***
Pemilik rumah kos bergegas menyongsongku begitu melihat aku datang. Perempuan setengah umur itu menyodorkan sebuah amplop berwarna coklat tanpa berkata apa-apa. Aku sigap memasuki kamar. Kuamati sejenak amplop di tanganku.
Untuk Liz. Pengirim Basuki.
Basuki? Bukankah Basuki itu nama almarhum Kakekku?
Agak tergesa aku merobek amplop yang tampak sudah sangat tua dan lusuh itu. Terbaca olehku tahun pengirimannya. 1995. Bukankah itu tahun kelahiranku? Rupanya Kakek sudah mempersiapkan surat ini jauh-jauh waktu, sejak dua puluh dua tahun yang lalu.
Warna kertas surat itu sudah menguning. Saat kubuka, tidak tertulis kalimat apa pun sebagai tegur sapa. Hanya ada kata-kata asing yang berderet rapi.
Mungkinkah deretan kata-kata itu sejenis mantra? Bisa jadi. Kukira surat Kakek ini ada kaitannya dengan pensil antik itu.
Kuraih pensil berkepala naga yang tergeletak di atas meja. Lalu kucoba membaca salah satu huruf yang tertulis di secarik kertas yang masih berada di tanganku.
COLORIUS!
Tiba-tiba---entah dari mana datangnya, berpuluh celana kolor aneka warna menghujani kepalaku. Benda terbuat dari kain itu seolah tercurah dari atap kamar secara terus menerus, tiada henti, hingga tubuhku ternggelam dan hanya kepalaku saja yang terlihat.
"Kau salah baca, Liz. Lidahmu terlalu medok mengucapkannya. Gunakan dialek Inggris. Samarkan huruf 'r' nya."