibenci oleh Tuhan. Maka yang ada hanyalah saling memaafkan dan saling memahami dan menyadari bahwa semua itu adalah kehendak Tuhan dengan segala hikmah yang mengikutinya. Tidak ada suatu persoalan tanpa ilmu yang mengiringinya.

Ayo, berhentilah mencaci, mulailah berbesar hati. Jangan marah, jadilah pemurah. Kita semua bersaudara. Bangsa Indonesia masih membutuhkan generasi-generasi yang pemaaf.

Blitar, 21 Agustus 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun