"Saya mohon bimbingan Ibu untuk Dinda yang masih sedih melihat saya dan suami berpisah. Kami berpisah beberapa bulan lalu demi kebaikan bersama. Dinda tetap bersama saya, sedangkan ayahnya tinggal di luar Jakarta. Mohon maaf kalau Dinda menyusahkan Ibu di kelas, mungkin karena dia sedih atau rindu ayahnya."
Aku tak kuasa untuk menahan air mata sambil membalas pesan yang menjawab semua keresahanku terhadap Dinda.
"Apakah tidak terlalu berat bagi seorang anak mengalami ini?" tanya hatiku kepada Sang Pencipta untuk mempertanyakan keadilan-Nya, sedangkan jemariku tetap menari-nari membalas email paling menyedihkan yang pernah kuterima.
***
Hari ini sekolah terlihat lebih berwarna dari biasanya karena para siswa dan guru mengenakan baju bernuansa merah, merah muda atau putih untuk merayakan Hari Kasih Sayang. Beberapa sudut sekolah juga dipercantik dengan hiasan warna-warni khas perayaan tanggal 14 Februari.
Seperti biasa, aku mulai pelajaran dengan doa bersama.
"Anak-anak, adakah yang ingin didoakan?" tanyaku kepada anak-anak.
"Ibu, adikku sakit," kata Dio, seorang anak yang duduk di barisan paling belakang.
"Baik, Dio. Ibu akan doakan supaya adikmu cepat sembuh. Ada lagi?" jawabku sambil melayangkan pandang ke seisi kelas.
Lalu, kulihat seseorang mengangkat tangannya.
"Dinda," kataku.