Mohon tunggu...
ELPIDA YANTI
ELPIDA YANTI Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis adalah salah satu cara mengungkapkan isi hati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi yang Usai

17 Februari 2023   22:21 Diperbarui: 17 Februari 2023   22:24 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kita seleksi dulu, ya. Nanti kalau lulus seleksi baru diwawancara dan dilatih untuk diberangkatkan. Tetapi yang perlu diingat, bahwa gajinya lumayan besar. Kamu gak akan menyesal jika ikut kerja di luar negeri." 

Aku semakin yakin dan semakin kuat pula keinginanku untuk bekerja ke luart negeri. Terbayang betapa bahagianya bapak dan ibu jika nanti aku mengirimkan uang. Mereka tak perlu lagi bekerja keras sebagai petani. 

Pulang dari pendaftaran, aku langsung kirim pesan whatsapp sama Sinta. Ku yakinkan dia bahwa aku mantap dan sudah mendaftarkan diriku sebagai calon TKI. Sinta membalas pesanku segera dan menyatakan kegembiraannya pula. 

***

Sebulan setelah pendaftaran, aku dihubungi oleh perusahaan tenaga kerja melalui pesan whatsapp. Aku diminta datang ke kantor untuk wawancara dan membawa uang sebesar sepuluh juta rupiah, katanya sebagai jaminan dan biaya transportasi. Jika aku datang tidak membawa uang, maka aku akan dicoret dari daftar calon TKI. Tentu saja hal itu membuat aku kaget. Aku segera memberitahukan kepada ibu persyaratannya. 

Dengan berat hati, ibu merelakan semua uang tabungannya untuk biayaku ikut tes calon TKI. Ibu bilang, uang itu dikumpulkan bertahun-tahun lamanya untuk biaya pernikahanku suatu hari nanti. Tapi aku membujuk ibu, akan mengembalikan uangnya segera setelah aku kerja di luar negeri. Bahkan aku bilang sama ibu, tak perlu khawatir untuk biaya pernikahanku nanti, karena aku akan mengirimkannya kepada ibu, sama seperti Sinta.


Setelah uangnya dapat, aku bergegas ke perusahaan tenaga kerja untuk mengikuti wawancara dan menyetorkan uang jaminan dan biaya transportasi. Mereka yang mewawancaraiku mengatakan bahwa aku lulus seleksi dan berikutnya akan diberitahukan kapan waktunya mengikuti pelatihan. Bertambah rasanya bahagiaku, mengingat mimpiku akan segera menjadi nyata. 

Sebulan berselang, aku kembali menerima pesan dan aku diminta untuk datang ke kantor dan membawa pakaian sekaligus, karena tak lama lagi akan dikarantina, dilatih dan diberangkatkan. Karantina akan dilakukan di ibukota provinsi. Akupun segera mempersiapkan diriku. Ibu melepas kepergianku dengan gembira, tetapi bapak sepertinya kurang setuju. Kata bapak, untuk apa jauh-jauh ke negeri orang, hanya untuk mencari uang. Tetapi aku bersikukuh dan bapak dengan berat hati melepas kepergianku.

Sesampainya di perusahaan, kami diberangkatkan ke ibu kota provinsi. Ada 40 orang calon TKI diberangkatkan, termasuk aku. Kami bergembira dan saling bertukar cerita dan impian masing-masing jika nanti telah bekerja dan menerima gaji. Ada yang berniat kerja di luar negeri untuk biaya sekolah anaknya, ada juga yang mencari biaya pernikahan dan ada yang sama seperti aku, ingin membahagiakan orang tua.

Setelah sampai kami dikarantina. Tetapi kami tidak dibenarkan memegang ponsel, alias disita. Uang yang kami bawa juga diamankan, dengan alasan bahwa biaya makan minum ditanggung perusahaan dan kami tak butuh biaya lainnya. Awalnya aku agak keberatan, karena menurutku itu terlalu berlebihan, tetapi akhirnya kuserahkan juga, karena melihat semua teman melakukannya.

Seminggu berlalu, katanya kami akan diberi pelatihan, tetapi tak kunjung terlaksana. Alasannya, tenaga pelatih belum datang. Kami bahkan tidak dibenarkan keluar dari kamar. Kami dikunci atau lebih tepatnya disekap. Sebelumnya kami diberi makan tiga kali sehari, hanya dengan nasi bungkus seadanya. Sekarang kami hanya diberi makan sekali saja. Kamipun diletakkan enam orang sekamar. Tetapi sekarang, kami ditempatkan dua puluh orang se kamar. Hanya beralaskan tikar dan tanpa bantal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun