Penyusun :
Beatrice Jean Consolata Gobang
Caecilia Harjanto
Christiano Benito Hernowo
Cornelius Geovani Sabio
Elfridus Claudio Valdo
Maria Angela Bulan Putri Rosari
SMA Kolese Gonzaga
Jalan Pejaten Barat No. 10A, Ragunan, Jakarta Selatan, Jakarta, Indonesia
2025/2026
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memiliki peran yang dominan dalam menjaga dan merawat ekosistem. Sehingga, manusia merupakan bagian integral dari ekosistem. Sebagai citra Allah, manusia memiliki tugas untuk menjaga ekosistem melalui tindakan-tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kitab Kejadian 1 : 28-30, Allah mengamanatkan kepada manusia untuk menggunakan, merawat, dan menjaga ekosistem yang juga merupakan ciptaan Allah. Ini membuat manusia terikat sebuah amanat dengan Allah untuk menjaga dan melestarikan ekosistem. Walaupun demikian, bertambahnya kebutuhan manusia ditambah percepatan zaman (rapidacion) dan perkembangan zaman yang tidak disertai moral dan etika membuat berbagai masalah baru (LS art.18). Bertambahnya kebutuhan manusia memicu sikap manusia yang hanya mencari manfaat dan keamanan dari apa yang ia butuhkan saja tanpa menggunakan hati nurani. Sikap tersebut akhirnya menyebabkan permasalahan-permasalahan ekologis. Permasalahan ini akhirnya menjadi sebuah tantangan besar di masa modern ini. Secara lebih dalam sikap tersebut terlihat dalam tindakan manusia yang tidak menjaga bahkan merusak lingkungan alam sekitar melalui sehari-hari.
Beberapa masyarakat baik lokal, nasional, maupun internasional dan berbagai golongan masyarakat melihat situasi ini dan memiliki keprihatinan akan bumi kita sebagai rumah bersama (LS art.7). Hal ini akhirnya diserukan oleh Bapa Suci Paus Fransiskus dalam berbagai kesempatan dan dalam salah satu ensikliknya yang berjudul Laudato’ si O Mi Signore atau yang kerap kali disebut Ensiklik Laudato’ si. Melalui ensiklik ini, Paus Fransiskus memberikan anjuran untuk merawat bumi sebagai rumah kita bersama. Kita diajak untuk bekerja sama sebagai sarana Allah untuk melindungi keutuhan ciptaan, masing-masing sesuai dengan budayanya, pengalamannya, prakarsa nya, dan bakatnya sendiri (LS art.14).
Sebagai seorang pelajar SMA Kolese Gonzaga, kita diajak untuk melindungi keutuhan ciptaan melalui prakarsa kita. Maka dari itu, sebagai bentuk prakarsa dalam menjaga keutuhan ciptaan kami melakukan observasi taman-taman kota di daerah Jakarta. Taman kota yang kami observasi adalah Taman Suropati. Melalui observasi ini, kami berharap pelajar dapat turut berkontribusi dalam menjaga keutuhan ciptaan sebagai bentuk cinta kepada bumi rumah kita bersama.
LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI MILIK BERSAMA
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lingkungan adalah daerah atau kawasan yang mencakup segala sesuatu yang termasuk di dalamnya, termasuk juga semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia atau hewan. Secara lebih lanjut, lingkungan hidup berfungsi agar makhluk yang berada di dalamnya dapat memperoleh kebutuhan sehingga kehidupannya dapat berjalan dengan baik. Hal itu dapat diperoleh melalui makanan. Selain itu, lingkungan hidup juga berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat untuk beraktivitas.
Menurut Paus Fransiskus dalam dokumen Querida Amazonia yang membahas permasalahan ekologis dan sosial di daerah Amazon dan sekitarnya. Paus Fransiskus mengatakan lingkungan alam sebagai rumah dan bukanlah sebuah sumber daya (QA Art.48). Dalam dokumen Laudato’ Si Art. 139 lingkungan merujuk pada sebuah relasi antara alam dan masyarakat. Pada kalimat selanjutnya dinyatakan pula bahwa manusia adalah bagian dari alam, termasuk di dalamnya, dan terjalin dengannya. Hal ini juga diperkuat dengan Ensiklik yang dikeluarkan oleh Paus Benediktus XVI yang berjudul Caritas in Veritate. Ensiklik ini membahas mengenai masalah-masalah global dan kemajuan demi kebaikan bersama. Dalam ensiklik ini Paus Benediktus XVI menegaskan bahwa manusia pada masa kini cenderung berdalih tidak mempunyai kewajiban apa pun terhadap siapa pun, kecuali diri sendiri (CV Art.43). Maka, gereja selalu mengajak umat beriman untuk menyadari lingkungan hidup sebagai milik bersama yang harus dirawat dan dijaga.
TUJUAN DAN MANFAAT OBSERVASI
Tujuan dari observasi ini adalah memahami dan mengetahui permasalahan ekologis yang terjadi dengan lingkungan sekitar kita dalam lingkup yang lebih kecil yaitu taman Suropati. Dengan menghubungkan antara permasalahan-permasalahan ekologis dengan Ensiklik Laudato’ Si guna menemukan nilai-nilai yang dapat mendorong aksi nyata dan membangkitkan kesadaran dalam merawat lingkungan alam. Manfaat dari observasi ini adalah memandang permasalahan - permasalahan ekologis yang terjadi serta memahami bagaimana dokumen Laudato Si memandang dan menyerukan ajakan untuk mengatasi masalah tersebut. Survei ini juga, dapat berguna agar masyarakat dapat memberdayagunakan lingkungan alam Taman Suropati dengan baik dan menjaga dan merawat ekosistem sekitar sebagai saudara dan saudari kita.
METODE OBSERVASI LINGKUNGAN
Metode yang digunakan dalam melakukan observasi lingkungan adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini mengumpulkan dan menganalisis data deskriptif melalui pengamatan secara kualitatif. Data deskriptif yang dimaksud adalah gambaran atau deskripsi yang menggambarkan karakteristik suatu data. Maka dari itu, data yang dikumpulkan bersifat kualitatif atau data yang berupa deskripsi/narasi. Pengumpulan data dalam observasi ini dilakukan dengan membuat catatan lapangan dan juga dokumentasi.
HASIL SURVEI DAN
PENGAMATAN DI TAMAN SUROPATI
Hasil observasi kelompok terhadap ekosistem di Taman Suropati mendapati dua masalah utama. Masalah pertama adalah keruhnya air di kolam air mancur Taman Suropati. Penyebab keruhnya air kolam adalah sistem filtrasi kolam. Hasil pengamatan menemukan bahwa pipa-pipa saluran air yang digunakan untuk memancurkan air kolam tertutupi oleh lumut-lumut. Pipa-pipa saluran yang nampak dari luar terlihat juga sudah mulai berkarat yang mengindikasikan pipa saluran sudah tidak layak untuk digunakan. Hal ini diperkeruh juga dengan kehadiran para pengunjung. Dalam beberapa kali kesempatan, terlihat para pengunjung merendam kaki kedalam kolam tersebut yang membuat kolam semakin kotor. Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi D.K.I Jakarta sudah melakukan berbagai upaya untuk menjaga kebersihan kolam. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan pembersihan rutin dengan menguras dan menyikat kolam agar terlihat lebih bersih.
Meskipun demikian, pembersihan (penyikatan kolam) secara rutin tidak sepenuhnya membuat kolam air di taman suropati menjadi bersih. Maka, tetap diperlukan pembenahan sistem saluran pipa kolam dengan mengganti pipa dengan pipa yang lebih layak dan tidak berkarat sehingga air yang dialirkan tidak terkontaminasi dengan zat-zat kimia. Selain masalah, kami melihat juga berbagai kelebihan yang dimiliki oleh Taman Suropati. Taman Suropati menggunakan pemberlakuan jam operasional (buka-tutup) sehingga memungkinkan petugas melakukan pembersihan, perawatan tanaman, dan pemeliharaan fasilitas taman. Ini adalah salah satu yang patut kita apresiasi dari pengelolaan Taman Suropati yang memungkinkan untuk perawatan dan pemeliharaan secara lebih lanjut. Perawatan berkala dan pemeliharaan ini meringankan duka Bunda Maria yang terluka dan sakit akan dunia yang terus dieksploitasi dan dihancurkan (LS Art.241).
KESIMPULAN DAN REFLEKSI
Melalui pengamatan, para warga belum menyadari bahwa mereka adalah bagian dari lingkungan ekologis di taman tersebut. Hal tersebut dapat terlihat melalui sikap para warga yang sembarangan mencelupkan kaki ke dalam kolam sehingga kolam tersebut kotor dan pengelola yang belum terlihat memperbaiki pipa filter. Sikap ini juga mencerminkan bahwa para warga hanya memanfaatkan lingkungan alam tanpa merawatnya, sesuai dengan ensiklik Art. . Pengelola pun juga belum berusaha secara maksimal memperbaiki filter penjernih air. Melihat permasalahan ini, sudah sepantasnya masyarakat maupun pihak pengelola menyadari perilaku yang telah mereka lakukan terhadap alam. Hal tersebut dikarenakan manusia diundang oleh Teks Alkitab untuk “mengusahakan dan memelihara” taman dunia (LS Art.67). Hendaknya kata “memelihara dan mengusahakan” dipahami sebagai relasi tanggung jawab timbal balik antara manusia dan alam. Melalui undangan tersebut, dengan kesadaran, manusia sungguh diperlukan bagi manusia untuk merespon undangan tersebut melalui aksi nyata yang dapat terdiri dari “tindakan sehari-hari yang sederhana” namun berguna secara langsung (LS Art. 230),. Lewat respon atas undangan tersebut, akhirnya dapat terwujud bumi sebagai “rumah” bagi manusia dan bumi sebagai tempat yang keutuhannya terpelihara (LS Art.14).
Manusia yang berkewajiban menjaga alam semesta, biasanya lalai melaksanakan tugas ini akibat gaya hidup konsumerisme dan amoral yang berkembang di masyarakat modern, sehingga menimbulkan krisis ekologi. Namun, seruan seperti yang terdapat dalam Ensiklik Laudato' Si mengingatkan kita bahwa menjaga bumi adalah panggilan bersama yang menuntut tindakan konkret dari setiap manusia, termasuk para pelajar. Observasi Taman Suropati menjadi contoh bagaimana inisiatif kecil dapat menyadarkan masyarakat dan menjadi sumbangan nyata dalam mencintai dan merawat "rumah" kita bersama. Hal ini menegaskan bahwa perubahan besar dimulai dari langkah-langkah kecil dan kesadaran kolektif akan kewajiban lingkungan kita.
DAFTAR SINGKATAN
LS : Laudato’Si
CV : Caritate in Veritas
QA : Querida Amazonia
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI