Mohon tunggu...
Elang ML
Elang ML Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Hukum Univeristas Indonesia 2016

Mahasiswa yang kadang-kadang menulis artikel.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tiga Pilihan Penanganan Covid-19 yang Dimiliki Joko Widodo

20 April 2020   11:18 Diperbarui: 20 April 2020   11:25 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jokowi memiliki setidaknya tiga skema Undang-Undang untuk diterapkan dalam penanganan Covid-19. Dalam tulisan ini penulis akan membahas skema apa saja yang diatur dalam Undang-Undang, Siapa Tokoh Sentralnya, bagaimana pemerintah menerapkannya, dan apakah kita benar-benar memerlukan ketiga skema tersebut atau ketiga skema tersebut merupakan produk dari minimnya singkronisasi peraturan perundang-undangan.

Skema Darurat Sipil

Skema pertama yang menarik dibahas adalah wacana Presiden Joko Widodo untuk menerapkan Darurat Sipil. Pernyataan tersbut diucapkan dalam konfrensi video pada Selasa, 31 Maret 2020, dalam pidatonya Presiden menyatakan:

"Semua skenario kita siapkan dari yang ringan, moderat, sedang, sampai kemungkinan yang terburuk. Darurat sipil itu kita siapkan apabila terjadi kondisi abnormal. Perangkatnya kita siapkan,"

Pernyataan tersebut menciptakan kritik yang cukup keras di publik, wajar saja penerapan Darurat Sipil otomatis akan mengacu pada Perppu No. 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya yang ditetapkan menjadi Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1961 tentang Penetapan Semua Undang-Undang Darurat dan Semua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang Sudah Ada Sebelum Tanggal 1 Januari 1961 Menjadi Undang-Undang. 

Secara objektif penetapan Darurat Sipil memang dimungkinkan, meskupun dapat diperdebatkan penerapannya sebagai respon dari keadaan Pandemi Covid-19. Syarat penerapan Darurat Sipil sendiri diatur dalam Pasal 1 Perppu Keadaan Darurat yang menyatakan:

"(1) Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan adaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila: 

 1. keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan,  kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;

2. timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;

3. hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan- keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala- gejala yang dapat membahayakan hidup Negara."

Namun, patut diingat bahwa Perppu tersebut sudah usang dan berpotensi melanggar HAM. Selain itu apakah keadaan Covid-19 adalah "bencana alam" atau bukan merupakan perdebatan, mengingat dalam Undang-Undang Penanggulangan Bencana wabah digolongkan sebagai bencana non-alam. 

Kalau tidak, apakah Covid-19 masuk ke dalam rumusan sebagai gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup negara yang tidak pasti batasannya? Terlepas dari terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat diatas, toh dari pidatonya Jokowi sepertinya memaksakan Darurat Sipil sebagai opsi penanganan, sehingga dapat menjadi bahasan dalam artikel ini.

Penerapan Darurat Sipil juga dituding debagai cara agar pemerintah terhindar dari beban memenuhi kebutuhan dasar rakyat yang diamanatkan dalam Undang-Undang Karantina Kesehatan. 

Perppu Darurat Sipil juga dinilai tidak tepat dalam konteks masa sekarang, mengingat penerbitannya lebih dilatarbelakangi oleh ramainya pemberontakan dan kekacuan politik di era 1950-an bukannya wabah. 

Dalam implementasinya pada Era Soekarno sampai tahun 1963 mengakibatkan Soekarno bertindak selayaknya penguasa tunggal, masuknya militer ke ranah sipl, dan sensor pers yang keras. 

Secara substansi Perppu Keadaan Bahaya memang memberikan landasan bagi Penguasa Darurat Sipil untuk melakukan hampir segala hal. Mulai dari tidak berlakunya asas legalitas, dan kewenangan penguasa darurat sipil untuk membuat peraturan hampir tidak memiliki batasan materi muatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun