Saya pun mengubah pose Balasana menjadi Padmasana.
"Begini. Mulanya ada beberapa frasa muncul di benak saya. Yakni; bibir sumur, sudut sumur, dan lubang sumur. Akhirnya pilihan jatuh pada frasa lubang sumur."
"Kenapa mesti lubang sumur? Itu tidak logis, tau! Kenapa tidak...ah, embuhlah!"
"Oh, itu. Frasa lubang sumur sekadar untuk penegasan betapa bersungguh-sungguhnya tokoh si aku mencari keberadaan Lelaki Berbahaya. Ia sampai harus melongokkan kepala ke lubang sumur. Kalau menggunakan kata 'sumur' saja, belum tentu ia mendekati objek, bukan?"
"Waduh! Semakin bingung aku."
"Ya, wis. Kalau sampean bingung, ikut saja tertawa bareng-bareng Profesor Felix dkk. Cos tertawa itu sehat. Bisa bikin awet muda. Bisa menghilangkan encok dan rheumatik juga. Cuma ya itu, nganu..."
Saya terdiam sejenak. Memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam.
"Cuma kenapa?"
"Hati-hati menertawakan puisi seseorang. Terutama seseorang yang berstatus jomlo akut seperti saya. Bisa kualat!"
Jledddeeer!!!
Di luar, petir tiba-tiba menyambar membelah langit.