Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ini 2 Masalah Besar Pendidikan Nasional Versi AHY...

2 Mei 2020   21:45 Diperbarui: 2 Mei 2020   22:02 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TANGGAL 2 Mei, sudah disepakati bersama oleh bangsa dan negara sebagai hari pendidikan nasional (Hardiknas). 

Sayang, untuk Hardiknas 2020 ini tidak ada upacara apalagi perayaan meriah. Semuanya hanya perayaan alakadarnya, sebab negara Indonesia tengah dihadapkan pada wabah pandemi virus corona atau covid-19.

Sebab adanya wabah virus asak Wuhan, China ini pula, pendidikan Indonesia benar-benar berada dalam titik suram. Betapa tidak, sudah hampir dua bulan ini kegiatan belajar mengajar yang biasanya dilakukan di sekolah sudah tak lagi terjadi. Karena seluruh murid dan staf pengajarnya "dipaksa" untuk belajar dan mengajar di rumah.

Boleh jadi, program pendidikan online yang menjadi kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarin sedikit mengobati rasa "lapar" peserta didik dalam memperoleh pelajaran. Namun, tetap saja hasilnya tidak begitu maksimal.

Kendati demikian, tetap patut disyukuri daripada para peserta didik sama sekali tidak mendapatkan pelajaran apapun.

Balik lagi pada Hardiknas dan dunia pendidikan tanah air. Mendikbud, Nadiem Makarim pernah menyebutkan bahwa ada tiga dosa besar pendidikan yang terjadi di tanah air. Tiga dosa tersebut adalah intoleransi atau radikalisme, kekerasan seksual, dan perundungan atau bullying.

Menurut mantan Bos Gojek ini, ketiga dosa besar pendidikan tersebut benar-benar tidak bisa diterima dan dimaafkan sama sekali. Karenanya menjadi kewajiban dia sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas pendidikan tanah air untuk mencari formula dan merumuskan solusinya.

Apa yang diutarakan Nadiem memang benar adanya. Selama ini, dunia pendidikan di Indonesia telah "diobok-obok" oleh ketiga permasalahan tersebut di atas. Hal ini jika terus dibiarkan, bukan saja merusak masa depan bangsa, tapi menghancurkan citra dunia pendidikan itu sendiri di mata masyarakat.

Oleh karenanya, menurut hemat penulis, ketiga aspek yang disebut sebagai dosa besar pendidikan ini tidak bisa terus dibiarkan bersemayam di lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah.

Lembaga pendidikan atau sekolah, sejatinya merupakan tempat kawah candradimuka bagi peserta didik dalam memperoleh pembelajaran, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan bersosial serta agama. Sekolah selayaknya bersih dari segala rongrongan miring atau negatif.

Jika tidak, dampaknya tidak saja menyasar pada peserta didik tapi juga pada lingkungan pendidikan itu sendiri, termasuk seluruh warga sekolah.

Bagaimana prilaku perundungan atau bullying kerap terjadi di lembaga-lembaga pendidikan, baik di tingkat dasar maupun atas. Mungkin sudah tak terhitung lagi jumlahnya kasus-kasus perundungan yang terjadi di tanah air. Tapi tetap saja, belum ada faktor-faktor yang membuat prilaku ini bisa diberhentikan. Seolah pihak lembaga pendidikan mati kutu mengatasi permasalah tersebut.

Pun dengan aksi kekerasan seksual, juga kerap menghiasi layar kaca atau berita-berita online maupun cetak. Parahnya kekerasan seksual ini tidak hanya terjadi antara siswa dengan siswa, tapi justru kerap terjadi dilakukan oleh tenaga pendidik itu sendiri. Jelas, ini merupakan peristiwa yang sangat memalukan dan membuat miris.

Terakhir adalah tentang intoleransi atau radikalisme. Bukan rahasia umum bahwa kasus-kasus seperti ini juga sudah merambah ke dalam dunia pendidikan di tanah air. Tentu saja paham ini akan sangat berbahaya bagi dunia pendidikan dan para siswa itu sendiri. Apalagi jika pondasi agamanya lemah.

Bagi penulis, jangankan peserta didik yang masih bisa disebut anak-anak. Manusia dewasa sekalipun jika mental dan pondasi agamanya lemah akan sangat mudah terhasut oleh paham radikalisme.

Jika sudah begini, tidak heran jika banyak terjadi bentrokan atau sengketa hanya karena berbeda pandangan, agama, suku atau bahkan beda kebiasaan. Maka, menjadi hal wajar, dengan maraknya paham radikalisme masuk sekolah, banyak orang tua siswa yang begitu khawatir terpapar radikalisme atau ajaran intoleransi.

Itulah dosa besar yang diutarakan Nadiem Makarim yang terjadi pada pendidikan nasional.

Namun rupanya, lain Nadiem lain pula yang diungkapkan oleh Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono. Menurutnya, pendidikan nasional masih menyisakan dua masalah mendasar. Yakni soal akses dan kualitas pendidikan. Masalah ini tetap ada kendati sudah ada berbagai upaya reformasi pendidikan termasuk alokasi anggaran 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Dilansir dari Tempo.co, AHY menjelaskan, dilihat dari sisi akses, berbagai indikator seperti angka partisipasi murni, lama bersekolah, dan tingkat putus sekolah, masih membutuhkan perbaikan.

"Meski kami tahu kebijakan sekolah gratis, program beasiswa, penyelesaian problem jarak dan akses menuju sekolah telah diusahakan," kata AHY lewat akun Twitter resminya, Sabtu, 2 Mei 2020.

Ia mengatakan pendidikan merupakan kunci pembangunan sumber daya manusia (SDM). Adapun kualitas SDM menjadi kunci terwujudnya Indonesia Emas 2045.

Masih dilansir Tempo.co, atas dasar itu, AHY mengatakan, bangsa Indonesia masih harus meningkatkan kualitas pengajar, kurikulum, dan tingkat daya saing pendidikan nasional. Ia pun meminta semua pihak merenungkan mengapa lulusan SMA sederajat dan perguruan tinggi menjadi penyumbang tingkat pengangguran.

"Mari perbaiki stategi "link and match" dunia pendidikan dan lapangan kerja," ucap AHY.

Pada kesempatan itu, AHY mengimbau agar ada perbaikan di semua aspek seperti sistem rekrutmen tenaga pendidik, keterpaduan kebijakan anggaran pendidikan pusat dan daerah, infrastruktur pendidikan, hingga sub-komponen lain yang mempengaruhi kualitas pendidikan nasional.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun