Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Hari Baik untuk Lahir

17 Maret 2018   17:09 Diperbarui: 17 Maret 2018   17:28 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: aceh.tribunews.com

Perempuan muda itu menatap kejauhan seraya meraba perutnya yang membuncit. Sesekali ia menyeka keringat di dahinya yang terus mengalir. Meski ia berusaha untuk rileks, tetap saja kecemasan tak mampu dihalaunya.

"Dokter sudah menjelaskan banyak hal padamu, Lily, jadi tenanglah,"suara Ron, suaminya, membuatnya menoleh.

"Dokter Halim bukan seorang perempuan, Ron. Jadi ia tidak tahu bagaimana rasanya kontraksi sebelum melahirkan."

"Kalau bidan Nur?"

"Bidan Nur itu masih lajang. Ia hanya menguasai teori. Praktiknya belum."

"Kukira---tanda-tanda perempuan akan melahirkan itu seperti...mm orang kebelet buang air besar. Mulas-mulas nggak jelas begitu," Ron berkata lagi. Perempuan muda itu cemberut. Lalu tersenyum kecut. Bisa-bisanya Ron bilang seenteng itu.

"Kau berkata seolah kau pernah melahirkan, Ron," ia mencibir ke arah suaminya. Ron menyembunyikan tawa.

Ini hari-hari paling mendebarkan baginya. Kecemasannya sudah sampai di ubun-ubun. Ia terlihat amat stres. Meski, sekali lagi Ron tidak pernah surut memberinya semangat.

"Kau pasti bisa melewatinya. Lily. Aku yakin. Dan kukira bayi kita sama semangatnya sepertiku. Ia akan mendobrak dinding plasenta dengan kekuatan super. Bahkan sebelum kau sempat menyadarinya, tahu-tahu ia sudah tertawa di sampingmu."

"Ron. Kau jangan bergurau. Aku benar-benar cemas," perempuan muda itu mencengkeram kuat-kuat lengan Ron yang kekar.

"Aku tidak bergurau, Lily," Ron mengecup lembut kening istrinya yang selalu dipanggilnya dengan nama Lily itu. Meski nama sebenarnya adalah Rose.

"Jadi kapan ia lahir?" perempuan muda itu menatap kalender yang terpampang di dinding.

"Terserah dia."

"Maksudmu?"

"Terserah bayi itu. Ia berhak memilih hari baik."

Perbincangan terhenti. Perempuan muda itu tiba-tiba merasakan perutnya mulas. Seperti hendak buang air besar.

"Ron..." ia berkata gemetar. Keringat dingin kembali membasahi keningnya.

"Kau kekenyangan, Lily. Kau baru saja menghabiskan dua piring makan malam---termasuk jatahku."

***

Dokter memperkirakan bayinya akan lahir di minggu ketiga bulan ini. Tapi bisa saja perkiraan dokter meleset bukan?

Ia semakin terlihat kacau, semakin sulit untuk tidur. Berkali ia keluar masuk kamar mandi. Mulas sedikit ia langsung panik. Ujung matanya sebentar-sebentar melirik ke arah jam dinding. 

"Cobalah untuk tidur. Kurang istirahat tidak bagus untuk kesehatanmu,"  Ron mengingatkan. Ia tidak menyahut. Kakinya terseret menuju jendela. Ia memilih membuka tirai dan membuang pandang jauh ke halaman.

Di langit bulan bersinar cerah. Ia tertegun. Baru kali ini ia melihat bulan begitu cantik dan menawan.

"Kami di sini sudah menyiapkan pesta kecil untuk mengantar kelahiran bayimu!" bulan berseru dan melambaikan tangan ke arahnya. Beberapa cahaya semirip meteor berebut meluncur.

"Itu salah satu kembang api yang akan mengiringi kelahiran bayimu nanti," lagi, bulan bicara padanya.

"Jadi kapan tepatnya ia akan lahir?" perempuan muda itu bertanya was-was. Kata-kata bulan barusan membuatnya berfirasat bahwa tak lama lagi bayinya akan hadir.

Ia melirik ke arah Ron. Suaminya itu sudah tertidur pulas. Tentu saja ia tidak ingin membangunkannya. Ia tahu Ron kelelahan. Akhir-akhir ini Ron memang menghabiskan waktu terlalu banyak untuk menjaganya.

Ron sungguh suami yang baik. Ia bergumam.

Bulan di langit tidak terlihat lagi. Ia kecewa. Pertanyaan tentang kapan bayinya akan lahir belum terjawab. Lalu ia menutup kembali tirai jendela. Berjalan ke arah sofa dan merebahkan diri di sana.

Ia sama lelahnya dengan Ron. Ia ingin tidur. Dan sepertinya kali ini ia bisa melakukannya.

Ia terbangun dini hari menjelang Subuh ketika terganggu oleh perutnya yang tiba-tiba terasa mulas. Kali ini mulas yang dirasakannya berbeda. Hilang muncul.

Dan ketika rasa mulas itu kian sering serta durasinya semakin pendek, ia terpaksa membangunkan Ron.

"Ron! Ini hari baik yang dipilih anakmu!"

Ron terjaga. Ia meraih kunci mobil. Bergegas memapah dan mengantar istrinya ke Rumah Sakit Bersalin.

Bayi lucu itu memilih sendiri hari baik untuk lahir. Minggu. Ketika semua orang mendapat libur.

***

Malang, 17 Maret 2018

Lilik Fatimah Azzahra

*Cerpen ini spesial tuk sayangku yang tengah menunggu kelahiran babynya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun