Rencana Pembangunan Pulau Owi sebagai salah satu Destinasi, dan Maskot Pariwisata di Kawasan Teluk Cenderawasih dan Wilayah Tanah Papua. Bila direalisasikan, akan menjadi berkat yang luar biasa, khususnya bagi masyarakat pemilik dan penghuni Pulau Owi.
Tetapi apakah rencana ini sudah dijelaskan secara baik, termasuk rencana zonasinya (seperti yang dipaparkan disertai gambar dan keterangannya pada halaman 139 -141). Apa yang disampaikan oleh menteri kepada masyarakat Owi, saat kunjugan kerjanya pada 26 Juli 2008 (hal. 146 -- 156)? Â Â
Saya pertanyakan hal ini karena kenyataan pembangunan yang sempat dilakukan untuk tujuan pariwisata, jauh dari harapan. Sama sekali tidak menggambarkan suatu pembangunan yang terrencana dan menyeluruh. Hanya ada beberapa rumah dengan model ramah bencana, dan pembangunan pelabuhan laut tahap I.Â
Jika sesuai zonasinya, maka tentunya pembangunan pelabuhan, yang dalam gambar zonasi ada pada keterangan nomor lima (05), akan dibangun tepat di bekas pelabuhan yang dibangun Pasukan Zeni Tempur Sekutu pada tahun 1944.
Tetapi yang sempat dibangun pada tahun 2010 oleh PT. Manunggal Pratama Mandiri, dan mangkrak sampai sekarang, justru berada diluar dari lokasi bekas pelabuhan Sekutu. Pelabuhan itu dibangun justru di tempat yang salah, karena berada di daerah berombak, diluar dari teluk yang dalam sebagai tempat teduh untuk kapal yang berlabuh.
Mengapa bisa seperti itu? Karena tidak ada kesepakatan tentang pembangunan pelabuhan di lokasi yang sebenarnya. Keluarga pemilik tanah atau lokasi tidak menerima pembangunan pelabuhan, karena tidak ada kesepakatan dalam bentuk apapaun dengan mereka dan masyarakat Owi secara umum.
Yang saya mau bilang adalah, rencana pembangunan Pulau Owi sebagai maskot pariwisata, jika tidak dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat adat Owi dari awal secara arif, bijaksana, terbuka dan jujur, maka prosesnya tidak akan berjalan mulus. Bahkan tidak akan berhasil, seperti yang telah terjadi.
Pembangunan pelabuhan itu merupakan program Kementrian Perhubungan, yang dilaksanakan oleh Dirjen Perhubungan Laut melalui Kantor Administrasi Pelabuhan Kelas II Biak. Tentu itu merupakan Kebijakan Freddy Numberi yang waktu itu sudah menjabat menteri perhubungan.
Jadi keberadaan pelabuhan itu juga masih menjadi tanda tanya. Apakah untuk kepentingan pariwisata seperti konsep zonasi dalam buku ini, ataukah untuk kepentingan lain? Karena Freddy Numberi ketika datang ke Pulau Owi setelah menjabat menteri perhubungan, beliau tidak bicara lagi tentang pariwisata, tetapi tentang rencana pembangunan Sekolah Penerbangan.
Kesalahan pembangunan itu juga diakibatkan oleh oknum-oknum orang Owi sendiri yang hanya berfikir untuk kepentingan pribadi. Sehingga mengatasnamakan marga tertentu dan masyarakat Owi secara umum untuk menunjuk lokasi pelabuhan yang salah. Tetapi juga kepolosan sebagian orang Owi yang menerima apa adanya tanpa berpikir panjang. Yang ada dalam pikiran mereka yang penting ada pekerjaan dan ada uang.
Tentu itu masalah. Karena pembangunan itu dilakukan tidak melalui tahapan yang baik. Dan tidak pada tempatnya sesuai rencana zonasi yang ada. Sehingga merusak masterplan pembangunan wisata di Pulau Owi. Â Pembangunan yang salah itu justru merugikan negara, jika harus dibangun ulang sesuai rencana zonasi.