Pendidikan dan disiplin Buya, dari tindak-tanduk dan marahnya, menjadi modal saya untuk mendirikan pesantren di Kadungora Garut, dan karena saya alumni Ma'hadiyah, maka saya mendirikan pesantren salaf yang saya namai "Pondok Pesantren Asy-Syukuriyah" dan memiliki santri 350 orang serta majlis ta'lim. Alhamdulillah...
(Tatang Sam'un Al-Ghazy; alumni Ma'hadiyah generasi awal)
Prof. Chaerul Rochman:
Bismillahirahmanirrahim.
Ketokohan, Kelembutan serta dukungan ketauladan Buya, Â (Drs. KH. Saeful Azhar) dan Umi Saja'ah sangat mempengaruhi perjuangan kehidupan semua santri termasuk saya. Mereka mempengaruhi pada semua tahapan kehidupan sampai saat ini. Seperti garpu tala yang memberikan resonansi kepada semua benda di sekitarnya. Bagai warna-warna cahaya makna yang memiliki spectrum yang sangat lebar, sehingga tak ada seorangpun yang luput dari berkas cahaya dengan panjang gelombang dan frekuensi yang penuh manfaat. Tahapan manfaat yang dirasakan adalah:
Tahap ketika dan menjelang keluar dari Pondok Pesanten Al-Basyariyah (1983-1988)
Saat itu, waktu dan tenaga dimanfaatkan untuk membekali diri dengan menyimak kitab, ritme kehidupan, mengajar Matematika dan Fisika  (IPA). Selain itu, Buya dan Ummi menugasi saya menjadi tim verifitasi  dan menghitung jumlah jam mengajar dan menentukan honor para guru Al-Basyariyah. Kadang-kadang mewakili Al-Basyariyah untuk mengikuti rapat-rapat di IGTK atau KKM, dll. (biasanya bersama Ust. Endang Noor Rachmat).Â
Berkaitan dengan kuliah, skrispsi disusun full dilakukan selama di pondok hingga selesai menjadi sebuah hasil penelitian dan menjadi sebuah skripsi. Sehingga pada tahun 1987, luluslah kuliah di Prodi Pendidikan Fisika IKIP Bandung (sekarang UPI) dan memperoleh gelar sarjana Doktorandus (Drs).Â
Aktivitas luar pun tetap dilakukan, yaitu dengan mengajar di beberapa sekolah seperti SMA BPI 1 pagi jalan Burangrang. Selain mengajar juga menjadi Wali Kelas di salah satu Kelas I sampai tahun 1988. Meskipun jarak rumah tidak lebih dari 2 km dari pondok, namun saya tetap berada di asrama pondok, meskipun tak pernah menetap di satu lokasi (berpindah-pindah dari Markaz ke LPK dan berpindah-pindah).Â
Kejadian demi kegiatan yang dialami bersama Buya dan Ummi, tak pernah terlupakan. Satu kejadian yang dialami bersama Ust. Endang Noor Rachmat yaitu ketika direndam di kolam Markaz Cibaduyut mulai dari setelah shalat subuh sampai menjelang anak sekolah TK masuk kelas. Namun, di akhir kejadian Ummi memberikan roti dan kopi panas, alhasil (happy ending) juga.
Tahap sesaat melanjutkan bakti di luar Pondok: Tak diduga, awal tahun 1988 mendapat tugas mengajar di Sekolah Indonesia Bangkok, Thailand sebagai guru Fisika, Kimia, Matematika dan PAI. Dua hari sebelum terbang ke Bangkok (Jumat), saya baru meminta ijin Buya untuk melanjutkan kegiatan mengajar di Bangkok.