Di tengah gempuran kapitalisme global, pemerintah Indonesia kerap berorientasi pada investasi dan utang luar negeri. Rakyat kecil tetap jadi penonton dalam pembangunan. Konsep Republik Karya menyentil hal ini: bahwa bangsa tidak boleh menggantungkan nasibnya pada modal asing, tapi menggerakkan potensi rakyat sendiri.
2. Demokrasi yang Dikuasai Elite
Pemilu memang bebas, tapi hasilnya sering dikendalikan oleh kekuatan modal. Rakyat hanya dibutuhkan sebagai “angka suara”. Tan Malaka menolak demokrasi semacam ini. Dalam Republik Karya, demokrasi harus berbasis pada musyawarah kelas pekerja, bukan elit partai.
3. Ilmu Dikesampingkan, Logika Dibuang
Kebijakan publik hari ini sering abai terhadap riset ilmiah dan logika rasional. Contohnya, proyek strategis yang dipaksakan meski tak ramah lingkungan, atau kurikulum pendidikan yang berubah-ubah sesuai menteri. Dalam semangat Madilog (Materialisme-Dialektika-Logika), Tan Malaka menegaskan bahwa negara maju hanya bisa lahir dari budaya berpikir yang ilmiah dan logis.
Menuju Pemerintahan yang Bekerja, Bukan Hanya Berkuasa
Republik Karya adalah seruan agar negara hadir bukan sebagai pengatur dari atas, tapi pembebas dari bawah. Negara harus membantu rakyat bekerja, mencipta, dan mandiri.
Bantuan sosial tanpa pemberdayaan hanya memperpanjang ketergantungan. Pembangunan tanpa melibatkan rakyat adalah kediktatoran modern. Dan pemerintahan tanpa ilmu adalah jalan tol menuju kehancuran.
Penutup: Mewujudkan Republik Karya Hari Ini
Republik Karya bukan sekadar sejarah. Ia adalah arah masa depan.
Pemerintah harus mulai membangun: