Ia bebaskan anak-anak puisi berlarian; di pelataran hujan, di reranting pohon-pohon, di garis senyum dandelion, di kepak sayap merpati, di belantara sunyi, juga di jantung kota yang pernah membuatnya jengah sekaligus patah hati.
Lelaki itu, sekali lagi, aku tak hendak menunjukkannya kepadamu. Sebab ia seperti awan yang berarak di tubir langit senja. Kadang ia merupa begawan. Tak jarang menyulih menjadi seoramg bajingan.
Lelaki itu, sungguh, tak akan pernah kutunjukkan kepadamu. Biarlah ia tetap menjadi gembala. Bagi anak-anak puisi yang terlahir dari rahim sungai yang mengalir deras di kepalanya.
***
Malang, 22 November 2021
Lilik Fatimah Azzahra
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!