Mohon tunggu...
Ekriyani
Ekriyani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pembelajar di universitas kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Takjil dan Jilbab

7 Mei 2019   21:08 Diperbarui: 7 Mei 2019   21:23 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyeka keringat dengan jilbab, gendongan bayi di bahu kanan
Bakul penuh takjil ditenteng ringkih
Di pinggir-pinggir jalan
Dan lapak kaki lima dadakan
Seirama dengan kelap kelip lampu merah perempatan jalan

Bayi kehausan dalam gendongan menangis, jika mampu berkata;

Ibu, rehat dulu sebentar

Buka puasa masih lama, tak ada yang makan takjil sekarang

Aku haus minta disusukan segera

Pedagang asongan, Pedagang kaki lima
Mereka datang berebut lapak dipinggir jalan
Di depan pertokoan
Bersaing dengan tibanya senja
Takjil masih pada tempatnya
Bagaimana bisa?

Harap-harap cemas,
Mendung tiba, tampak dari kejauhan
Sebentar lagi gelap disusul hujan dan petir bersahutan
Yang terbangkan lapak-lapak takjil sore ini

Jika mungkin takjil dijual esok sore
Tak segelap bayangan hari ini
Kumandang azan adalah ancaman
Bagaimana bisa?

Semua berharap azan segera tiba
Tidak halnya dengan ibu pembawa gendongan bayi
Tetap saja, harapan dan doa adalah waktu berhenti sekedar takjil terjual segera
Bagaimana bisa?

Sederhana,
Sesederhana menyeka keringat dengan jilbab di dada
Bagaimana bisa?

(Sungai Limas, 7 Mei 2019)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun