Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tanpa Khilafah HTI, Islam Kita Memperkokoh Nasionalisme

10 September 2020   15:11 Diperbarui: 10 September 2020   15:12 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah dibubarkannya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada Tahun 2017 yang lalu, melalui pencabutan status badan hukum HTI oleh Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), masih saja terus terjadi gesekan yang mengoyak stabilitas nasional. Fakta ini terekam di berbagai media nasional. Sebagai contoh sebuah peristiwa, antara Banser dan Nahdliyin dengan yayasan pendidikan di Desa Kalisat, Kecamatan Rembang, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, yang diduga menjadi basis penyebaran "Khilafah Tahririyah" (20/8/2020).

Di hari dan tanggal yang sama, Nicko Pandawa (pejuang khilafah) meluncurkan sebuah film 'Jejak Khilafah di Nusantara' yang menuai polemik di tengah masyarakat, khususnya pakar sejarah yang hingga hari ini masih terus menepis anggapan, bahwa film tersebut adalah sebuah dusta yang diromantikkan untuk menggiring opini publik agar mempercayai kalau Nusantara ini adalah bagian dari Khilafah Utsmani.

Jika propaganda Khilafah HTI terus ada, maka yang terjadi adalah disintegrasi yang bisa berakibat mengganggu kelancaran pembangunan nasional. Persoalan ini perlu penanganan khusus menggunakan kajian secara komprehensif, baik oleh pemerintah maupun organisasi masyarakat yang dapat membantu mengurai benang kusut yang merusak tenun kebangsaan kita.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa sejumlah teks keagamaan mengatur kekerasan dan peperangan yang berakibat pada pemahaman sempit, radikal, dan politis. Bahwa perbedaan pandangan keagamaan merupakan sumber yang berdampak pada perilaku dan legalitas untuk melakukan sebuah tindakan agresif, radikal, dan pemaksaan dalam sejumlah kasus politik identitas. Seperti yang terjadi pada kasus mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (Ahok)  pada Tahun 2017 lalu.

Yang sebenarnya adalah bukan karena faktor ajaran dan makna agamanya yang salah, melainkan pengusung khilafah yang gagal memahami Islam, bahwa sesungguhnya Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin senantiasa menciptakan perdamaian, toleransi,demokrasi, tidak ada istilah mayoritas-minoritas, senantiasa menghargai perbedaan, dan mencintaiTanah Air sebagian daripada iman, sesuai dengan diktum yang sering kita dengar hubbul wathan minal iman.

Tentu saja, Islam adalah agama yang dapat mengikuti arus digitalisasi, komunikasi, teknologi, dan informasi zaman sekarang ini, dan merupakan keniscayaan yang harus dihadapi oleh umat Islam. Tidak harus mempertahankan teori-teori khilafah masa lalu yang tidak inheran dengan kondisi revolusi industri 4.0, seperti sekarang ini. Islam merupakan agama dengan fleksibilitas yang jauh melampaui ruang dan waktu, sehingga dapat mewujudkan rahmat bagi alam semesta sampai akhir zaman nanti.

Perlu diketahui bersama, bahwa propaganda khilafah ataupun radikalisme hadir di tengah masyarakat, tidak hanya bermotif tunggal faktor keagamaan saja, yang menjadi pendorong lainnya adalah faktor eksternal, yakni ekonomi, sosial, budaya, dan yang paling utama sekali adalah politik. Oleh karena itu, penanggulangannya pun perlu dilakukan melalui kebijakan dari pemerintah, membuat program-program khusus yang terarah, dan berkordinasi dengan multisektor secara srimultan.

Pejuang khilafah di Indonesia memahami agama Islam hanya sebatas pandangan politik, tidak realistis dan tidak substantif. Seharusnya Islam mampu mendorong masyarakat pada perubahan yang lebih maju. Melalui ekonomi syariah misalnya, membuat pranata-pranata ekonomi yang mampu bersaing dengan negara Cina dan AS. Penulis yakin hal itu bisa dilakukan oleh kita semua.

Jadi tidak hanya sekadar menghujat negara-negara adidaya itu, namun lebih dari itu semua, Islam mampu mendorong proses kebangkitan, tidak hanya sektor ekonomi, boleh jadi pada sektor pembangunan manusia, sektor pendidikan, budaya, olahraga, pariwisata, dan lain sebagainya,sehingga Indonesia mampu menuju persaingan global sebagai salah satu negara yang diperhitungkan di kancah internasional.

Robert Bellah pada saat studinya ke Jepang, banyak menemukan semangat agama Tokugawa yang merupakan faktor penting sebagai bagian daripowerorang-orang Jepang dalam mencapai modernisasi. Agama ini mampu menjadi semangat dalam kebangkitan pada sektor pertumbuhan ekonomi Jepang yang cukup pesat.

Menurut Bellah, spirit religi Tokugawa menjadi kekuatan tersendiri bagi orang Jepang sejak awal, dilanjutkan sampai masa Jepang modern untuk mencapai modernisasi. Dogmatik Tokugawa mengandung beberapa faktor penting yang dapat mendorong perubahan ekonomi dengan disponsori oleh pemerintah Jepang. (Wertheim dalam Abdullah 1982: 97).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun