Drupadi  itu aku. Tidak  pernah kalah. Jadi segera menangkan pertarunganmu!
Bisikan itu terngiang di telingaku. Membujukku. Berulang kali. Â Â Â Â Â Â Â
Baiklah, baiklah...Drupadi. Â Aku akan laksanakan perintahmu!
Dan ---tanpa ragu-ragu, kuraih bantal di hadapanku. Lalu sekuat tenaga kubekap wajah Kakakku, wajah yang jelita itu. Wajah yang selalu menjadi idola setiap pria. Wajah yang sangat sempurna, yang memiliki keberuntungan tiada tara dibanding wajahku.Â
Sudah, cukup! Â Ia sudah mati. Â Sekarang kau bisa tenang melanjutkan hidupmu.
Deg. Itu bukan bisikan Drupadi. Itu bisikan iblis.
Aku tak peduli!
Tik-tak, tik-tak.
Bunyi denyut jantungku.
Kupandangi dinding kamarku. Sudah penuh oleh coretan kisah Dewi Drupadi. Aku tertawa.
Kupandangi juga ubin di bawah tempat tidurku, plesternya masih basah. Sekali lagi---aku tertawa.