Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ketika Jepang Menjadi Pilihan Terbaik Anakku Menuntut Ilmu

7 Juli 2022   13:36 Diperbarui: 8 Juli 2022   10:15 1576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kuliah di Jepang. (sumber: UNSPLASH/AGATHE MARTY via kompas.com)

Tidak terasa hampir satu tahun putri bungsu saya, Kharisma Surya Putri tinggal di Jepang untuk melanjutkan studi S2-nya. Tepatnya di Kanazawa University.

Ya, ia berangkat awal bulan September tahun lalu (2021), ketika pandemi Covid-19 sedang marak-maraknya.

Jangan ditanya bagaimana perasaan ibunya ini ketika harus melepas kepergian nakdis yang notabene belum pernah menginjakkan kaki ke luar negeri. Apalagi di sana tidak ada sanak saudara. Dan, yang paling mengkhawatirkan adalah dunia sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja.

Suka Duka Menuju Negeri Sakura di Masa Pandemi

Gara-gara pandemi pihak Jepang memberi waktu sangat mepet untuk persiapan keberangkatan si bungsu. Cos seperti negara-negara lain, Jepang berencana menutup portal penerbangannya sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Bisa dibayangkan betapa riwehnya mempersiapkan segala sesuatu termasuk persyaratan keberangkatan dengan waktu yang sudah di-deadline. 

Ya. Tiket pesawat oleh pihak Universitas sudah dipesankan. Itu berarti si bungsu harus segera mengurus dokumen ini itu, gegas melakukan vaksin (wajib vaksin 1 dan 2), melakukan PCR jelang keberangkatan dan saat tiba di negara tujuan, serta wajib dikarantina selama 12 hari di suatu tempat yang sudah ditentukan oleh pihak Jepang.

Di antara prosedur-prosedur wajib itu, karantina adalah prosedur yang membuat kami ketar ketir. Cos biayanya sangat mahal dan pembayarannya tidak bisa ditangguhkan alias harus tunai.

Alhamdulillah, pihak Universitas memberi solusi dengan 'menalangi' dulu biaya karantina yang nantinya bisa diangsur setelah uang beasiswa cair.

Kanazawa University saat musim salju. Foto dokumen pribadi by Kharisma Surya Putri
Kanazawa University saat musim salju. Foto dokumen pribadi by Kharisma Surya Putri

Beasiswa? Iya, betul. Si bungsu mendapat beasiswa dari pemerintah Jepang (MEXT) untuk menyelesaikan jenjang S2-nya ini.

Untuk sementara masalah karantina kami anggap sudah teratasi. Tapi masih ada masalah lain yang tak kalah penting, yang perlu dicari sesegera mungkin solusinya. Yakni biaya dorm.

Dorm adalah sebutan untuk rumah tinggal (semacam kos-kosan di Jepang). Nah, khusus mahasiswa yang baru datang, pihak Universitas sudah menyediakan dorm ini dengan syarat harus ada uang jaminan terlebih dulu.

"Berapa uang jaminannya, Nduk?" Tanya saya dengan perasaan campur aduk. Si bungsu pun menyebutkan nominal sesuai dengan informasi yang diterimanya.

Melihat semangat si bungsu yang luar biasa demi menuntaskan S2-nya (setengah semester sudah dijalani secara online), mau tidak mau sebagai ibu saya harus ikut memikirkan; bagaimana cara mendapatkan dana jaminan dorm yang tidak sedikit itu?

Pertolongan Allah Itu Nyata Adanya

Subhanallah. Di sinilah pertolongan Allah itu nyata adanya. Allah sungguh Mahabaik lagi Mahapenyayang. Allah lebih mengetahui kapan hambaNya membutuhkan uluran tangan.

Urusan dana dorm yang nyaris membuat kami menyerah, tiba-tiba dipermudah melalui cara yang tidak terduga-duga. Hingga detik ini berlinang air mata saya jika mengenang kemudahan itu.

Alhamdulillah. Si bungsu akhirnya bisa berangkat dan tiba dengan selamat di Negeri Sakura. Negeri yang akan menjadi rumah keduanya dalam menimba ilmu.

Sekilas tentang Perjalanan Hidup Saya Bersama Anak-Anak

Lebih dari 20 tahun menjalani peran single mom, saya menyadari betul betapa banyak keterbatasan dan kekurangan yang saya miliki.

Namun demikian saya selalu berusaha sekuat tenaga untuk menjadi ibu yang baik, khususnya dalam mendidik dan mendampingi 4 orang anak yang telah Allah titipkan kepada saya.

Bandara Juanda siap berangkat ke Jepang. Foto dokumen pribadi
Bandara Juanda siap berangkat ke Jepang. Foto dokumen pribadi

Bersyukur keempat anak saya memahami betul kondisi ibunya ini. Mereka belajar dari pahit manisnya kehidupan yang telah kami lalui bersama.

Oh, ya. Anak-anak saya telah tumbuh dewasa. Dua anak sudah 'mentas' untuk menjalani kehidupan mereka masing-masing. Satu anak merantau di Jakarta. Praktis saya tinggal berdua bersama si bungsu sampai ia memutuskan menerima tawaran beasiswa itu dan berangkat ke Negeri Sakura.

Dia Satu-Satunya Siswa yang Tidak Bisa Ikut ke Luar Negeri

Tulisan ini hanya sebagai pengingat, betapa anugerah Allah tiada terhingga. Khususnya bagi bungsu saya.

Ya, saya masih belum lupa. Dulu, ketika duduk di bangku SLTP, si bungsu pernah mengundurkan diri dari program pertukaran pelajar antara Indonesia dan Singapura. Kala itu dia satu-satunya siswa kelas akselerasi yang tidak bisa ikut berangkat karena terbentur masalah biaya.

Meski dari pihak sekolah menyatakan biaya keberangkatan fifty-fifty, dalam arti separuh ditanggung pihak sekolah separuhnya lagi dibebankan kepada wali murid, toh tetap saja bagi kami nilainya masih sangat besar. Tidak mungkin akan terjangkau.

Oh, ya. Sekadar info. Si bungsu memang tercatat sebagai siswa di salah satu SLTP Negeri favorit di Kota Malang. Ia diterima berdasarkan hasil NEM-nya yang nyaris sempurna.

Duduk di bangku SMU kisah terulang kembali. Ketika sekolahnya mengadakan tour Eropa untuk acara kunjungan antar sekolah atau apa (saya lupa), dengan biaya puluhan juta rupiah, si bungsu mesti berbesar hati untuk tidak ikut.

"Kasihan Mama kalau harus membayar ongkos berangkat begitu besar." Ujarnya kala itu dengan amat sangat pengertian.

Saya bersyukur sekaligus terharu si bungsu bisa mengerti dan memahami kondisi kami.

Ya. Sedari dini anak-anak memang harus sudah banyak belajar. Termasuk belajar tabah dan belajar untuk tidak mudah berkecil hati.

Sang Pemburu Beasiswa

Saya pernah menyampaikan kalimat ini kepada anak-anak.

"Jangan menyerah pada keadaan. Teruslah belajar dengan tekun agar menjadi generasi yang pintar. Sebab dengan kepintaran yang kalian miliki, dunia niscaya ada dalam genggaman. "

Kiranya hal itu tertanam kuat di dalam benak si bungsu. Iapun tumbuh menjadi gadis yang tekun. Gadis yang lebih banyak menghabiskan waktu berkutat dengan buku-buku ketimbang hangout di luaran sana.

Alhamdulillah. Selepas SMU si bungsu mendapat beasiswa dari Universitas Brawijaya Malang, sesuai dengan jurusan yang diminatinya, yakni Matematika murni.

Dan, di usia 20 tahun ia berhasil meraih S1 lebih cepat dari seharusnya (diselesaikan 3 tahun), dengan predikat cumlaude dan menjadi mahasiswa lulusan terbaik di fakultasnya.

Jalan pun kian terbentang luas. Tanpa menunggu lama ia mendapat kabar baik dari pemerintah Jepang (MEXT).

Yup! Beasiswa S2 sudah menunggunya.

Mengapa Harus Jepang?

Awalnya, seperti yang sudah saya sampaikan, saya sempat deg-degan saat hendak melepas kepergian si bungsu. Tapi setelah kakak-kakaknya menjelaskan panjang lebar, kekhawatiran saya perlahan luntur.

"Mama nggak usah khawatir. Pilihan Risma sudah tepat. Jepang memiliki fokus yang kuat terhadap dunia pendidikan." Demikian anak sulung meyakinkan saya.

"Tapi adikmu itu perempuan, di sana situasinya aman tidak?"

"Insya Allah aman, Ma. Jepang kan terkenal sebagai negara paling disiplin di dunia." Kakak keduanya menimpali.

"Trus akomodasinya nanti, piye?" Saya masih merasa was-was.

"Duh, Mama ini. Risma kan dapat beasiswa."

"Iya, Mama tahu. Tapi cukup tidak beasiswanya untuk bayar indekos, beli makanan, bayar ini itu. Apalagi di Jepang biaya hidup mahal."

"Insya Allah cukup, Ma. Beasiswa yang diberikan pemerintah Jepang sudah diperhitungkan secara cermat. Lagi pula aku kan sudah terbiasa hidup hemat." Si bungsu ikut meyakinkan saya.

Hasil Tidak Akan Mengkhianati Proses

Foto dokumen pribadi by Kharisma Surya Putri
Foto dokumen pribadi by Kharisma Surya Putri

"Ma, suatu hari nanti aku ingin melanjutkan kuliah di Jepang. Melihat sakura bermekaran. Juga menyaksikan hamparan salju yang indah."

Demikian si bungsu kecil pernah menyampaikan keinginannya dengan mata berbinar-binar.

Dan kini ia benar-benar berhasil mewujudkan keinginannya itu. Usaha gigih telah membawanya pergi menjemput impian.

Ya. Dari jauh saya bisa melihatnya. Melihat gadis kesayangan itu tengah tersenyum manis dari balik jendela dorm, menyaksikan empat musim bertukar tempat.

Oh, ya  Saat ini Jepang sedang memasuki musim panas. Musim yang memberi kehangatan pada alam semesta. Ah, biar. Biar saja kehangatan itu juga menyapa si bungsu yang tengah sibuk menjalani seminar, konferensi, presentasi, persiapan tesis, dan tugas-tugas ujian lain seperti yang baru saja ia kabarkan kepada saya via WA.

Semoga selalu sehat dan diberi kelancaran, yaa Nduk. Di sini ibumu ini tak henti menderaskan doa-doa.

***
Malang, 7 Juli 2022
Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun