Transformasi sistem perpajakan menjadi langkah krusial bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan era digital dan global. Sebagai salah satu elemen utama dalam pembangunan negara, sistem pajak tidak hanya berfungsi untuk mengumpulkan penerimaan negara tetapi juga menjadi alat strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam konteks ekonomi digital dan global, transformasi ini menuntut penyesuaian pada berbagai aspek, seperti regulasi, teknologi, dan pendekatan terhadap wajib pajak.
Tantangan dalam Sistem Pajak Indonesia di Era Digital
Perkembangan ekonomi digital memberikan dampak signifikan terhadap aktivitas ekonomi, termasuk pola konsumsi masyarakat. Namun, sistem pajak Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan.
Pertama, adanya celah regulasi untuk aktivitas digital. Banyak perusahaan teknologi global yang memanfaatkan celah ini untuk menghindari kewajiban pajak di negara-negara tempat mereka beroperasi, termasuk Indonesia. Misalnya, transaksi daring lintas negara sering kali tidak tercatat dalam sistem perpajakan tradisional.
Kedua, kesenjangan infrastruktur teknologi perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) perlu memperkuat sistem administrasi untuk dapat melacak transaksi digital secara lebih akurat. Teknologi big data dan kecerdasan buatan (AI) belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk mengawasi kepatuhan wajib pajak.
Ketiga, rendahnya kesadaran dan kepatuhan wajib pajak, terutama di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang bergerak secara digital. Banyak pelaku usaha belum memahami kewajiban pajak mereka dalam ekosistem digital.
Kebijakan Transformasi Pajak Menuju Ekonomi Digital
Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah telah menerapkan sejumlah kebijakan strategis. Salah satu langkah terpenting adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk layanan digital pada tahun 2020. Layanan seperti streaming video, aplikasi, dan e-commerce kini dikenai pajak untuk memastikan keadilan bagi pelaku usaha domestik yang sudah membayar pajak.
Selain itu, pemerintah mengembangkan sistem e-filing dan e-billing untuk memudahkan proses pelaporan pajak. Transformasi ini bertujuan untuk mengurangi potensi pelanggaran administratif dan memberikan aksesibilitas yang lebih baik bagi wajib pajak.
Kerjasama internasional juga menjadi langkah penting. Melalui forum seperti OECD, Indonesia mendukung inisiatif perpajakan global, seperti pengenaan pajak minimum global sebesar 15% untuk perusahaan multinasional. Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah praktik penghindaran pajak oleh perusahaan raksasa teknologi.
Strategi Digitalisasi Sistem Pajak
Digitalisasi menjadi fokus utama transformasi sistem pajak. Pemerintah perlu mengembangkan platform yang terintegrasi dengan teknologi mutakhir seperti blockchain dan big data untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi.
Pertama, penggunaan teknologi blockchain dapat membantu menciptakan catatan transaksi yang tidak dapat diubah, sehingga mengurangi peluang manipulasi data pajak.