Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malam Ini Kupinjam Suamimu

27 Februari 2016   12:42 Diperbarui: 2 Oktober 2023   05:49 1521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image by id.gofreedownload.net

Perempuan cantik itu datang ke rumah dengan wajah ceria. Ia menenteng tas tangan terbuat dari kulit sintetis berwarna coklat. Gaun berlengan panjang hijau tosca membalut tubuhnya yang ramping.

"Mana suamimu?" ia bertanya dengan suaranya yang renyah.

"Masih di kantor," jawabku kaku.

"Malam ini, bolehkan aku meminjam dia?" ia menghampiriku.

"Sepertinya Mas Bram lembur." Aku menyahut sigap. 

"Ah, sayang sekali. Tapi tolong sampaikan pada suamimu, ya...aku menunggunya," ia tersenyum sesaat. Lalu pamit pergi meninggalkan rumahku.

***

Mas Bram pulang ketika hari sudah larut malam. Aku menyiapkan kopi panas untuk mengurangi hawa dingin yang menggigit. 

"Rin, lama aku tidak mengunjungi perempuan cantik itu," ujar Mas Bram seraya menyeruput kopinya.

"Jangan malam ini, Mas. Udara sangat dingin. Aku ingin menghabiskan malam bersamamu," aku merayunya. Mas Bram menatapku sesaat.

"Yuk, kita tidur..." aku menempelkan kepala di pundaknya. Mas Bram meletakkan cangkir lalu mengecup pipiku lembut.

"Aku temani kamu sebentar, ya. Tapi setelah itu, izinkan aku pergi menemuinya," Mas Bram berdiri dan membimbingku menuju kamar.

Tentu saja aku tidak ingin malam ini Mas Bram pergi. Aku masih ingin berlama-lama menyusupkan kepalaku ke dalam pelukannya. Sengaja kuulur-ulur waktu agar ia tidak jadi pergi menemui wanita cantik itu.

Dan, aku berhasil membuatnya tertidur pulas. 

***

Esoknya Mas Bram berangkat ke kantor tanpa membahas keinginannya untuk bertemu wanita cantik itu lagi. Tapi tak lama kemudian, sekitar pukul delapan, ponselku berbunyi.

"Wah, semalam aku menunggu suamimu. Tapi ia tidak datang. Bagaimana kalau malam nanti? Bolehkan aku pinjam suamimu?" suara renyah itu membuatku memberengut.

"Mungkin malam ini ia lembur lagi," jawabku sengaja berbohong. Aku tahu Mas Bram hari ini pulang agak lebih cepat. Karena ini hari Sabtu.

"Oh, ya, sudah. Tapi seandainya ia memiliki waktu, tolong ya, sampaikan. Aku menunggunya." 

Aku tidak menyahut. Dan, pembicaraan pun terputus.

 

***

Saat Mas Bram pulang dari kantor, aku tidak mengatakan apa-apa tentang wanita cantik itu. Juga pesan yang dititipkannya kepadaku.

Seperti biasa, akhir pekan kami habiskan untuk menikmati udara sore. Aku mengajak Mas Bram mengunjungi pameran seni yang kebetulan tengah digelar di galeri tak jauh dari rumah kami.

Kami pulang ketika hari sudah malam. Mas Bram tampak sangat lelah. Kami pun memutuskan untuk langsung berangkat tidur.

Tengah malam kulihat Mas Bram terjaga. Ia tampak tergopoh meraih ponsel. Seseorang menelponnya. Pasti perempuan cantik itu! Aku mendengus kecil.

"Rin, aku harus pergi!" Mas Bram beranjak dari tempat tidur.

"Ini tengah malam, Mas!" sergahku. Mas Bram mengacuhkanku. Seolah tidak mendengar suaraku. Ia segera meraih jaket yang tersampir di belakang pintu. Juga kunci mobil. Lalu pergi meninggalkan kamar dengan langkah tergesa.

Kulepas kepergian Mas Bram dengan rasa kecewa. Amat sangat kecewa. 

 

***

Mas Bram pulang ketika hari menjelang pagi. Wajahnya tampak kusut masai. Aku mendiamkannya. Rasa kecewa dan marah masih belum sirna dari hatiku.

"Rin, jangan marah berlarut-larut," Mas Bram meraih tubuhku dan mendaratkan satu kecupan pada keningku.

"Mas seharusnya tidak meninggalkanku!" aku merajuk.

"Buatkan aku sarapan dulu, ya. Setelah itu akan kuceritakan tentang kejadian semalam," Mas Bram membimbingku menuju dapur.

Meski hatiku masih diliputi rasa dongkol, kubuatkan juga suamiku sarapan. Sementara ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

 

***

Usai menghabiskan sarapan, Mas Bram menepati janjinya. Ia menceritakan kisahnya semalam bersama wanita cantik itu.

"Ada kista dalam rahimnya yang harus segera diangkat, Rin. Malam itu juga kami berangkat ke Rumah Sakit. Dan rencananya hari ini operasi akan dilaksanakan," tutur Mas Bram murung.

"Jadi ia sakit?" aku terlonjak kaget. Seketika perut buncitku bergerak-gerak. Janin dalam kandunganku yang berusia tujuh bulan menendang-nendang.

"Begitulah. Selama ini ia berusaha menyembunyikan sakitnya dariku."

"Mas, ajak aku temui dia!"

"Nanti saja kalau dia sudah pulang. Mbak Santi berpesan agar kamu menjaga baik-baik kandunganmu."

Aku tergugu. Merasa sangat bersalah terhadap wanita cantik itu. 

Wanita yang hidup sendirian sejak adik lelaki satu-satunya memutuskan menikah denganku.

 

****

Malang, 27 Februari 2016

Lilik Fatimah Azzahra

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun