Mohon tunggu...
EKO R. FIARYANTO
EKO R. FIARYANTO Mohon Tunggu... -

Pembela Publik di LRC-KJHAM Jalan Panda Barat III No. 1 Semarang

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perkembangan Paralegal untuk Masyarakat Miskin dan Kelompok Marginal di Indonesia

18 September 2013   14:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:43 3693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah Paralegal :

Paralegal, sering dikenal sebagai pendamping, yang menjalankan aktifitas hukum sebagaimana dilakukan oleh pengacara yaitu memberikan bantuan hukum baik melalui jalur pengadilan maupun di luar jalur pengadilan, sebatas kemampuan yang dimiliki oleh orang yang menjalankan aktifitas keparalegalan.

Ruang lingkup pendampingan yang dilakukan oleh paralegal (dulu biasa disebut dengan pengacara publik/ pengacara rakyat/ pendamping rakyat-masyarakat), sebelum adanya Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, tidak hanya terbatas pada konsultasihukum, dan penasehatan hukum, akan tetapi juga menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela di tingkatan pengadilan maupun dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan juga melakukan tindakan hukum lainnya yang dibutuhkan oleh mitra/ pencari keadilan. Akan tetapi aktifitas tersebut kemudian dibatasi setelah UU Advokat diterbitkan, semua aktifitas pendampingan secara legal formal (beracara di dalam system peradilan) hanya boleh dilakukan profesi Advokat. Konsekuensinya berbagai istilah tentang profesi pemberi jasa/ bantuan hukum tersebut yang sebelumnya disebut sebagai pengacara, pokrol bambu, paralegal, dan konsultan hukum yang biasanya memberikan konsultasihukum, penasehatan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela di pengadilan tidak dikenankan lagi untuk berpraktek di pengadilan. Untuk bisa menjadi Advokat pun harus melalui berbagai persyaratan, diantaranya lulusan pendidikan tinggi hukum, yang telah mengikuti pendidikan profesi dan lulus ujian profesi Advokat, serta persyaratan magang sekurang-kurangnya 2 tahun, dan harus diambil sumpahnya terlebih dahulu oleh Mahkamah Agung melalui Hakim Pengadilan Tinggi.

Keadaan ini dinilai sangat tidak berpihak pada kepentingan masyarakat miskin (baca : miskin, rentan, dan marginal) pencari keadilan yang bermaksud meminta pendampingan, karena pada kenyataannya setiap jasa/ bantuan pendampingan hukum yang dilakukan oleh advokat, menimbulkan biaya baik itu untuk membayar jasanya maupun untuk operasional dalam melakukan pendampingan. Kalaupun di dalam Undang-undang Advokat diwajibkan kepada Advokat untuk menyediakan setidak-tidaknya 50 (lima puluh) jam dalam setahun (Peraturan PERADI No 1 Tahun 2010), akan tetapi hal ini hanya mengikat secara moral terutama para Advokat yang berafiliasi dalam PERADI, seperti kita ketahui bahwa di Indonesia ada banyak sekali organisasi yang menaungi profesi Advokat.

Secara matematis, jumlah Advokat dan Lembaga Bantuan Hukum yang memberikan pendampingan kepada masyarakat miskin, tidak sebanding dengan kasus-kasus yang ditangani dan jumlah masyarakat miskin pencari keadilan, hal ini berdampak pada ketidakmaksimalan peran pendampingan hukum yang selama ini dilakukan. Banyak sekali kasus-kasus yang tidak tertangani sampai selesai dikarenakan jumlah sumberdaya pendamping/ Advokat yang terbatas, serta tidak berjalannya peran Advokat praktek rujukan yang seharusnya menjalankan tanggung jawabnya memberikan bantuan hukum secara probono (Cuma-Cuma).

Negara dalam hal ini juga menutup mata, dengan kondisi bahwa banyak sekali pencari keadilan yang tidak tersentuh oleh akses bantuan hukum, paska Undang-Undang No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum diterbitkan pun, juga tidak dibarengi dengan implementasinya, terutama oleh pemerintah dengan memberikan fasilitas penyediaan anggaran serta personil-personil advokat/ pengacara yang ditunjuk sebagai pemberi bantuan hukum. Dan seolah-olah tanggung jawab penyediaan Bantuan Hukum diserahkan kepada individu-individu Advokat, maupun Lembaga Bantuan Hukum, untuk memberikan dan membiayai aktifitas kebantuanhukuman yang dijalankannya.

Pada dasarnya permasalahan tersebut sudah terjadi jauh sebelum UU Advokat dan UU Bantuan Hukum diterbitkan, pada tahun 1970-an, yang kemudian melatarbelakangi didirikannya Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (baca-YLBHI), yang telah mendedikasikan Advokat-Advokat/ Pekerja Bantuan Hukum (PBH)nya untuk memberikan akses bantuan hukum kepada masyarakat miskin, rentan dan marginal. Peran bantuan hukum yang sebelumnya (dalam Rv dan HIR) hanya pendampingan di ranah system peradilan (litigation), kemudian dikembangkan dalam hal–hal penyelesaian diluar pengadilan (non-litigation) yaitu pengembangan mekanisme penyelesaian sengketa alternative di luar pengadilan, serta menciptakan pembaharuan hukum, seperti investigasi dan pendokumentasian hukum, pengorganisian, pendidikan hukum, dan pemberdayaan masyarakat pencari keadilan termasuk komunitasnya. Hasilnya berbagai embrio gerakan sosial mulai muncul dari aktifitas tersebut, diantaranya berdirinya Lembaga Bantuan Hukum perempuan, adanya Paralegal-Paralegal yang berasal dari komunitasmitra seperti Kelompok Perempuan, Buruh, Petani, Nelayan, dan PKL, serta Korban Pilitik Orde Baru dan Kelompok Seksual Minoritas.

Sejarah Paralegal di dalam sytem Tata Hukum di Indonesia di Indonesia secara tertulis baru diakui di dalam Undang_undang Bantuan Hukum, itupun tidak secara khusus mendefinisikan maupun mengatur tentang persyaratan dan peranan Paralegal dalam pelaksanaan Bantuan Hukum. Namun secara eksplisit mengenai Paralegal muncul dalam berbagai Perundang-undangan, diantaranya Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memberikan hak kepada kelompok masyarakat untuk mengajukan Gugatan Perwakilan (Class Action), Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) dalam Pasal 10 dan Pasal 23 yang memberikan kewenangan kepada relawan pendamping untuk memberikan pendampingan kepada korban dalam setiap tahapan pemeriksaan dari penyidikan sampai persidangan termasuk meminta kepada pengadilan untuk mendapatkan penetapan perlindungan, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Indutrial dalam Pasal 87 yang memberikan kewenangan kepada Serikat Pekerja/ Buruh untuk beracara mewakili Buruh/ Pekerja di pengadilan hubungan industrial, dalam Undang-Undang No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yangmemberikan hak kepada Lembaga Pemberi Bantuan Hukum untuk merekrut Paralegal untuk menjalankan fungsi kebantuan hukuman, dan terakhir di dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 68 yaitu memberikan kewenangan kepada Tenaga Kesejahteraan Sosial untuk mendampingi anak yang berhadapan dengan system peradilan pidana baik sebagai korban, saksi, maupun tersangka/ terdakwa.

Disinilah fungsi dan peran paralegal sebagai bagian dari upaya pembaharuan hukum, khususnya untuk mendukung kerja-kerja bantuan hukum bagi masyarakat miskin, rentan dan marginal (Baca Peraturan PERADI No. 1 Tahun 2010) yang dilakukan oleh Lembaga Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 16 Tahun 2011.

Berbagai Pengertian dan Praktek Paralegal :

1. Amerika Serikat :

Paralegal sering disebut sebagai asisten Pengacara, yang menjalankan kerja-kerja pengacara baik di pengadilan maupun diluar pengadilan dibawah pengawasan pengacara.

Society of Ontario Paralegal menjelaskan bahwa paralegal adalah orang perseorangan memenuhi syarat melalui pendidikan atau pengalaman lisensi untuk memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat umum di daerah disahkan oleh Masyarakat Hukum Kanada.

Bar American Association mendefinisikan paralegal sebagai seorang asisten hukum atau orang yang memenuhi syarat oleh pendidikan, pelatihan atau pengalaman kerja yang dipekerjakan ataupun ditahan oleh seorang pengacara, kantor hukum, perusahaan, badan pemerintah, atau badan lain yang melakukan pekerjaan khusus yang didelegasikan oleh pengacara yang bertanggung jawab atasnya.

2. Inggris :

Inggris memiliki 3 (tiga) yurisdiksi hukum yang berbeda yaitu Inggris (Wales), Skotlandia, dan Irlandia Utara (Kepulauan Channel dan Isle of Man adalah entitas politik yang berbeda serta yurisdiksi yang berbeda).

Di Inggris orang dapat menyebut dirinya sebagai Paralegal tanpa kualifikasi apapun, walaupun di Inggirs sendiri sudah memiliki National Association of Paralegal License (badan linsesi paralegal nasional) akan tetapi tidak mewajibkan kepada paralegal untuk mendapatkan ijin dan perlindungan dalam menjalankan profesinya.

Paralegal di yurisdiksi hukum Inggris (Wales) memberikan layanan penasehatan hukum, dan tidak ada pelanggaran praktek bantuan hukum karena dijamin oleh Undang-Undang seperti melakukan layanan yang untuk membantu pengacara (Solicitors Act 1974), melakukan klaim kompensasi kepada Depatemen Kehakiman, pengurusan administrasi keimigrasian, dan melakukan penasehatan hukum kepada tersangka yang ditahan oleh Kepolisian (khusus yang berlisensi), namun juga dibatasi dalam hal beracara di pengadilan.

3. Australia :

Paralegal di Australia menjadi salah satu studi perguruan tinggi, namun dalam prakteknya paralegal hanya terbatas pada proses-proses monitoring/ pemantauan di pengadilan, dan penyusunan dokumen tertentu yang berhubungan kerja-kerja advokasi sebagaimana dilakukan oleh pengacara.

4. Jepang

Di Jepang dikenal dengan ( 司法 shoshi Shiho) yang berperan sebagaimana asisten pengacara, dan dapat melekat pada kantor pengacara atau beroperasi secara independen. Seperti pengacara di Jepang, paralegal juga diatur dan harus lulus ujian.

5. Indonesia

Sebagaimana dijelaskan di dalam Sejarah Paralegal diatas, paralegal di Indonesia berkembang sejak 1970-an, seiring perkembangan gerakan bantuan hukum, baru diakui eksistensinya sebagai pemberi bantuan hukum sejak diterbitkannya beberapa Undang-Undang Nasional yang mengatur tentang Lingkungan Hidup, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Perhapusan Kekerasan dalam RUmah Tangga dan Bantuan Hukum.

Definisinya sendiri sering dipahami sebagai seseorang yang bukan pengacara atau advokat tetapi mendapatkan pelatihan atau memiliki keterampilan hukum sehingga dapat membantu kerja-kerja pengacara/advokat dalam memberikan bantuan hukum.

Paralegal dalam kesehariannya bertugas dan bekerja membantu pekerjaan yang dilakukan oleh seorang Advokat dalam menangani atau mempersiapkan kasus-kasus dalam rangka membela kepentingan hukum kliennya, sebagaimana di Amerika dan Inggris, paralegal bekerja di dalam kantor-kantor hukum di bidang administrasi serta membantu “Attorney” dalam mengelola manajemen perkaranya, namun, perkembangannya fungsi paralegal tersebut tidak hanya terbatas membantu pekerjaan seorang Advokat, akan tetapi berperan lebih luas di bidang pemberdayaan dan pendidikan hukum masyarakat dengan menjalankan aktivitas advokasi, pengorganisasian dan pembelaan hak dan kepentingan hukum masyarakat (community–based paralegal).

6. Menurut Black’s Law

Dictionary (Black, 1979:1001), paralegal adalah “a person with legal skills, but who is not an attorney, and who works under the supervision of a lawyer or no is otherwise authorized by law to use those legal skills. Diartikan sebagai “seseorang yang mempunyai keterampilan hukum namun ia bukan seorang penasehat hukum (yang professional) dan bekerja di bawah bimbingan seorang advokat atau yang dinilai mempunyai kemampuan hukum untuk menggunakan keterampilannya”.

Peran Paralegal dalam memberikan Bantuan Hukum :

Walaupun di dalam UU Advokat telah menghapuskan peranan Paralegal, akan tetapi gerakan Paralegal sudah berkembang seiring dengan gerakan social paska tumbangnya Era Suharto, prakteknya di Indonesia tidak hanya menjadi pembantu/ penghubung atau kepanjangan tangan dari kerja-kerja seorang pengacara atau advokat. Beberapa gerakan Paralegal juga telah bekerja di dalam ruang lingkup hukum formal, tidak hanya menyelesaikan sengketa di luar pengadilan dan memberikan konsultasi hukum tetapi juga terlibat dalam kerja-kerja advokasi yang lebih luas.

D.J. Ravindran dalam “Guidance for Paralegal” merumuskan peran paralegal sebagai berikut :


  1. melaksanakan program-program pendidikan sehingga kelompok masyarakat yang dirugikan menyadari hak-hak dasarnya;
  2. memfasilitasi terbentuknya organisasi rakyat sehingga mereka dapat menuntut dan memperjuangkan hak-hak mereka;
  3. membantu melakukan mediasi dan rekonsiliasi bila terjadi konflik;
  4. melakukan penyelidikan awal terhadap kasus-kasus yang terjadi sebelum ditangani pengacara;
  5. membantu pengacara dalam membuat pernyataan-pernyataan pengumpulan bukti yang dibutuhkan dan informasi lain yang relevan dengan kasus yang dihadapi.

POKJA Paralegal, telah melakukan identifikasi peran-peran Paralegal, yang diperoleh dari rumusan Hasil Diskusi Terfokus (FGD) yang melibatkan 100 Paralegal di NTB, Kalbar, Jabar, Jabodetabek, dan Lampung, bahwa kerja-kerja (peran) Paralegal meliputi ;


  1. Penanganan kasus di lapangan: pendampingan, konsultasi hukum, mediasi, konseling; dengan area kerja di wilayah / lapangan tempat Paralegal tinggal;
  2. Melakukan pendampingan kepada perempuan korban kekerasan, dari mulai pelaporan di Polsek sampai ke pengadilan (dalam kasus KDRT, perceraian, pencabulan anak di bawah umur, inses, pelecehan seksual, perkosaan, soal upah dan pelanggaran hakhak buruh, kasus buruh migran, trafiking);
  3. Membantu membuat draft gugatan hukum dan dokumen kasus;
  4. Turut beracara di Pengadilan sebagai asisten advokat atau mengatasnamakan pengurus serikat pekerja (PHI) karena dimungkinkan oleh UU (UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial);
  5. Mengupayakan penyelesaian kasuskasus melalui mediasi dan jalurjalur alternative sehingga tidak semua dibawa ke jalur formal/pengadilan;
  6. Memberikan penyadaran, pelatihan serta pendidikan/penyuluhan hukum bahkan kursus hukum melalui poskoposko paralegal atau klinik hukum serta sosialisasi langsung ke masyarakat dan keluarga mengenai masalah hukum dan hakhak hukum terutama terkait dengan isuisu kelompok marjinal seperti perempuan, anak, buruh, petani, masyarakat miskin, masyarakat adat, dan kelompokkelompok yang bermasalah dengan hukum;
  7. Memfasilitasi masyarakat untuk memahami atas masalah hukum dan sosial yang sedang terjadi serta akar penyebabnya (berfikir kritis);
  8. Menggalang swadaya untuk biaya si korban, bahkan terdapat pengalaman untuk melibatkan korban di organisasi dengan menfasilitasi pengembangan usaha/ekonomi dan juga dalam rangka pemulihan dan penguatan;
  9. Melakukan kerjakerja advokasi di berbagai level (terlibat dalam mendorong pembuatan Perda, UU, kebijakan pemerintah lainnya, seperti mendorong adanya sidang keliling di komunitas miskin untuk mendapatkan istbat nikah, akte perceraian/perkawinan/kelahiran serta penyelesaian kasuskasus keluarga, dan mendorong perubahan norma lokal yang melanggar HAM.
  10. Melakukan pemantauan terhadap terjadinya pelanggaran atas HAM termasuk hak perempuan dan anak di masyarakat serta terkait dengan layanan publik dan dalam setiap tingkat pemeriksaan perkara.
  11. Penguatan jaringan/organisasi. menjadi simpul dari masyarakat/komunitas, antara lain, membangun komunikasi dengan masyarakat, mendampingi dan memelihara kekompakan, memberi semangat masyarakat yang masih bermasalah, menjadi penggerak dari masyarakat, membentuk forum multi stakeholder dengan aparat hukum dan organisasi pendukung.

Meskipun sebagian dari peran paralegal telah diakomodir dalam beberapa peraturan, namun istilah ‘paralegal’ itu sendiri belum diakui secara hukum dan belum terlalu dikenal oleh masyarakat luas meskipun manfaat dari pendampingan Paralegal sendiri telah banyak dirasakan oleh masyarakat miskin.

Pengertian Paralegal dalam UU No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum :

Dalam UU Bantuan Hukum, hanya dijelaskan tentang pengertian Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum, yakni dalam Pasal 1 sebagai berikut :

1.Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum;

2.Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin;

3.Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini.

Istilah Paralegal ditemukan di dalam fungsi dari Pemberi Bantuan Hukum (dalam hal ini sebagai badan hukum) yang dapat melakukan perekrutan terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa Fak Hukum, yang diuraikan kewenangannya untuk melakukan :

a. pelayanan bantuan hukum,

b. menyelenggarakan penyuluhan hukum,

c. konsultasi hukum, dan

d. program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum.

Pasal 13 Peraturan PERADI No. 1 Tahun 2010 “ Dalam memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma PBH PERADI mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan khusus kelompok masyarakat yang kurang memiliki akses terhadap keadilan dan bantuan hukum seperti perempuan, anak-anak, buruh migrant, masyarakat adat, korban pelanggaran HAM berat”

Dikutip dari : wikipedia.org

ibid


ibid

Dikutip dari, Bahan Usulan Perubahan untuk RUU Bantuan Hukum Tentang Bantuan Hukum Berbasis (Pemberdayaan) Masyarakat dan Pentingnya Peran Paralegal yang diajukan oleh POKJA Paralegal. Lihat Pengantar Modul Paralegal Keterampilan Advokasi, Ed. Patra M.Zen, Pen. YLBHI dan IALDF

ibid

Dikutip dari Bahan Usulan Perubahan untuk RUU Bantuan Hukum TentangBantuan Hukum Berbasis (Pemberdayaan) Masyarakat dan Pentingnya Peran Paralegal yang diajukan oleh POKJA Paralegal. Lihat “Paralegal dan Akses Masyarakat Terhadap Keadilan”, Ed. Mulyana W. Kusumah dkk, YLBHI, 1991. Juga dalam “Panduan Ringkas Paralegal Lingkungan”, ed. Benny K. Harman, dkk, Pen. Walhi, YLBHI, USAID, 1992

Pokja Paralegal adalah sebuah kelompok kerja yang terdiri dari beberapa organisasi/lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang bantuan hukum dan pemberdayaan masyarakat seperti Raca Institute, LPBH FAS, PeKKa, Federasi LBHAPIK, yang berhimpun untuk tujuan bagi penguatan dan pengembangan keparalegalan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun