Mohon tunggu...
Endah Tri Rachmani
Endah Tri Rachmani Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga dengan 3 anak yang juga bekerja sebagai guru.

Menulis untuk berbagi kisah tentang cerita-cerita kehidupan di lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pola Asuh Orang Tua Menentukan Karakter Anak

31 Agustus 2021   04:20 Diperbarui: 31 Agustus 2021   05:46 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keluarga/ jogjakeren.com

Anak adalah anugerah, sayangi dan didik anak-anak dengan cinta dan kelembutan

Dikaruniai banyak anak adalah berkah tersendiri bagi pasangan suami istri. Tawa riuh dan canda anak-anak akan semakin menambah kehangatan dalam keluarga. Anak-anak yang sukses di masa depan pun menjadi dambaan semua orang tua. Namun, semua itu tidaklah hadir begitu saja. Pola asuh orang tua nantinya akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian yang menjadi salah satu penentu kesuksesan seorang anak di masa depan.

Memaknai Pola Asuh

Secara umum, pola asuh dapat dimaknai sebagai proses pendampingan orang tua dalam perkembangan anak baik secara fisik maupun psikologis dari sejak kanak-kanak sampai mereka dewasa. Di dalam proses ini, peran orang tua dalam pembentukan karakter seorang anak sangatlah kuat. 

Pola asuh ini tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi seorang ibu saja, namun secara keseluruhan peran ayah juga termasuk di dalamnya. Bagaimana pola asuh yang diterapkan oleh orang tua, biasanya akan tergambar dalam karakter seorang anak.

Perbedaan Pola Asuh dalam Keluarga

Mencermati apa yang terjadi di lingkungan sekitar, saya melihat perbedaan pola asuh orang tua terhadap anak sulung sampai ke anak bungsu. Perbedaan pola asuh ini nyata-nyata menghasilkan karakter anak yang jauh berbeda meskipun mereka dididik oleh orang tua yang sama.

Beberapa kasus yang saya cermati, dia antaranya:

Kasus 1.

Keluarga dengan 5 anak. Anak pertama perempuan, memiliki karakter tegas, pantang menyerah, kuat pendirian, suka mengatur. Secara ekonomi paling sukses di antara semua saudaranya. Anak kedua dan ketiga perempuan, memiliki karakter yang kurang lebih sama, lebih kalem, tidak terlalu suka konflik, jadi mereka sebagai penengah di antara saudara yang lain. Anak keempat perempuan, sebetulnya hampir mirip dengan anak kedua dan ketiga, namun dengan karakter yang lebih santai dan kurang mempunyai target. Secara ekonomi anak kedua, ketiga, dan keempat setara, cukup makan. Anak kelima laki-laki. Sebagai bungsu dalam keluarga memiliki karakter santai, tidak punya target, kurang memiliki daya juang, namun keras hati dan cenderung semua keinginannya harus dipenuhi. Secara ekonomi sangat bergantung pada orang tua bahkan sampai setelah menikah.

Kasus 2.

Keluarga dengan 6 anak. Anak pertama laki-laki, berkarakter tegas, pantang menyerah, kuat pendirian, mandiri. Secara ekonomi paling mapan dibanding saudara-saudaranya. Anak kedua perempuan, hampir mirip dengan sifat anak pertama, hanya saja cenderung paling suka mengatur di antara saudara-saudaranya. Secara ekonomi juga sukses. Anak ketiga laki-laki, keempat perempuan memiliki karakter yang kurang lebih sama, santai, tenang, tidak suka konflik, cenderung jadi penengah di dalam keluarga. Secara ekonomi cukup mapan, namun tidak lebih dari anak pertama dan kedua. Anak kelima laki-laki, dan anak terakhir perempuan dengan karakter santai, semaunya sendiri, tidak punya target. Secara ekonomi sangat bergantung pada orang tua, bahkan setelah menikah masih menjadi beban orang tuanya.

Si Bungsu Kenapa Begitu?

Perbedaan karakter anak-anak tersebut ternyata karena perbedaan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dalam keluarga. Anak-anak yang lahir terlebih dahulu, apalagi anak pertama, terbiasa dididik dalam suasana orang tua yang masih labil secara ekonomi sehingga mereka terbiasa dididik dengan keras, harus hidup prihatin, tidak banyak diberi fasilitas, dan didoktin dengan beragam aturan yang diharapkan bisa membuat mereka menjadi anak baik untuk menjadi contoh bagi adik-adiknya.

Semakin ke bawah, tingkat ekonomi yang semakin membaik membuat orang tua tidak lagi telalu keras dalam mendidik. Anak-anak terbiasa mendapatkan fasilitas yang nyaman dan dengan mudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang tua juga tidak lagi sering mendoktrin anak dengan berbagai tututan karena tidak lagi tertekan secara ekonomi, bahkan ada kecenderungan pembiaran dan berusaha untuk selalu menyenangkan anak bungsu.

Anak-anak yang terlahir belakangan terbiasa hidup nyaman dari kecil bahkan cenderung dimanjakan dengan limpahan materi dan berbagai fasilitas yang disediakan oleh orang tuanya.

Menyenangkan dan memang ada rasa kebanggaan tersendiri saat sebagai orang tua mampu mencukupi semua kebutuhan dan menyediakan fasilitas yang memudahkan bagi anak. Namun, saat pola asuh yang baik dengan penanaman tanggung jawab tidak dilakukan dengan baik, ternyata hal itu menjadi bumerang bagi orang tua karena pada akhirnya justru membuat anak-anak tumbuh tanpa arah yang jelas. Mereka terbiasa bergantung pada orang tua, bahkan hingga sudah berumahtangga belum bisa mandiri dan lepas dari orang tua.

Mari bijak mendidik anak. Salam!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun