Mohon tunggu...
Endah Tri Rachmani
Endah Tri Rachmani Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga dengan 3 anak yang juga bekerja sebagai guru.

Menulis untuk berbagi kisah tentang cerita-cerita kehidupan di lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kelas Daring

13 Juli 2021   10:54 Diperbarui: 13 Juli 2021   11:00 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

[Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh, Selamat pagi semua!] Aku memulai kelas daring dengan mengetikkan kalimat salam dan menanyakan kabar murid-muridku di grup kelas aplikasi hijau.

Satu detik, dua detik ... lima menit pun berlalu. Terlihat ada satu siswa yang menjawab salamku, [waalaikumsalam].

Selanjutnya hening. Grup kelas daringku kembali sunyi. Aku pun kembali menunggu, sampai lima menit kemudian terlihat hpku bergetar. Lekas kubuka aplikasi hijau itu, kembali terlihat satu jawaban salam masuk. Tak lama kemudian, satu jawaban lagi masuk. Selama hampir setengah jam menunggu, hanya tiga orang siswa yang terlihat aktif dan menjawab salamku di kelas daring.

Mengikuti kebijakan dari pemerintah, selama pandemi sekolah-sekolah dilarang mengadakan pertemuan tatap muka. Semua kegiatan belajar mengajar dilaksanakan melalui sistem daring. Mau tidak mau, aku yang mengajar siswa-siswa SMA di sebuah sekolah pinggiran pun harus mengikuti aturan tersebut.

Hari ini setelah satu tahun pandemi, kegiatan belajar di sekolah masih harus berjalan secara daring karena sekolah belum boleh dibuka. Entah aku yang terlalu berharap atau memang siswaku yang sudah sangat jenuh. Grup kelas daringku sampai satu jam pelajaran pertama terpantau hanya diikuti oleh 10 siswa dari 33 siswa yang tercatat di kelas.

[Sambil menunggu teman yang lain, mari kita mulai kegiatan belajar. Materi sudah saya share di GC, jangan lupa isi daftar hadir di GC juga] Aku memulai pelajaran setelah masuk jam kedua.

Hening. Tak ada jawaban di grup kelas. Kuintip info pesan. Terpantau hanya ada tiga orang siswa yang membaca pesanku di grup kelas dan masih tetap 10 siswa yang terlihat online.

[Untuk menambah wawasan tentang materi ajar, saya share video tentang contoh kasus sesuai materi yang sedang kita bahas. Tolong dicermati, nanti kita bahas keterkaitan dengan teori belajarnya] lanjutku.

Kembali tak ada respon. Lima menit menunggu, aku pun mengintip info pesan. Tak ada satu pun siswa yang tercatat sudah membuka video yang kukirim.

[Baiklah, sepertinya kalian tidak mengikuti kegiatan belajar dengan baik. Bu guru video call ya. Satu-satu gantian biar bisa ngobrol] Aku ketik dengan cepat pemberitahuan untuk diadakan video call pada siswa di kelasku. Namun, kembali tak ada respon.

Setelah satu menit berlalu tetap tak ada respon dari para siswa, aku pun mulai melakukan panggilan ke nomor muridku. Panggilan untuk siswa pertama, terabai, tidak diangkat. Ku coba mengadakan panggilan video pada siswa kedua. Ternyata, tak ada respon juga. Setelah lima nomor aku hubungi, akhirnya pada siswa ke enam panggilanku diangkat.

"Assalamualaikum. Hari ini pelajaran PPKn, siap belajar?" tanyaku.

[Oh ... eh ... iya bu guru ma ... maaf. Ada apa bu guru?] Dudi, muridku menjawab panggilan videoku dengan suara tergagap dan wajah khas bangun tidur.

"Barusan tidur, Dudi? Dari awal tidak ikut KBM? Sudah baca materi dan nonton video yang ibu kirim belum?" tanyaku beruntun.

[Eh, maaf Bu guru. Belum. Saya nonton dulu ya bu] Tanpa menunggu jawaban, Dudi memutus panggilan videoku.

Kutengok jadwal pelajaran, lalu kulirik jam tanganku, "hmmm ... sepuluh menit lagi jam pelajaran habis," gumamku pelan. Akhirnya aku putuskan tidak melanjutkan melakukan panggilan video kepada para siswa dan lebih memilih untuk melanjutkan pelajaran di aplikasi hijau.

[Sepuluh menit lagi jam pelajaran habis, silahkan yang sudah membaca materi dan mencermati video bisa menyampaikan pendapatnya tentang kasus tersebut, kaitkan dengan teori yang kita pelajari hari ini. Nanti kita buat simpulan bersama] tulisku cepat.

Aku kembali menunggu. Kuintip lagi status pesanku, hanya Dudi yang membaca. Menit demi menit berlalu. Sampai akhirnya jam pelajaran berakhir, tak ada respon masuk dari siswaku.

Ah, kelas daringku. Sampai kapan ini akan berlanjut. Mengajar kelas-kelas tanpa respon, hingga seringkali aku hanya bermonolog dan berakhir dengan pemberian tugas untuk para siswa. 

Akhirnya aku menutup kelas dengan rasa gamang. Lebih baik aku kumpulkan stok sabar untuk melanjutkan mengajar siswaku di kelas-kelas daring berikutnya sambil tetap menanamkan harapan bahwa semua ini akan segera berlalu. Pandemi akan segera berakhir, sekolah tatap muka akan segera bisa terlaksana.

Sungguh aku merindukan suasana kelas yang sesungguhnya. Kelas tatap muka dengan keceriaan siswa yang mampu menyihirku untuk larut dalam keremajaan yang mereka tawarkan. Berbaur dengan canda tawa mereka atau terkadang menjadi tempat curahan hati jiwa-jiwa yang galau kala cinta monyet menyapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun