Mohon tunggu...
Lail Maghfirah
Lail Maghfirah Mohon Tunggu... -

Assalamualaikum. Salam kenal, nama saya Lailatul Maghfirah. Teman-teman bisa panggil saya, Lail. Namanya lail tapi lahirnya pagi, hehe. Asli orang banjar. Sekarang saya adalah salah satu mahasiswi di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, jurusan Tafsir Qur’an semester 3. Bagi saya menulis adalah hal indah. Ia seperti rasa jatuh cinta atau seperti hujan. Ia candu namun bermanfaat. Menulis pun juga sebagai pengingat, ia seperti bumerang yang akan berbalik mengingatkanmu atau mengenaimu. Menulislah, kawan!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ternyata di Hati

14 September 2018   22:25 Diperbarui: 14 September 2018   22:40 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bunda jahat, Bunda lebih sayang sama anak-anak tahfidz, Bunda jarang di rumah" teriakku saat itu.

Deg. Aku yang melihat masa kecilku saat itu, terdiam, sadar bahwa seringkali menyakiti Bunda. Bunda selalu menyanyangiku, memenuhi segala permintaanku, tapi, aku sering menyakitinya. Aku yang melihat masa kecilku saat itu, mulai menangis.

"Bunda keluar dulu ya, Aya-ku, Bunda minta maaf dan tidak akan mengulangi kesalahan bunda. Ayah juga, Ayah sama Bunda selalu menyanyangi Aya" Bunda keluar, sebelumnya Bunda menatapku, memelukku, kemudian mencium keningku.

Saat itu, aku pura-pura tertidur. Aku melihat Bunda keluar dari kamarku, matanya berkaca-kaca, kulihat ia sedang menahan tangis. Ayah melihat Bunda saat itu.

"Kenapa, De?" kata Ayah kepada Bunda.

"Gapapa, Mas" jawab Bunda sambil menahan tangis


"Gapapa, menangis saja, Mas bersedia menyediakan bahu untukmu bersandar bahkan tangan untuk mengusap air matamu, de" goda Ayah pada Bunda

Kulihat, Bunda sedikit tersenyum.

"Kamu istirahat saja dulu. Besok Mas akan jelaskan alasan kita ke Aya. Dia masih kecil belum mengerti tentang banyak hal, sama seperti kita kecil dulu, kita hanya memandang suatu hal dalam perpekstif kita saja, tidak melihat sisi lain, apalagi sisi yang sebenarnya." Jawab ayah panjang lebar. Bunda terlihat mengangguk.

"Mas, aku selalu mengagumimu, caramu memandang dunia berbeda dengan orang lain" ujar Bunda.

Ayah menatap Bunda. Cukup lama. Banyak arti dari tatapan Ayah. Aku mengerti satu dua arti tatapannya, tapi terkadang aku bahkan mengabaikannya. Ayah dan Bunda pun masuk ke kamar. Mereka harus beristirahat karena perjalanan pulang dari Jakarta ke Bandung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun