Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Mudasiana] My Jeans are My Adventures

5 Maret 2017   17:14 Diperbarui: 6 Maret 2017   22:00 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
saat ke Gunung Padang, Cianjur (dok.pri)

Celana jeans? itu adalah pakaian wajib untuk berpetualang. Begitulah yang tertanam dalam jiwa anak-anak muda, termasuk saya ketika remaja dahulu. Pertama kali punya celana jeans sewaktu masih duduk di bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama), di belikan Mas-ku (kakak laki-laki) sewaktu ada bazaar Ramadan. Jeans itu saya pakai kalau jalan-jalan bersama teman-teman. Namun pada saat itu masih terbatas keluyuran di sekitar Jabodetabek.

Nah, mulai memasuki masa kuliah celana jeans menjadi pakaian yang 'kudu' dikenakan baik untuk kuliah maupun untuk berpetualang. Saya yang tomboy, lebih banyak memiliki celana jeans daripada pakaian perempuan. Saya karateka dan pecinta alam. Jadi kegiatan saya bukan hanya nongkrong di sebuah warung, tetapi juga bertanding karate, berkemah dan naik gunung. Karena itu, celana jeans menjadi suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Saya pun memiliki beragam jenis jeans dari beberapa merek dan variasi warna.

Jeans warna biru, jelas adalah jenis yang paling banyak dikoleksi. Memang blue jeans adalah celana legendaris yang asal muasalnya adalah berwarna biru dan menjadi trade mark sebuah jean. Setelah puluhan tahun, baru diciptakan jeans dengan berbagai warna. Ada yang krem, hitam,dan  abu-abu. Bahkan sekarang juga tersedia dengan warna-warna mencolok seperti merah, hijau, ungu serta oranye. Saya memilih untuk membeli celana jeans yang berwarna netral seperti biru, hitam krem dan putih.

Kebiasaan teman-teman laki-laki adalah jarang mencuci celana jeans dalam waktu cukup lama. Salah seorang teman, yang juga seorang wartawan, tidak pernah mencuci celana jeans sebelum satu bulan dipakai. Apakah tidak bau? sudah pasti. Justru untuk mengantisipasi baunya, ketika ditanggalkan, dijeber di tali jemuran, diangin-anginkan supaya baunya berkurang. Tapi siapa yang mau peduli, sedikit apek itu sudah biasa. Kalau saya tidak sejorok itu, cukuplah seminggu dipakai, maka celana jean harus dicuci. Ibu saya tidak suka jika anak perempuan berlaku jorok, pakai baju yang jarang dicuci.

Lain lagi kalau pergi ke luar kota, atau berkemah. Kita tidak mungkin mencuci baju dalam perjalanan. Dalam ransel, cukup membawa satu celana jean sebagai cadangan jika yang dipakai menjadi sangat kotor. Celana itu juga tetap dipakai ketika tidur, ditambah jaket dan kaos kaki sebagai penahan dingin. Celana jeans yang saya bawa dan saya pakai adalah  yang berwarna biru atau hitam, supaya tidak mudah kotor. Begitu pula ketika latihan dan bertanding karate, dua warna itulah yang selalu saya kenakan. Warna lain, hanya dipakai untuk jalan-jalan atau bertandang ke rumah teman.

Sewaktu mulai terjun sebagai wartawan magang, pakaian sehari-hari adalah celana jeans dan kemeja. Kebetulan bidang yang saya tangani adalah olahraga, jadi saya bebas meliput pertandingan-pertandingan denga pakaian seperti itu. Apalagi saya juga merangkap sebagai atlet karate. Ada masa-masa yang sangat sibuk dimana  saya menjalani tiga 'status' yaitu sebagai mahasiswa, atlet karate dan jurnalis sekaligus. Maka kemana-mana saya mengenakan celana jeans sebagai pakaian yang paling nyaman.

latihan panjat tebing (dok.pri)
latihan panjat tebing (dok.pri)
Merek menentukan kenyamanan

Bukannya saya memuja produk luar negeri, tetapi saya memilih celana jeans yang enak dipakai, nyaman dan sesuai untuk tubuh saya. Beberapa merek yang cocok adalah Levis, Lee, Lea dan Tira.  Saya pernah membeli celana jeans produk lokal yang mereknya tidak jelas. Namun sama sekali tidak nyaman, ada saja potongan yang tidak pas, entah itu di pinggang, pinggul atau paha.  Karena itu saya kapok memakai celana jeans yang diproduksi sangat massal dan dijajakan di pinggir jalan atau toko-toko kecil.

Harus diakui bahwa celana jeans bermerek terkenal juga berharga mahal. Namun daripada membeli sesuatu yang murah, tapi tidak bisa dipakai, lebih baik mengumpulkan uang untuk yang bermerek. Toh, celana bermerek yang enak dan nyaman itu juga awet. Bahkan celana jeans itu bisa bertahan hingga puluhan tahun, kecuali jika ukuran tubuh kita berubah, misalnya bertambah gemuk. Mau tak mau kita harus mengganti celana jeans yang menjadi sempit.

Uniknya, celana jeans bertambah butut semakin keren. Celana jeans yang sudah dipakai bertahun-tahun akan memudar warnanya dan sobek di beberapa tempat, misalnya di lutut. Begitu pula celana jeans yang saya miliki, ada yang koyak di bagian lutut dan paha. Saya masih mengenakan celana jeans sobek ini hingga usia di atas tiga puluhan. Dengan gaya seperti itu, saya sering dikira masih mahasiswa. Sayangnya, sekarang banyak celana jeans yang sengaja dibuat dengan robek di lutut. Jadi bukan robek alami karena sudah terlalu tua atau terlalu lama dipakai. Ini mengurangi 'prestise' celana jeans.

Berhubunga saya semakin sering bepergian, maka celana jeans juga tetap menjadi pakaian favorit . Kalau sedang berpetualang paling, baik ke pantai maupun ke gunung, celana jeans paling enak dipakai. Apalagi ketika menjadi backpacker di dalam dan luar negeri. Tidak mungkin jika tidak membawa celana jeans, setidaknya dua potong. Bahannya yang tebal bisa melindungi kita dari cidera kulit ataupun cuaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun