Mohon tunggu...
ELPIDA YANTI
ELPIDA YANTI Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis adalah salah satu cara mengungkapkan isi hati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi yang Usai

17 Februari 2023   22:21 Diperbarui: 17 Februari 2023   22:24 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dengan bersemangat aku merapikan pakaianku. Mencek kembali apakah bedak dan lipstik sudah cukup. Aku tersenyum sendiri di depan cermin. Tersenyum. Dengan penuh keyakinan ku raih tas yang tergeletak di atas kasur dan melangkah ke luar. Ibu yang sedang menyiapkan sarapan segera menoleh ke arahku dan tersenyum. 

"Kamu sudah siap, Nak?" tanya Ibu. Ada harapan di mata tuanya. Aku menganggukdan membalas senyum ibu. 

Hari ini aku akan berangkat se sebuah kantor biro yang mengurus keberangkatan TKI ke luar negeri, Ya, aku akan mencoba mengadu nasib di negeri orang. Aku tertarik untuk melamar jadi TKI karena cerita Sinta, teman baikku. Terbayang kembali olehku cerita Sinta tiga hari yang lalu saat kami melaksanakan video call. 

"Kamu harus coba kerja di sini Yum. Gajinya besar lo. Aku saja bisa mengirim uang untuk orang tuaku bangun rumah di kampung." Sinta mempromosikan pekerjaannya. 

Memang sih, Sinta sekarang lagi membangun rumah. Besar lagi. Seperti rumah orang-orang kaya di kampungku. Padahal dulu aku tahu benar kalau rumah orang tua Sinta itu sangat kecil, bahkan kakak laki-lakinya harus numpang tidur di rumah temannya, karena kamar yang ada cuma satu di rumahnya. Pekerjaan bapak dan ibu Sinta sama seperti warga lainnya yang rata-rata hanya bekerja sebagai petani atau bahkan buruh tani. Bapak dan ibuku juga. 

"Sarapan dulu, Yum. Ibu doakan kamu diterima kerja di luar negeri." 

"Iya, Bu. Aku juga ingin seperti Sinta, bisa merubah nasib keluarga kita dan bangun rumah besar juga." Aku bersemangat  sekali cerita sama ibu. "Kalau di pikir-pikir, Sinta kaya juga ya, Bu. Rumahnya besar. Masih setengah jadi, tetapi aku bisa bayangkan kalau rumahnya akan nampak mewah kalau sudah jadi." Aku  mulai memasukkan nasi goreng ke dalam mulutku. Bayangan tentang kerja di luar negeri membuat kepalaku penuh dengan sejuta khayalan.

Selesai sarapan, aku pamit kepada ibu. Bapak sudah duluan ke sawah. Aku naik angkot menuju kantor penyalur tenaga kerja yang ada di kota dekat kampungku. Tiga puluh menit kemudian aku sampai di sana. Dan aku takjub sekali karena banyaknya orang yang mau mendaftar seperti aku, terutama perempuan. Aku jadi ragu, apakah nanti aku akan diterima atau tidak. 

"Kak, boleh tanya?" Aku mendekati salah satu pegawai yang menerima pendaftaran.

"Iya, dek. Silahkan," jawabnya.

"Apakah semua yang mendaftar pasti diberangkatkan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun