Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bahaya Mengatasnamakan Revolusi Akhlak

12 November 2020   17:40 Diperbarui: 17 November 2020   09:14 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kadrun.id/2020/11/11/bahaya-mengatasnamakan-revolusi-akhlak/

Jadi, Revolusi Akhlak yang digaungkan hanya untuk menjadi legal formal dalam lingkaran kepentingan, dan bukan lagi membangkitkan misi Nabi. Saat substansi agama meninggalkan misi akhlaknya, maka polarisasi identitas akan menyeruak. Siapa versus siapa, siapa anti siapa, konsep siapa dan bersama siapa saja? Maka jelas yang dikatakan oleh HRS dalam pernyataan kepada jamaahnya di Front TV, pada selasa (10/11/2020), yakni Revolusi Akhlak versus Revolusi Mental. Ini yang saya sebut sebagai bahaya dari sebuah jargon mengatasnamakan Revolusi Akhlak.

Padahal, gagasan Nabi dalam pembentukan karakter bukan identitas, melainkan nilai-nilai kedaulatan, penyucian jiwa, independensi, kebijaksanaan, kejujuran, mengedepankan musyawarah, dan kasih sayang antar sesama.

Hal itu diabadikan dalam Piagam Madinah antara koalisi penguasa dan pemuka agama. Dalam konteks Indonesia, Pancasila tentunya.

Saya lebih melihat ada pesan "sponsor" pada sebuah jargon Revolusi Akhlak dalam bentuk propaganda. Menggunakan dan mengatasnamakan istilah-istilah agama, menjadi prevalensi dalam meraih kepentingan politik kelompok-kelompok Islamis---HTI, Ikhwanul Muslimin, Militan ISIS---sebagai kendaraan dalam meraih kekuasaan. Akhlak yang seharusnya menjadi hal yang primer bagi umat Islam dalam sosio-kultur kehidupan, kini hanya sekadar simbol kepentingan. Nabi mengajak umat manusia untuk berorientasi pada kebaikan dengan akhlak, bukan pada kekuasaan.

Akhlak sebagai kepribadian dan karakter manusia, bukan dipersepsikan untuk dikonsepkan lalu didoktrinkan, melainkan untuk diimplementasikan dalam bentuk kebaikan, kasih sayang, dan persaudaraan.

Sepanjang kita berbuat baik, maka kita telah berakhlak. Jika kita menebarkan kasih sayang dan cinta, maka kita berakhlak. Tidak menjadi seorang Muslim manakala kita ini berbuat keburukan, merusak, meresahkan, intoleran, berperilaku keras atau ekstrem, dan menebar kebencian.

Moralitas Islam, ditujukan bukan pada jargon dan simbol, namun sudah kodrati kemanusiaan universal sebagai bagian inheren yang melekat pada asas kebersamaan kohesif, persaudaraan sejati, dan rela berkorban. Revolusi Akhlak yang digunakan pemuka agama merupakan pemaknaan sebagai basis doktrin otoritas keagamaan dalam lingkaran eskalasi politik.

Syahdan, Revolusi Akhlak yang dikumandangkan, adalah sebuah tipu daya, menyembunyikan kenyataan dan bohong, hanya untuk relevansi politik. Membiaskan arti revolusi dan akhlak sebagai perubahan fundamental belakangan ini, adalah sebuah pejorasi yang dibuat oleh pemuka agama yang dikultuskan. Namun, tidak pada tataran aplikatif dalam arti merubah dirinya sendiri. Dan ini bahayanya sebagian umat Islam yang telah terdistorsi dengan mengatasnamakan istilah-istilah ajaran Nabi, bukan berperilaku secara langsung.

Semestinya, sebagai umat Islam yang beriman, tinggal mengaplikasikannya dengan baik dalam kehidupan secara substansial, dan tidak menjadikannya berhala simbol dengan mengatasnamakan istilah agama, hanya untuk memenuhi hajat elite politik. Bahaya.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun