Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kereta Terakhir

27 Maret 2021   19:55 Diperbarui: 27 Maret 2021   19:57 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak berapa lama kemudian kereta datang. Kami pun segera meloncat naik. Syukurlah, kami berhasil naik kereta terakhir ini. Soalnya tempat kost cukup jauh, kalau naik taksi pasti mahal sedangkan kami harus berhemat.

Dalam gerbong yang kami naiki, tak ada penumpang lain. Malah gerbong depan dan belakang tak ada penumpangnya.

"Sepi banget, gak ada orang lain," kataku.

"Mungkin semua sudah pulang. Ini malam Jumat," sela Danu.

"Gak juga. Biasanya ada kok penumpang lima sampai sepuluh orang di satu gerbong," jawab Medi. "Kita pindah ke gerbong terdepan yuk, barangkali di sana ada penumpang."

Kami pun berjalan menyusuri beberapa gerbong kosong. Benar kata Medi, ternyata di gerbong terdepan ada beberapa orang sedang duduk. Mereka semua menoleh ketika kami masuk.


Aku merasakan tatapan para penumpang sedingin es. Jantungku berdegup kencang, ah ada apa ini, pikirku. Lalu kami duduk dalam satu deret. 

Kebetulan aku duduk paling kiri. Ada laki-laki duduk tiga bangku dari tempatku, semula dia hanya menundukkan kepalanya dengan ujung jaket menutupi wajahnya. Tetapi saat aku memperhatikan, tetiba ia menoleh dan menyeringai. Aku terkejut melihat taring yang berlumuran darah.Spontan aku menjerit kecil. 

"Ada apa mbak?" Medi bertanya.

"Orang itu...," Aku berbisik.

Medi melihat ke arah lelaki yang tadi kuperhatikan. Sayangnya orang itu telah bersikap seperti semula, duduk menundukkan kepalanya, tertutup ujung jaket.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun