Nenden Yuhaeni
Saya masuk pondok saat Al-Basyariyah baru berdiri dan Buya sendiri masih segar, kuat, dan semangat-semangatnya dalam mendisiplinkan para santrinya. Disamping menjadi santri Ma'hadiyah angkatan pertama, saya ditugaskan Buya mengajar pada Taman Kanak Kanak Al-Basyariyah.
Waktu dan aturan pondok harus benar-benar dipatuhi baik oleh santri terlebih oleh para guru, dan sekecil apapun pelanggaran akan kena hukuman.
Dimarahi, diberdirikan, direndam, dan dikorondangkeun (berjalan merangkang)  merupakan makanan sehari-hari.
Saya masih ingat, kalau Buya sedang memberi pelajaran atau sedang berbicara harus betul-betul diperhatikan, didengarkan, tidak boleh ada suara dan bisikan sekecil apapun.
Hasil didikan Buya yang saya terima, saya aplikasikan saat saya terjun di masyarakat di tempat tinggal saya di Bekasi, yaitu disiplin waktu dan disiplin saat belajar. Begitupan pengurusan dan pengorganisasian yang matang, termasuk pencatatan serta penulisan piagam & tanda kelulusan sangat saya perhatikan sebagaimana Buya melakukannya, sehingga alhamdulillah saya mampu mengangkat lembaga pendidikan yang saya pimpin dari Taman Kanak Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang asalnya kurang dikenal menjadi lembaga  pendidikan yang diperhitungkan dan difavoritkan.
(Nenden Yuhaeni; alumni santriwati pertama yang diasramakan)
Ucu Syamsiah
Saya masuk Al-Basyariyah tahun 1985 dan merupakan angkatan pertama Aliyah, dan termasuk satu diantara tiga santriwati yang ikut mengabdi pada tahun 1988. Dari sekian banyak pesan dan kesan yang saya rasakan selama mondok, saya ceritakan sebagiannya.
- Buya dan Umi adalah sosok guru yang wajib saya teladani. Buya itu sangat disiplin sehingga selama saya menjadi santrinya, tidak pernah ada satu jam pelajaran pun bebas tanpa ada guru, kalau guru telat datang maka Buya langsung masuk dan mengisinya.
- Ketika belajar kepesantrenan, alhamdulillah saya selalu masuk kelas takhasus dengan metode hafalan, dari mulai Kitab Mutamimah, Yaqulu sampai Nahwu-Sharaf. Satu kenangan yang tidak bisa dilupakan ketika nashrif salah atau tidak hafal, maka semua berdiri diatas meja, atau ngorondang. Alhamdulillah dengan didikan Buya, kini saya berusaha menjadi guru yang disiplin dan bisa mengamalkan ilmu tashrifan ke murid-murid saya.
- Buya adalah sosok guru yang ikhlas dalam mendidik santrinya, sehingga pujian, hadiah sampai hukuman yang beliau lakukan tidak ada tujuan lain kecuali agar santrinya berhasil.
- Setelah 30 tahun saya keluar pondok, tahun 2016 Aliyah Al-Basyariyah terakreditasi yang salahsatu asesornya adalah Pak Zaenal Muttaqin. Ketika ia mengatakan bahwa dirinya merupakan suami dari Ucu Syamsiah, Buya dan Umi pun masih ingat saya. Alhamdulillah hati saya sangat senang karena ternyata Buya adalah seorang guru yang tidak melupakan muridnya.
- Terima kasih Buya, terimakasih Umi, atas ilmu dan didikannya sehingga alhamdulillah saya mampu terjun di tengah-tengah masyarakat, dan sedikit demi sedikit berusaha menjadi orang yang baik dan bermanfaat bagi orang lain. Saya tidak mampu membalas semua kebaikan Buya dan Umi, dan hanya kepada Allah-lah saya panjatkan balasan pahala-Nya, Aamiiin...
(Ucu Syamsiah; alumni TMI Putri)
Ine Gantini