Mohon tunggu...
Endah Tri Rachmani
Endah Tri Rachmani Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga dengan 3 anak yang juga bekerja sebagai guru.

Menulis untuk berbagi kisah tentang cerita-cerita kehidupan di lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sekolah Tak Seindah Harapan

3 September 2021   13:13 Diperbarui: 4 September 2021   09:45 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak sekolah. (Dok. Shutterstock via kompas.com)

Minggu pertama bulan September, dunia pendidikan khususnya jenjang PAUD, SD, dan SMP di daerah saya bersiap melaksanakan sekolah tatap muka. 

Hari ini anak kedua saya yang duduk di bangku SD kelas 2 mendapat giliran masuk sekolah sebagai rangkaian kegiatan persiapan sekolah tatap muka sepenuhnya. 

Pengalaman pertama bagi anak saya berangkat sekolah karena dari awal sekolah di kelas 1 setahun lalu sudah ada kebijakan pembelajaran jarak jauh. 

Senangnya Sekolah

Seperti kebiasaan pengalaman pertama, anak saya sangat antusias menyambut jadwal hari berangkat sekolah meski hanya satu kali dalam satu minggu ini. 

Tanpa dibangunkan, dia bangun pagi sekali tadi, setelah itu mandi dan mengecek semua peralatan sekolahnya. Seragam, sepatu, buku-buku, dan alat tulis sekolah yang lain, tak ada yang terlewat.

Karena jadwal masuk pukul 07.20 WIB, pukul 07.05 anak saya sudah siap berangkat. Terlihat gembira menyandang tas, memakai sepatu dan tak lupa masker. 

Sampai di sekolah, protokol kesehatan diterapkan dengan sungguh-sungguh. Setiap siswa yang baru hadir diminta untuk cuci tangan pakai sabun di bawah air mengalir dan dicek suhu badan sebelum dipersilahkan masuk kelas. Di kelas pun anak-anak duduk berjarak dan tidak diperkenankan bergerombol.

Ternyata, aturan percobaan pertemuan tatap muka itu hanya membolehkan anak yang berangkat maksimal 50% dari jumlah keseluruhan dalam satu kelas. 

Lalu, ada jadwal khusus untuk tiap kelas. Kelas 5 dan 6 berangkat hari Rabu, 1 September 2021. Kelas 3 dan 4 berangkat hari Kamis. Kelas 1 dan 2 berangkat hari Jumat.

Sekolah Tak Seindah Bayangan

Pukul 10.00 WIB jadwal sekolah selesai. Saat saya menjemput, ternyata anak saya tidak terlihat gembira seperti saat berangkat. Saya yang penasaran pun bertanya tentang pengalamannya sekolah tatap muka pertama kali. 

Ternyata dia menjawab bahwa dia tidak senang di sekolah. Bosen, panas, sumuk, nggak boleh main, nggak boleh jajan, cuma boleh duduk-duduk, itulah keluhan yang disampaikan oleh anak saya.

Memang di masa transisi dan masih dalam rangka kewaspadaan terhadap penyebaran virus covid-19, banyak prosedur yang harus dijalankan. 

Di antaranya jam belajar yang dibatasi hanya 2 jam, kantin sekolah belum boleh buka, pelajaran-pelajaran yang memerlukan aktivitas fisik belum boleh dilaksanakan, masih harus memperhatikan prokes dengan ketat seperti cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir dan cek suhu badan saat hadir dan pulang sekolah, pakai masker, serta wajib menjaga jarak.

Perlunya Penyesuaian Kebiasaan Baru

Mendengar keluhan belajar di sekolah dari anak saya, cukup dapat saya maklumi. Anak saya tipe yang suka aktivitas fisik dan tidak terlalu suka jika hanya harus duduk-duduk saja di kelas. 

Apalagi, jika mengingat kebiasaan yang sudah terbentuk selama satu tahun bersekolah di rumah. Anak terbiasa belajar dengan baju rumahan yang lebih bebas dan nyaman, sekolah anak saya tidak mewajibkan anak berseragam saat pembelajaran jarak jauh. 

Selain itu, belajar di rumah tentu lebih nyaman karena tidak banyak aturan seperti di sekolah. Anak mau makan dan minum juga bebas tentunya.

Kalau sudah seperti ini, rasanya masih banyak yang harus dipersiapkan untuk anak bisa nyaman dan bahagia belajar tatap muka di sekolah. 

Bukan hanya masalah ada tidaknya pandemi, namun secara psikologis juga harus disiapkan untuk anak mengikuti sekolah formal dengan kondisi yang jauh berbeda dengan sekolah jarak jauh tentunya. 

Hal ini karena pada kenyataannya memang mereka belum punya keterikatan secara emosional dengan sekolah, teman dan guru-guru, sehingga tak ada hal yang membuat mereka harus merasa kangen belajar di kelas.

Pernyiapan Emosi Anak untuk Belajar di Kelas Formal

Mungkin tidak semua anak merasakan seperti apa yang anak saya rasakan, namun, saya yakin ada anak lain yang juga merasakan hal yang sama. 

Jadi, pekerjaan lain yang harus dilakukan oleh guru-guru adalah mencermati reaksi anak-anak saat belajar di kelas. 

Hal ini dilakukan agar anak tidak memendam trauma tersendiri tentang suasana belajar di kelas agar tidak menjadi penghalang mereka memiliki kenangan masa kecil dan masa sekolah yang bahagia.

Ada baiknya jika sekolah bisa menyiapkan sesi konseling dan pendampingan agar anak terbiasa dengan lingkungan belajar formal sehingga hak anak untuk bisa bersekolah dengan bahagia tetap bisa didapat. 

Opsi ini lebih khusus bagi anak kelas 2 sekolah dasar yang belum pernah merasakan sekolah tatap muka di lingkungan yang formal dan terbiasa bersekolah di rumah dengan bebas dan santai tanpa banyak aturan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun