Mohon tunggu...
ELPIDA YANTI
ELPIDA YANTI Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis adalah salah satu cara mengungkapkan isi hati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi yang Usai

17 Februari 2023   22:21 Diperbarui: 17 Februari 2023   22:24 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perlakuan mereka semakin mencurigakan, saat lima orang teman kami dibawa keluar. Katanya untuk diberi pelatihan dan diberangkatkan. Semenjak itu mereka tak pernah kami lihat lagi. Ada ketakutan dihatiku, jangan-jangan mereka dibunuh, seperti berita yang sering keluar di televisi, dibunuh da dijual organnya. Atau mungkin juga dijual. Hatiku terkesiap. Ketakutan itu semakin menjadi-jadi tatkala perlakuan mereka makin jauh dari kesan manusiawi.

Suatu hari seorang teman dikembalikan dalam kondisi babak belur, banyak luka lebam diwajah dan beberapa bagian tubuh lainnya. Hidungnya berdarah dan dia terlihat sangat pucat. Dia didorong begitu saja ke dalam kamar tempat kami disekap. Aku dengan penuh ketakutan bahkan sampai menangis histeris melihatnya. Terbayang wajah ibu dan bapak di kampung. Terbayang tangis mereka jika suatu hari menemukanku dalam keadaan tewas. Semua kalut dan gaduh. 

Tiba-tiba masuk seorang laki-laki berbadan besar. Wajahnya bengis, kami terdiam saat dia muncul di pintu. Dia mengancam akan membunuh kami jika kami tak bisa diam. Tiba-tiba hening. Hanya isak tangis yang terdengar. Aku juga menangis. Untung ada seorang teman yang menenangkan dan memelukku erat. Aku merasa terlindungi dan mulai bisa diam.

Disalah satu sudut kamar, ku dengar bisik-bisik beberapa teman. Sepertinya mereka merencanakan sesuatu. Aku tak tahu. Aku masih diliputi ketakutan. Mungkin mereka merencanakan kabur dari tempat ini. Entahlah. Aku tak mau ikutan, karena keadaan ini saja sudah membuatku shock berat dan tubuhku gemetaran. Aku hanya terdiam di sudut kamar ini dengan mata tetap awas. Bahkan untuk tidur saja aku tak mampu memejamkan mata. Bayangan ketakutan semakin menjadi-jadi. 

Tibalah hari itu, saat beberapa orang teman mencoba untuk mencari jalan untuk mencari bantuan. Mereka membagi tugas. Ani bertugas merayu penjaga di luar, yang waktu itu kelihatannya penjaga hanya satu, karena sepi di luar. Adel bertugas teriak minta dibuka pintu,  dan Yuyun yang pura-pura sakit. Sedangkan Nana bertugas mencuri ponselnya.

"Buka pintu...., ada kawan kami yang sakit. Tolong... tolong...," teriak Adel. 


Tak lama penjaga itu membuka kunci pintu dan membukanya. Yuyun yang pura-pura sakit kemudian merintih. Tetapi Ani kemudian mencoba merayu penjaga mata keranjang itu. Dan seketika perhatiannya beralih. Dalam keadaan lengah, Nana mencuri ponsel si penjaga. Untuk meyakinkan aktingnya, Yuyun yang pura-pura sakit memuntahkan air dari mulutnya. Melihat itu si penjaga kembali menutup pintu dan keluar dari kamar. Aku yang ketakutan  hanya mampu memeluk lututku menyaksikan kejadian itu.

Seketika, Ani membuat ponsel dalam keadaan silent dan menghubungi seseorang yang dia hafal nomornya. Dia memberitahukan bahwa mereka di sekap. Kemudian dia share lokasinya. Setelah itu dia menghapus kontak maupun chat yang dikirim. Segera dia mematikan ponsel dan menyimpannya di dalam tong sampah yang isinya sudah penuh dan bau, agar tak diketahui oleh penjaga. 

Tak lama, si penjaga kembali dan menanyakan ponselnya. Tetapi tak ada yang mengaku. Dia mengamuk dan mengobrak abrik isi kamar. Semua barang bawaan kami diacak-acak. Tetapi tidak bertemu yang dicarinya. Dia melirik dan mendekati tong sampah, tetapi kemudia segera berlalu. Mungkin karena bau busuknya membuat dia tidak tahan.

Hari berganti tetapi belum ada yang datang. Kami mulai putus asa. Kami mulai menangis bersama. terbayang nasib keluarga dan nasib kami sendiri yang tak tahu endingnya. Tiba-tiba terdengar suara ribut di luar. Tangis kami segera berhenti. Aku menajamkan pendengaranku. Terdengar beberapa kali suara tembakan. Pintu kamar kamipun di dobrak dari luar. Kami melihat banyak orang, ada yang berpakaian polisi dan ada yang hanya pakai baju kaos oblong. Kami menangis haru dan berteriak. Akhirnya ada pertolongan buat kami.Mereka menggiring kami keluar ruangan. Membawa kami menjauh dari tempat itu. Menyelamatkan kami dari tindakan perdagangan orang. 

Disitulah aku menyadari, betapa mahalnya harga yang harus kubayar untuk mimpiku yang kini menjadi sia-sia. Keinginanku untuk menjadi TKI berakhir dengan penyekapan. Aku harus bangun dari mimpiku yang terlalu melenakan sehingga aku harus mengalami kejadian ini. Teman kami yang lima orang itu ternyata telah dijual di pasar ilegal di luar negeri. Dan kami tak pernah lagi mendengar kabarnya sampai saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun