Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perempuan yang Memetik Mawar, Simbol Pergulatan Batin Perempuan

14 Agustus 2018   16:35 Diperbarui: 14 Agustus 2018   19:23 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meminjam istilah Pak Syamsul Fajri, Dahlia mengangkat Hermeneutika Global dalam Semiotika lokal. Isu yang diangkat adalah isu global (Bu Dian Susialastri lebih suka menyebutnya isu Universal) yang dibalut dengan  diksi penceritaan yang khas lokal di Sumatera Selatan. Lokasi di Pelosok Sumatera Selatan, Desa Betih (Betina), menyelusuri Gunung Dempo, dll.

Narasi soal setting lokasi diceritakan dengan sangat kuat. Bagaimana suasana desa tepi hutan. Bagaimana suasana rumah panggung tua tak terurus dengan rayap dan telur rayap di beberapa sisi dinding dan lemari kayu. Perahu Kajang (Perahu khas Sumatera Selatan, dahulu digunakan oleh penjelajah tangguh sungai dan laut) yang melaju, kisah Antubanyu dan lain sebagainya.

Sauya yang sejak berumur 6 Tahun dititipkan ke neneknya, Nenek Mesiah. Bagaimana  Sauya kecil mengurus nenek dan rumah tak terurus di tepi hutan hingga menjadi rumah cukup bersih. Sauya kecil yang dibesarkan dengan hikayat dan cerita ajaib Nenek Mesiah, sang ahli hikayat dan sejarah. 

Sauya kecil yang ibunya mengalami ketidakadilan gender, lalu dipolygami. Sauya kecil yang merasakan bagaimana derita Nenek Mesiah akibat dipolygami oleh sang kakek. Sauya yang setelah dewasa juga mengalami polygami dan akhirnya menikah beberapa kali dan melanglang buana hingga ke London.

Sauya, perempuan yang mendapat karma sebab telah memetik Mawar Hitam dari habitat aslinya di hutan nun di kaki Gunung Dempo padahal sang Bunga terlarang untuk dipetik. Mawar hitam yang hitamnya tak lagi seperti semula, hitamnya memudar. Sauya yang diakhir cerita mencekik bayi laki-lakinya yang menurut para pembedah adalah simbol penolakan kepada dominansi dan ketidakadilan laki-laki, dan pola partiarkhi yang mengakar kuat di Sumatera Selatan.

Dahlia Rasyad dan Esistensi Kepenulisan

Meski novel ini tak mampu saya lahap dengan penuh gairah macam buku Ayu Utami atau Marianne Katoppo, atau Iwan Simatupang, sebab kemampuan awam saya terbatas, Novel ini memenangkan penghargaan Karya Sastra Terbaik Tahun 2014 dari Lembaga Bahasa Jogyakarta. Sebuah prestasi yang patut diacungi jempol.

Dahlia Rasyad, penulis muda yang masih terus akan berkarya dan mengembangkan karyanya. Ini terkuat di sesi akhir ketika moderator secara spontan dilakukan oleh salah seorang anak muda berkaos hitam yang sekaligus menjadi panitia acara, Dahlia diberi kesempatan untuk bicara bagaimana dia mulai menulis, bagaimana perjalanan Novel Perempuan Yang Memetik Mawar.

Satu hal yang menyentuh hati saya adalah, Dahlia mampu menunjukkan prestasi dan semangatnya dan masih mengaku seorang Pembelajar. Bagaimana Dahlia bercerita bahwa perlu keyakinan teguh untuk esksis di dunia kepenulisan, terlebih sastra yang minim peminat.

Karenanya Dahlia menghimbau agar Dunia media cetak yang memiliki kolom sastra lebih menghargai karya penulis. Jika Kompas sanggup membayar 1,5 juta per cerpen, saya harap koran lokal di Sumatera Selatan bisa membayar 2 jutalah ujar Dahlia dan gerrrr ruangan riuh disambut tepuk tangan hadirin.

Begitulah ulasan saya tentang Perempuan Yang Memetik Mawar. Saya tidak bilang novel ini bagus atau tidak bagus. Sebab bagus atau tidak itu tergantung selera dan tergantung persepsi dan kemampuan pembaca. Buat saya, kualitas karya itu bagus atau tidak bukan karena halamannya banyak, misal karena 400 halaman itu susah dibuat, atau karena mengangkat isu perempuan atau lokalitas. Bagus itu sebab ia bagus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun