Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jangan Umbar Kemarahan di Media Sosial

10 Juni 2021   16:57 Diperbarui: 10 Juni 2021   17:11 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (dok.kominfo)

Emosi sering membuat kita kalap dan lalai menggunakan akal sehat. Apalagi jika hal itu menyangkut sesuatu yang sangat kita sayangi. Jangan sampai kita mengumbar kemarahan di media sosial.

Mumpung hari ini diperingati sebagai hari media sosial, maka saya berusaha kembali mengingatkan agar selalu hati-hati. Media sosial ini adalah pedang mata dua, yang bisa melukai diri sendiri. Saya mendapatkan pengalaman pahit dan berharga.

Baru-baru ini saya terpeleset melakukan hal itu. Akibatnya, saya hampir saja tersandung sebuah perkara yang kalau diteruskan melibatkan aparat hukum. Untunglah hal itu bisa diselesaikan secara damai dan kekeluargaan.

Ceritanya begini, menjelang lebaran yang lalu, kakak pertama meminta saya tinggal di rumah dia selama beberapa hari sampai setelah lebaran. Saya berpikir, kakak pertama sebagai pengganti orang tua. Saya tahu ingin mengecewakan dia.

Namun saya memikirkan anabul kesayangan, kucing ras Himalaya bernama Cheesy. Saya tak mungkin membawa dia karena di rumah itu sudah ada kucing dengan empat anak. Selain itu, pasti ada kesibukan membuat kue kering dan masakan menyambut lebaran. Nanti kucing saya terlantar.

Lalu saya memutuskan menitipkan anabul ke pet shop terdekat dari rumah selama enam hari. Di sana saya hanya melihat ada satu kucing lain yang sedang dititipkan pemiliknya pulang kampung.

Setelah enam hari saya pulang ke rumah, saya segera mengambil anabul ke pet shop. Saya heran ketika melihat makanan yang biasa diberikan masih setengah. Biasanya satu bungkus habis dalam seminggu.

Hari pertama Cheesy masih kelihatan normal, mau makan dan banyak bergerak. Tetapi mulai hari kedua, ia tak mau lagi makan makanan kering. Kemudian saya berikan makanan basah dia mau makan. Dia tidak lincah lagi.

Hari berikutnya dia tidak mau makan baik yang basah maupun kering. Saya datang ke pet shop, menanyakan kenapa kucing saya jadi sakit. Eh, mbak pemilik pet shop bilang, mungkin kena virus. Kucing dia pun baru mati tiga ekor.

Saya kaget mendengar hal itu. Kok dia gak bilang sejak pertama. Kalau tahu begitu tentu saya tidak akan menitipkan di sana. Padahal ketika dibawa ke sana, saya sudah bilang kalau anabul ini belum divaksin.

Untuk membawa ke dokter hewan, banyak yang belum buka karena masih suasana lebaran. Puskeswan tutup selama pandemi. Klinik yang ada sudah penuh dengan banyaknya pasien 

Akhirnya saya berusaha merawat sendiri, menyuapi Cheesy makan dan minum. Saya cekoki dengan kuning telur dan susu beruang. Ternyata semua tidak membuat perubahan. Anabul saya semakin parah sakitnya.

Dia terlalu lemas untuk bergerak, dan mencret terus menerus. Semua makanan ditolak dan dimuntahkan kembali. Saya hanya bisa menggendong dan memeluknya.

Saya mencari informasi mengenai virus kucing di google. Sedih membaca jenis virus kucing yang mematikan. Terutama untuk kucing yang belum divaksin, ciri-cirinya sama dengan yang terjadi pada Cheesy.

Cheesy tidak tertolong, dia mati ketika masih dalam pangkuan saya. Hati saya teriris melihat sakaratul maut yang dialaminya. Ia tampak kesakitan, menggelepar dan menggigit. Kemudian saya menguburkan jasad Cheesy dengan dikafani kain batik.

Saya marah dan sedih karena kehilangan anabul kesayangan. Air mata bercucuran, mengingat kelucuan dia. Ya, bagi pecinta kucing, dia seperti anak sendiri.

Perasaan marah meluap-luap sehingga tanpa berpikir panjang, saya menulis status mengenai pet shop tersebut di grup komunitas pecinta kucing. Banyak respon, hingga ratusan orang. Rerata mengatakan bahwa pet shop tidak bisa dipercaya. 

Saya tidak menyangka status itu sampai ke pemilik pet shop. Dia lantas meneror saya dengan UU ITE tentang pencemaran nama baik. Aduh, kesalahan saya menyebut nama pet shop dengan jelas.

Walaupun saya sedang sedih dan shock kehilangan anabul, pemilik pet shop itu terus mengancam saya, melalui WA, telepon, hingga mengejar saya di Instagram. Terpaksa saya hadapi.

Keponakan-keponakan saya menyarankan damai saja agar tidak membuang waktu dan uang. Kami melakukan pertemuan di sebuah tempat. Akhirnya disepakati untuk membuat klarifikasi agar nama baik mereka kembali.

Sungguh ini merupakan pelajaran berharga. Biasanya saya sangat hati-hati menulis status. Tetapi karena tak bisa menguasai emosi akhirnya saya tergelincir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun