Mohon tunggu...
Ellen DivaIbanez
Ellen DivaIbanez Mohon Tunggu... Editor - Seorang mahasiswa

Saya suka mengedit foto atau video.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Korupsi dan Suap: Mencari Akar Permasalahan Kanker Moral yang Menggerogoti Masyarakat

4 April 2024   02:00 Diperbarui: 4 April 2024   03:32 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Ellen Diva Ibanez

Mahasiswi Universitas Airlangga

Logika dan Pemikiran Kritis PDB 49

Korupsi dan suap, dua kata yang sering kali terdengar di telinga kita namun demikian masih sering dianggap sebagai fenomena yang jauh, atau bahkan tidak relevan dalam kehidupan sehari-hari. Di balik tirai ketidakpedulian, korupsi dan suap merajalela di tengah-tengah masyarakat, menodai keadilan, menghambat pembangunan, dan merusak moralitas bangsa. Dua fenomena ini merupakan kanker moral yang dapat melemahkan struktur pemerintahan dan menguras kepercayaan publik.

Korupsi mengakibatkan pengalihan dana publik yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan kepada kepentingan pribadi para pejabat korup. Suap merupakan salah satu praktik korupsi yang kian menjamur di kalangan masyarakat dimana saya menggambarkan fenomena suap dengan kalimat 'membayar orang untuk melanggar hukum'. 

Dalam buku Sosiolog Hukum: Sesuatu Pengantar karya Dr. Baso Madiong disebutkan, suap dianggap sebagai bentuk primitif dan induk korupsi. Saking dianggap wajarnya, sebagai contoh,  banyak masyarakat yang berpikir untuk lulus dalam pendaftaran tes PNS, TNI, atau Polri akan sangat susah jika tanpa suap. Bayangkan saja jika mayoritas orang yang lulus dalam tes tersebut dipilih bukan karena banyak prestasinya tetapi justru banyak-banyakan uang? Tentunya ini menjadi salah satu kekhawatiran yang patut kita cegah.

Sekilas, mungkin akan sulit bagi sebagian orang untuk melihat dampak langsung dari korupsi dan suap di kehidupan sehari-hari. Dampaknya yang merusak tanpa disadari memengaruhi hampir setiap aspek kehidupan yang tidak hanya dirasakan secara individu tetapi juga oleh seluruh masyarakat. Di balik pelayanan publik yang terhambat, kualitas hidup masyarakat yang menurun, dan ketimpangan sosial yang semakin memburuk, ada jejak korupsi dan penyuapan yang menyusup secara tak kasat mata.

Semakin terbuka lebarnya ruang bagi praktik korupsi dan suap, dan  semakin sedikit orang-orang yang benar-benar menentangnya, membuat semakin dalam masalah korupsi dan suap merasuki struktur sosial. Adanya ketidaktransparan dalam kebijakan yang diberlakukan dan ramahnya hukuman bagi koruptor, membuat tersingkirnya moralitas dan integritas oleh kepentingan pribadi. 

Apalah arti mengejar kekayaan dan kekuasaan dengan cara tidak etis yang membawa dampak negatif pada lingkungan sekitar? Hanya orang-orang egois dan rakus yang mengerti.

Selain ringannya hukuman yang tidak membuat efek jera bagi koruptor, kerakusan menjadi salah satu pemicu utama tindakan korupsi. Beberapa orang terkadang menginginkan sesuatu yang sebenarnya bukan menjadi haknya, itu wajar. Namun ketika keinginan itu tumbuh semakin besar dan besar hingga membutakan akal budi, korupsi dan suap menjadi pilihan yang diambil karena dianggap sebagai 'jalan tercepat' untuk memenuhi keinginannya. Pertanyaannya, apakah itu sepadan dengan risikonya?

Tidak.

Mungkin memberikan keuntungan bagi pelaku tetapi hanya dalam jangka pendek saja, risiko jangka panjangnya sangat besar dan lebih merugikan. Ketika keinginannya sudah terpenuhi, muncul rasa ketidakpuasan yang selalu tidak terpenuhi dan kembali menggunakan cara yang melanggar hukum. Sifat rakus menjadi hal yang banyak orang hiraukan sebagai dalang pembentuk kanker moral yang tengah merajalela di masyarakat kita. Untuk mengatasi masalah korupsi dan suap, kita perlu mengakarinya pada sifat rakus itu sendiri.

Lingkungan sosial memainkan peran besar dalam memengaruhi karakter seseorang. Manusia dari lahir hingga masa pertumbuhan akan mulai memerhatikan dan meniru beberapa perilaku orang lain di sekitarnya. Menyadari ini, sifat rakus yang dapat merugikan orang lain bisa dihindari melalui pengaruh lingkungan di sekitar. 

Jikalau dari kecil manusia dibesarkan di lingkungan yang mengajarkan akan bagaimana pentingnya menerapkan kejujuran, keadilan, dan rasa tanggung jawab serta pemberian contoh nyata bukan hanya sekedar ceramah dari mulut saja, kemungkinan besar mereka akan tumbuh dengan memegang teguh sikap-sikap yang sudah diajarkan oleh lingkungannya itu bahkan menjadi prinsip hidup mereka. Maka dari itu untuk mengubah sifat rakus seseorang, kita bisa mulai dari diri kita  terlebih dahulu. 

Mulailah bersikap jujur pada diri sendiri dan orang lain, bersungguh-sungguh belajar untuk menggapai cita-cita, tidak menyalahi aturan yang berlaku, dan komitmen untuk terus bertanggung jawab atas tugas-tugas yang menjadi kewajiban kita. Tanpa kita sadari nantinya kebiasaan kita menerapkan prinsip-prinsip baik akan ditiru oleh orang lain. Dengan begitu kita sudah membantu membentuk generasi yang lebih sadar akan bahaya sifat rakus dan berkomitmen untuk menghindarinya.

Menghilangkan sifat rakus bukanlah tugas yang mudah, namun bukan berarti tidak mungkin. Dengan kesadaran yang kuat akan bahayanya, pendidikan yang berkualitas, dan penegakan hukum yang tegas bagi para pelaku korupsi dan penyuapan, kita dapat membuka jalan menuju masyarakat yang lebih jujur, adil, dan berintegritas. Sifat rakus mungkin merupakan musuh internal terbesar kita, namun bersama-sama, kita dapat mengalahkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun