Saat hendak pergi menuju pasar, saya mengalami kecelakaan. Motor saya bertabrakan dengan sebuah mobil avanza yang tiba-tiba saja menikung dengan kecepatan tinggi. Tubuh saya mencelat sejauh sepuluh meter. Menghantam trotoar dan mengalami luka parah.
Orang-orang bilang saya sudah mati. Karena saat itu saya diam tak bergerak. Jantung dan nadi saya berhenti berdenyut. Orang-orang yang lalu lalang tidak berani menyentuh tubuh saya. Takut dimarahi polisi, katanya.
Entah bagaimana ceritanya. Tahu-tahu nyawa saja berpindah tempat. Keluar dari raga dan memilih tubuh seorang wanita yang oleh dokter baru saja divonis mati.
Bisa dibayangkan, bukan? Wanita itu langsung duduk terhenyak begitu nyawa saya masuk ke dalam tubuhnya. Ia menatap linglung sekeliling. Dan, tentu saja kejadian itu membuat orang-orang yang datang melayat terkaget-kaget.
"Loh, kenapa saya berada di sini? Bukankah saya harus pergi ke pasar?" tanya saya seraya menatap orang-orang yang tidak saya kenal itu. Orang-orang di sekitar saya makin terperangah. Beberapa di antara mereka menyerukan nama Tuhan. Beberapa yang lain berlari ketakutan.
"Puji Tuhan! Isma, kau hidup lagi, Nak!" seorang wanita paruh baya menghambur ke dalam pelukan saya. Ia menciumi pipi saya bertubi-tubi hingga napas saya terasa sesak.
***
Sekarang saya mulai paham, tubuh yang saya singgahi bernama Isma. Juga penyebab kematian wanita itu. Isma tewas karena menenggak obat tidur over dosis.
Tapi, siapa sesungguhnya Isma? Ini yang membuat saya bingung. Saya lantas berusaha mencari tahu dengan memasang mata dan telinga baik-baik.
Ternyata Isma adalah istri seorang pengusaha kaya raya. Terbukti dari deretan karangan bunga yang terpampang rapi di sepanjang halaman rumah.
"Turut berduka cita sedalam-dalamnya atas wafatnya Nyonya Isma istri Tuan Himawan."
Sekarang masalahnya --- yang mana Tuan Himawan suami Isma? Saya celingukan. Mengamati beberapa pria yang berdiri berjejer di ruang tamu.