Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Tak Bisa Diam? Ini Cara Mengatasinya

10 April 2016   11:03 Diperbarui: 10 April 2016   11:09 2940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Memiliki anak yang dianggap ‘biang masalah’, tentu bukan kemauan para orang tua. Bagaimana pun anak adalah amanah dari Sang Pencipta untuk dijaga dan dilindungi. 

Dalam Seminar Hypnotherapy for Children yang saya bawakan di Hotel Grand Sawit Samarinda (9/4), ada orang tua yang bertanya bagaimana mengatasi anaknya yang tidak bisa diam? Guru kerap menganggap siswa jenis ini hanya akan mengganggu dan sulit mengikuti pelajaran di sekolah. Tapi anehnya, kenapa ketika bermain game anak bisa fokus? Lantas benarkah anak tidak bisa fokus?

Melihat kenyataan tersebut, hendaknya orang tua dan guru tidak buru-buru memberi label ‘hiperaktif’ atau ‘sulit konsentrasi’ pada anak. Sebab jika label ini terlanjur diberikan, maka program ‘sulit konsentrasi’ ini akan diterima dengan mudah oleh pikiran bawah sadar anak.

Anak ‘tidak bisa diam’ ini biasanya juga memiliki self esteem (harga diri) rendah, karena dia merasa sering dimarahi, ditegur, dan dibanding - bandingkan dengan saudara atau anak lain yang lebih berhasil di sekolah atau yang lebih manis perangainya. Dengan begitu, hentikan kebiasaan sering membanding-bandingkan ini, agar harga dirinya tidak semakin terpuruk.

Salah satu penyebab anak sulit konsentrasi, dan ini jarang disadari orangtua, adalah karena anak merasa cemas atau takut. Anak sendiri tidak tahu bahwa ia cemas atau takut karena memang masih terlalu kecil untuk memahami hal ini. Saat anak cemas atau takut, ia mengalami tidak bisa fokus.

Cemas pada anak juga bisa terjadi akibat proses tumbuhkembang yang tidak kondusif. Misalnya, anak tumbuh dalam keluarga yang tidak harmonis, orangtua sering ribut, anak sering ditinggal atau diabaikan. Selain itu juga jarang diajak bicara, anak sering dipukul, bahkan tidak pernah atau jarang diberikan sentuhan, serta jarang diberi kasih sayang. Kurangnya kasih sayang ini membuat anak merasa cemas dan ini terlihat dalam perilakunya.

Anak juga bisa merasa cemas dan takut karena kondisi di sekolah. Penyebabnya bisa berasal dari guru, teman kelas, akibat bully, atau karena tidak menguasai materi pelajaran. Untuk mengatasi hal ini tentunya perasaan cemas atau takut dalam diri anak perlu dinetralisir.

Selanjutnya anak perlu mendapatkan rasa aman, perhatian, dukungan, kasih sayang, dan cinta. Bila anak merasa dicintai, sering diberi sentuhan kasih sayang secara fisik, maka otaknya akan menghasilkan hormon oksitosin yang sangat baik untuk membantu perkembangan diri anak serta merasa lebih nyaman.

Satu informasi bagus untuk para ibu yang sedang hamil. Usahakan untuk melahirkan secara normal. Saat proses persalinan normal tubuh ibu akan mengalami semburan oksitosin, yang tentu akan masuk juga ke tubuh anak dan memberi pengaruh positif. Hal ini tidak terjadi dalam persalinan dengan operasi. 

Dalam seminar tersebut beberapa kali saya sampaikan, hal yang paling dibutuhkan anak adalah rasa aman. Bila rasa aman ini tidak ia dapatkan, maka pasti timbul rasa cemas. Kecemasan anak bisa berawal sejak dalam kandungan ibu. Saat ibu mengandung dan mengalami berbagai emosi negatif, misal marah, cemas, takut, kecewa, sedih, terluka, atau perasaan negatif lain, tubuh ibu menghasilkan hormon stres. Hormon stres ini juga masuk ke dalam tubuh anak dan memengaruhi perkembangan otak anak yang berfungsi untuk kendali diri dan konsentrasi.

Cemas anak juga bisa berasal dari orangtua, terutama ibu. Bila ibu sering merasa cemas, sering menceritakan perasaan cemasnya pada si anak, sering melarang, ini tidak boleh, itu tidak boleh, atau anak melihat perilaku atau bahasa tubuh ibu yang menunjukkan kecemasan, disadari atau tidak, kecemasan ini juga masuk ke dalam diri anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun